Review Buku Komunikasi Profetik

Review Buku Komunikasi Profetik

BAB 9 – Konsep Penting Komunikasi Profetik

1. Definisi Komunikasi Profetik

Komunikasi Profetik atau biasanya disebut sebagai Komunikasi Kenabian yang sebenarnya bukan Komunikasi Dakwah dan kurang tepat jika disederhanakan sebagai Komunikasi Islam. Komunikasi Profetik adalah upaya menjadikan fungsi kenabian itu sebagai paradigma dalam praktik dan teori komunikasi yang bertujuan menjalankan fungsi sosial kenabian untuk kemanusiaan (humanisasi), pembebasan (liberasi), penghambaan pada tuhan (transendensi).

Komunikasi kenabian ini sebenarnya tentang bagaimana nabi/rasul ketika beliau berurusan dengan umatnya. Dalam komunikasi profetik juga fungsi kenabian itu tidak hanya tentang proses penyebaran risalah dan risalah yang dibawa oleh para nabi itu tidak soal peribadatan saja, tetapi untuk menjawab segala permasalahan yang dihadapi manusia dan untuk melakukan sebuah transformasi sosial atau perubahan dalam masyarakat.

2. Komunikasi sebagai Tindakan Konstitutif dan Politis

Ada dua hal penting dalam konsep komunikasi sebagai ‘tindakan menamai’ yaitu:

Bacaan Lainnya
DONASI

Pertama, menamai bersifat konstitutif yang berarti mempunyai efek dalam membentuk sesuatu, menamai tidak sama dengan mengatakan atau membahasakan. Artinya kemampuan menamai disebutkan dalam Al-Qur’an untuk mengingatkan kita bahwa komunikasi manusia adalah tindakan yang konstitutif, sebuah tindakan yang membentuk suatu pemahaman. Komunikasi di era saat ini membuktikan bahwa status informasi tersebut hoax atau benar tidaklah berpengaruh pada komunikasinya. Ia tetap konstitutif.

Baca Juga: Resensi Buku Ajar Struktur Tak Tentu untuk Teknik Sipil

Kedua, menamai adalah upaya kategorisasi oleh politis. Maksudnya, kegiatan mengatakan atau membahasakan adalah merepresentasikan sesuatu melalui wujud berupa kata atau bahasa, sementara kegiatan menamai adalah merepresetasikan tapi sekaligus juga memberi identitas pada objek yang dinamai, dan identitas ini erat kaitannya dengan politik. Tindakan menamai ini melibatkan kuasa manusia dan sistem kerja yang politis.

Tujuan paradigma profetik adalah dalam rangka untuk pembebasan manusia yang meniatkan sebuah disiplin ilmu untuk mentransformasi sosial. Artinya paradigma profetik ini adalah paradigma yang sadar akan kuasa, serta melakukan transformasi sosial terkait dengan masalah politis dan kekuasaan.

Komunikasi manusia punya daya konstitutif tapi masalahnya komunikasi selalu melibatkan nafsu untuk mempunyai kekuasaan. Singkatnya, komunikasi manusia ini adalah tindakan yang sadar kuasa dan tidak bebas nilai.

3. Pentingnya Konsep Mustadh’af dalam Komunikasi Profetik

Komunikasi profetik adalah komunikasi yang bertujuan untuk keadilan, sebab keadilan dekat dengan ketakwaan. Konsep Mustadh’af adalah salah satu kunci untuk memahami komunikasi profetik. Kesungguhan Islam sebagai agama yang datang untuk pembebasan adalah seruan untuk menunaikan zakat diiringi mendirikan sholat.

Dalam Islam, paling tidak ada dua sebutan untuk kaum yang lemah; dhuafa’ dan mustadh’af. Lemah dalam Bahasa arab adalah dha’if dalam bentuk jamak orang-orang lemah di sebut dhua’fa. Dhu’f (lemah) berlawanan dengan kata quwwah (kuat).

Sementara mustadh’af adalah bentuk kata objek dari kata dha’afa. Secara umum ini bermakna “yang di buat menjadi lemah” atau sengaja di buat lemah. Artinya mereka di buat lemah oleh sebuah penindasan.

Musdh’afun tertuju pada kelompok lemah yang terlahir akibat penindasan atau sikap arogansi kaum yang kuat, baik secara ekonomi, kekuasaan, struktur sosial yang tidak adil atau zalim yang mengakibatkan kemiskinan, tidak terurusnya anak yatim bahkan bisa menjadi gelandangan atau pengemis.  

Qur’an konsisten dengan pembedaan dua konsep ini, dimana dhu’afa adalah lemah karena faktor internal sementara mustadh’af adalah dibuat lemah atau dilemahkan oleh faktor eksternal atau sebuah ketidakadilan. Hijrah sering dikaitkan dengan kedua konsep ini, karena hijrah adalah salah satu cara perjuangan yang dilakukan orang-orang lemah ini dalam menghadapi kedzaliman.

Ada yang mampu melakukan hal tersebut, ada yang tidak mampu, ada yang tidak tahu jalannya, ada yang sudah berusaha namun tidak sampai. Jadi, perhitungan kelompok mustadh’af ini dimana usaha mereka berjuang melawan ketidakadilan.

4. Etika Normatif Komunikasi Profetik

Selain komunikasi adalah tindakan konstitutif dan politis serta mustadh’af adalah subjek kunci dalam pertarungan kekuasaan. Ada beberapa prinsip komunikasi yang digambarkan Al-Qur’an yang penting dalam praktik komunikasi profetik. Hal ini dibahas pertama kali di Indonesia oleh Jalaluddin Rakhmat dan ditambah oleh Harjani Hefni dengan memaparkan enam prinsip qaulan.

Baca Juga: Zaman Buku Kertas Sudah Berakhir

Prinsip pertama adalah qaulan sadiidan, dimana prinsip ini berkaitan dengan kebenaran komunikasi yang dilakukan bahwa komunikasi haruslah sesuai dengan kriteria kebenaran. Menyampaikan pesan dengan benar adalah prasyarat untuk kebenaran itu sendiri dengan kata lain, masyarakat akan menjadi rusak apabila pesan dari komunikasi tidak benar karena prinsip ini berkaitan dengan masalah kejujuran. Qaulan sadiidan adalah perintah untuk berkata benar pada semua bidang kehidupan dan harus tepat sasaran.

Prinsip kedua adalah qaulan baliighan. Kata baliiq berarti sampai, mengenai sasaran, atau mencapai tujuan. Prinsip ini berkaitan dengan efektivitas komunikasi untuk mengungkapkan apa yang diinginkan. Ada 2 hal bagaimana prinsip ini dilakukan. Yang pertama akan terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat khalayak yang dihadapi.

Komunikasi itu menjadi efektif apabila komunikator menyesuaikan pesan dengan kerangka rujukan dan medan pengalaman lawan bicaranya. Yang kedua, hal ini terjadi bila seorang komunikator menyentuh hati dan otak khalayaknya sekaligus, yang artinya komunikasi dilakukan dengan ethos, pathos, dan logos. Ethos merujuk pada kualitas komunikatornya, sedangkan logos merujuk pada kualitas argumentasi dan pathos merujuk pada acara mempengaruhi.

Prinsip ketiga adalah qaulan maysuuran, dimana prinsip ini berkaitan dengan Bahasa yang mudah dipahami. Konsep ini lebih tepat diartikan sebagai ucapan yang menyenangkan. Maysuur berasal dari kaya yusr yang berarti gampang, mudah, dan ringan.

Qaulan masyuuran bisa berarti pesan yang berisi hal-hal yang menggembirakan, merujuk pada hubungan yang menjadi dimensi komunikasi, sebab ketika kita berkomunikasi kita bukan hanya menyampaikan pesan tetapi menyampaikan hubungan juga.

Sehingga qaulan masyuuran berarti jika kita tidak mampu membantu atau memberikan sesuatu maka ucapkan perkataan yang menyenangkan atau mudah, dan tidak menutup peluang mereka untuk mendapat kebaikan dari kita.

Prinsip keempat adalah qaulan layyinan. Prinsip ini berkaitan dengan pilihan kata atau diksi. Dimana secara harfiah berarti komunikasi yang lemah lembut.

Qaulan layyinan adalah upaya berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan cara yang lunak, tidak memvonis, mengingatkan sesuatu yang sudah disepakati dan memanggil lawan bicara dengan cara yang dia sukai. Qaulan layyinan adalah upaya untuk membuat hati keras dapat mengingat pada diri dan takut kepada Allah. Prinsip ini merupakan strategi yang menaklukkan hati dengan kata-kata yang lemah lembut.

Baca Juga: Resensi Buku: Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi

Prinsip kelima adalah qaulan kariiman. Prinsip utama dalam etika komunikasi adalah penghormatan. Komunikasi Islam harus memperlakukan orang lain dengan hormat. Prinsip qaulan kariiman dapat dilakukan dengan tiga hal yaitu kata yang bijaksana, kata yang berkualitas, dan kata yang bermanfaat.

Konsep ini merujuk pada prinsip komunikasi yang dikaitkan dengan tingkat pendidikan, ekonomi, dan strata sosial. Menurut hefni al-lusi mengatakan qaulan kariimah adalah perkataan yang indah dan tidak bengis.

Intinya, qaulan kariimah adalah ucapan-ucapan indah dan penuh adab yang membuat orang yang diajak berbicara merasakan bahagia, dihormati, dan dimuliakan.

Prinsip keenam adalah qaula ma’ruufan. Prinsip ini berkaitan dengan kode etik atau kebaikan. Qaulan ma’ruufan adalah ucapan yang baik yang pantas lagi tegas. Perkataan yang baik adalah perkataan yang menimbulkan rasa tenteram dan damai bagi orang yang mendengarkan.

Tuhan juga menggunakan frasa ini ketika berbicara mengenai kewajiban orang kaya atau orang kuat terhadap orang miskin dan lemah. Konteks ini lebih banyak ditujukan kepada para wanita atau orang yang kurang beruntung kehidupannya seperti orang miskin atau orang yatim.

Qaulan ma’ruufan dimaksud agar seseorang bisa berkomunikasi dengan pantas karena perasaan yang menjadi lawan bicara sangat sensitif dan sentimental. Ma’ruuf itu sesuatu yang baik menurut ajaran agama dan akal serta adat dan istiadat.

5. Evaluasi Kritis BAB 9: Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:

Penyajian materi sangat jelas dan padat. Bab ini memberikan banyak ilmu atau pengetahuan yang berasal dari penulis dan sumber lain. Pemilihan kata pada bab ini sangat tepat karena menggunakan Bahasa yang lugas dan tulisannya tidak terlalu kecil, paragraf dalam buku ini juga tidak panjang sehingga pembaca tidak bosan. Buku ini juga ada pembahasan materi di setiap bab-nya yang berupa latihan pemahaman pembaca.

Kekurangan:

Walaupun sangat jelas, padat, dan menggunakan Bahasa yang lugas. Namun, setiap paragraf yang ada dalam buku ini selalu terulang kalimat yang sama dalam setiap paragrafnya sehingga membuat pembaca menjadi bingung.

Mutiara Hadratul Jannah
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia
Program Studi Ilmu Komunikasi

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI