Strategi Ketersediaan Pangan untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

Strategi Ketersediaan Pangan
Sumber: istockphoto, Karya: ASMR.

Ketersediaan pangan merupakan fondasi ketahanan pangan di Indonesia. Ketahanan pangan ialah salah satu bagian dari tujuan pembangunan nasional Indonesia. Saat ini, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 282 juta jiwa dan diprediksikan akan terus meningkat menjadi 324 juta jiwa di tahun 2045 mendatang.

Oleh karena itu, pemerintah harus menyusun kebijakan pangan nasional yang kemudian dapat meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.

Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional, dapat dilakukan dengan memenuhi pilar-pilar ketahanan  pangan yang ada, salah satu pilar ketahanan pangan yang harus diperhatikan yaitu pilar ketersediaan pangan (ability) yang mencakup empat indikator utama seperti kecukupan jumlah (kuantiti), kecukupan mutu, kecukupan gizi, dan keamanan pangan.

Bacaan Lainnya

Dilihat dari segi jumlah atau kuantitas itu sendiri, di mana Indonesia merupakah salah satu negara mega biodiversity. Indonesia masuk ke dalam negara terbesar ke-2 setelah Brazil dengan keanekaragaman hayati (biodiversity) darat.

Di mana, komoditas pangan strategis di negara kita meliputi beras, jagung, gula pasir, cabai besar, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.

Maka dari itu, dapat kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alamnya dan termasuk  salah satu negara penghasil beras terbanyak ketiga di dunia.

Meskipun begitu, ketersediaan pangan di Indonesia merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan begitu saja hanya karena negara kita kaya akan kekayaan alamnya.

Lebih jauh daripada itu, ketersediaan pangan di Indonesia adalah aspek yang perlu mendapat perhatian cukup serius, karena faktanya meskipun Indonesia adalah negara penghasil beras terbanyak, Indonesia juga termasuk negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia.

Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab Indonesia melakukan impor beras. Tidak hanya impor beras, namun juga termasuk komoditas pangan lainnya. Contohnya seperti gula, jagung, hingga kedelai.

Baca Juga: Pilar Ketersediaan Pangan: Kunci Ketahanan Pangan yang Optimal di Indonesia

Menurut Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, impor pangan yang sangat besar menunjukkan bahwa ketahanan pangan Indonesia dapat dibilang masih lemah. Tercatat pada tahun 2023 lalu, diperkirakan impor beras mencapai 3,5 juta ton, melebihi angka 2,25 juta ton pada tahun 2018.

Kemudian, menurut penjelasan beliau, bahwa hingga saat ini, Indonesia masih belum bisa mencapai swasembada beras. Kegagalan ini berdampak negatif pada ketahanan pangan nasional. Selama Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan beras secara mandiri, negara ini akan terus menghadapi risiko terkait impor.

Mengingat tantangan yang dihadapi dalam segi kuantitas tersebut, otomatis dapat menyebabkan penurunan mutu atau kualitas pangan, hal ini membuat masyarakat mau tidak mau kemudian mengonsumsi produk yang tidak memenuhi standar gizi yang baik.

Tentu saja, kualitas mutu pangan yang kurang baik dapat menyebabkan permasalahan gizi masyarakat seperti kekurangan gizi, hal ini dapat meningkatkan risiko gizi buruk yang kemudian dapat menyebabkan stunting, wasting, hingga anemia, di mana hal ini tentu saja berdampak terhadap kesehatan fisik maupun kognitif seseorang.

Karena kuantitas ketersediaan pangan rendah, otomatis dapat menyebabkan penurunan mutu/ kualitas pangan, hal ini membuat masyarakat mengonsumsi produk yang tidak memenuhi standar gizi yang baik.

Kemudian, pangan yang tidak berkualitas tadi, dapat menyebabkan turunnya tingkat kepuasan masyarakat yang kemudian akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem pangan.

Baca Juga: Meningkatkan Hasil Panen Padi Para Petani untuk Ketahanan Pangan Desa Bonisari melalui Program Penyuluhan Pertanian

Karena tidak jarang, keterbatasan kuantitas mengarah pada pengabaian pangan lokal yang berkualitas, hal ini kemudian mengurangi keragaman pangan maupun nilai gizi.

Maka dari itu, pengawasan keamanan serta mutu pangan segar yang berasal dari tumbuhan harus semakin diperkuat, sehingga dapat menjamin pangan yang aman juga sehat bagi masyarakat Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian atau Permentan Nomor 53 Tahun 2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT).

Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian utama untuk memastikan bahwa semua warga negara memiliki akses terhadap pangan yang berkualitas.

Pada dasarnya, Indonesia memang mempunyai beragam jenis komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, serta peternakan yang sudah sejak lama diusahakan masyarakat sebagai sumber pangan serta ekonomi termasuk sumber pangan lokal alternatif yang cukup besar yang memiliki nilai gizi yang tidak kalah bahkan dapat melebihi beras, hanya saja semua itu masih belum dimanfaatkan secara optimal.

Maka dari itu, perlunya dilakukan perubahan pada sistem pangan nasional dengan fokus terhadap sisi permintaan. Masyarakat perlu mengadopsi kebiasaan baru pada pola konsumsi makanan pokok, tidak hanya terbatas pada nasi, tetapi juga berbagai jenis pangan lokal lainnya.

Baca Juga: Hadiri GFFA Berlin 2024, Wamentan Harvick Harap RI Berkontribusi bagi Ketahanan Pangan Global

Karena pada dasarnya, keragaman sumber pangan yang terdapat di negara ini merupakan bagian dari solusi untuk mengatasi masalah kelaparan, gizi buruk, serta kemanan, seperti terhindar dari dampak maupun ancaman terjadinya perubahan iklim.

Sehingga, mega sumber pangan di negara ini dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang mempunyai ketahanan pangan mumpuni.

Selain melakukan diversifikasi pangan, yaitu mengurangi ketergantungan terhadap beras maupun gandum dengan cara mengolah dan mempromosikan konsumsi pangan lokal seperti yang sudah dibahas sebelumnya, perlu juga dilakukan intensifikasi pertanian yaitu meningkatkan produktivitas berbagai lahan pertanian dengan memanfaatkan teknologi pertanian modern, penggunaan bibit unggul juga pupuk organik.

Perlu dilakukan peningkatan keterampilan petani dengan cara memberikan pelatihan serta pendampingan kepada petani yang diharapkan dapat menerapkan berbagai teknik budidaya yang lebih baik dan berkelanjutan.

Selanjutnya, masih berkaitan dengan diversifikasi pangan, yaitu merubah pola konsumsi pangan, di mana pemerintah berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi pangan lokal yang beragam juga bergizi.

Pemerintah juga perlu mengintegrasikan kebijakan ketahanan pangan dan stabilitas harga pangan dengan kebijakan pembangunan nasional lainnya, seperti kebijakan ekonomi makro yang fokus pada pertumbuhan, pemerataan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.

Baca Juga: Pangan Lokal seperti Umbi-Umbian Dapat Menjadi Solusi untuk Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Ketahanan pangan juga dapat semakin meningkat dengan akses pendidikan yang lebih luas, karena hal ini dapat melahirkan banyaknya generasi muda yang mampu menciptakan berbagai solusi yang inovatif dalam mengatasi berbagai permasalahan terkait ketahanan pangan di Indonesia kedepannya.

Sehingga ketersediaan pangan baik dalam segi kecukupan jumlah (kuantitas), kecukupan mutu, kecukupan gizi, maupun keamanan pangan dapat terjaga dengan baik. Dengan tercapainya semua elemen tersebut diharapkan dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.

Penulis: Muslihah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta)

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.