Tantangan Perempuan dalam Media Sosial Masa Kini

Media Sosial
Ilustrasi Perempuan dalam Media Sosial (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Kehidupan sosial masa kini tidak terlepas dari kebutuhan terhadap media sosial. Penggunaan media sosial telah mencakup seluruh aspek dalam kehidupan.

Popularitasnya tidak terlepas dari sifat media baru yang tidak terikat, sehingga media sosial dapat digunakan oleh semua orang dari berbagai kalangan dan latar belakang.

Segala sesuatu dapat dipublikasikan melalui media dan siapapun dapat mempublikasikannya. Lebih menariknya lagi, semua itu dapat diproses dalam waktu yang sangat cepat (Barus, 2015).

Bacaan Lainnya
DONASI

Media sosial menyuguhkan berbagai informasi yang tak terbatas. Selain informasi yang tak terbatas, media sosial menjadi wadah bagi setiap orang untuk bebas berpendapat.

Menurut hemat pendapat saya, media sosial yang mulanya merupakan bagian dari media massa, kini dapat dikatakan telah menggantikan fungsi media massa. Iklan, hiburan, dan segala macam informasi telah disuguhkan dalam berbagai macam media sosial.

Misalnya dalam Instagram, Facebook, Twitter, dan sebagainya. Oleh karenanya, masyarakat kini lebih banyak mengakses informasi melalui media sosial daripada media massa.

Sisi-sisi positif media sosial dapat kita manfaatkan, salah satunya dalam menyebarkan ilmu pengetahuan ataupun suatu kritis terhadap hal-hal yang belum banyak disadari oleh masyarakat kita.

Melalui artikel kali ini, saya mengajak para pembaca untuk bersama-sama memahami kerugian serta keuntungan media sosial bagi perempuan. Ini sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya kritis terhadap kesetaraan gender bagi para perempuan, terutama perempuan di Indonesia.

Dimana media sosial yang nampaknya memberikan manfaat yang sangat besar bagi perempuan untuk berekspresi, namun disisi lain yang tanpa kita sadari, media sosial terus memperkuat budaya patriarki yang telah melekat dalam masyarakat kita.

Dahulu ruang berekspresi bagi perempuan sangatlah terbatas. Kini dengan kehadiran media sosial, semua orang mendapatkan ruang untuk berekspresi, tak terkecuali perempuan.

Melansir dari statista.com perincian pengguna media sosial berdasarkan jenis kelamin di Indonesia per Januari 2021 sebanyak 19,3% adalah laki-laki dan 14,8% adalah perempuan.

Data tersebut cukup menjadi bukti bahwa perempuan mampu memanfaatkan media sosial sebagai ruang berekspresi. Namun, citra perempuan sendiri dalam media sosial sebenarnya masih berkisar pada wilayah subordinatnya.

Sebagian besar masyarakat juga masih memaknai eksistensi perempuan pada wilayah realitas fisiknya saja, walaupun sebagian masyarakat telah mengubah pandangannya terhadap perempuan yang tidak hanya berkisar pada fisik saja, misalnya pada prestasi, kemandirian, dan sebagainya.

Selain itu, dalam kehidupan kita terus dibelenggu oleh produk-produk yang mengarah kepada kaum perempuan dan perempuan menjadi target media yang terbesar (Supratman, 2012).

Di era modern dengan kehadiran media sosial nyatanya tidak menghilangkan budaya patriarki yang telah melekat dalam masyarakat Indonesia.

Bahkan, media yang patriarki telah memperkuat stereotip masyarakat terhadap perempuan yang mempersepsikan bahwa media akan terasa hambar dan tidak estetik apabila tidak menyisipkan perempuan sebagai objek.

Industri media menjadikan tubuh perempuan sebagai objek yang merupakan pasar tempat berlangsungnya berbagai transaksi komoditas. Apa yang tampil dalam media dilihat kurang menarik apabila tidak menampakkan tubuh atau wajah perempuan.

Hal ini berpengaruh pula pada masyarakat sebagai konsumen media yang akhirnya membentuk persepsi tentang tubuh yang ideal. Lagi-lagi perempuan kembali terpenjara dengan citra tubuh ideal yang telah terkonstruk dalam media.

Kebanyakan perempuan merasa tidak bahagia atau cemas ketika Ia tidak memiliki tubuh ideal sebagaimana yang telah dibentuk dalam media. Media sosial maupun media massa memberikan pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat dalam membentuk selera, hasrat, dan gairah tubuh.

Media secara tidak langsung membentuk pemahaman serta citra ideal tubuh, terutama bagi tubuh perempuan. Berbagai tayangan ataupun hiburan dalam media sosial memunculkan konsep pembedaan atas citra tubuh perempuan.

Misalnya, tubuh langsing akan dinilai lebih ideal daripada tubuh yang berisi atau gemuk, kulit wajah yang putih serta glowing dinilai lebih cantik daripada kulit yang sawo matang atau hitam, dan lain sebagainya. Pada akhinya perempuan tidak bahagia dan tidak puas dengan tubuhnya sendiri (Syahputra, 2016).

Sebagian besar perempuan rela mengekang dirinya sendiri demi memenuhi tuntutan masyarakat dengan merubah tubuhnya menjadi ideal sebagaimana citra tubuh ideal yang tersaji dalam media.

Media terkadang menampilkan citra yang berlebihan dari peran gender yang stereotipikal, seperti gambar perempuan sebagai objek seksual atau gambar laki-laki sebagai tokoh yang berkuasa (Lövheim, 2013).

Media sosial tidak dapat kita pandang sebagai alat berbagi informasi dan komunikasi saja, apalagi sebagai alat eksistensi semata. Tanpa kita sadari media telah memperkuat konstruk budaya patriarki dalam masyarakat kita.

Walaupun sebenarnya media bukanlah akar dari budaya patriarki, namun media sosial menyuguhkan hal-hal yang nampaknya justru melestarikan patriarki.

Selain itu, media sosial telah memperkuat konstruk peran gender yang secara tidak sadar membatasi ruang gerak perempuan dan mengarah pada ketimpangan peran yang mendiskriminasi perempuan.

Salah satu contohnya ada pada tayangan-tayangan iklan di televisi maupun pada media sosial, seringkali urusan-urusan domestik lebih banyak diperankan oleh perempuan. Hal semacam itu mengonstruk pembedaan peran gender bahwa seakan urusan domestik merupakan tugas dari perempuan saja.

Padahal sebenarnya urusan domestik merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri dalam sebuah keluarga. Ini merupakan representasi dari patriarki domestik di era digital saat ini.

Dalam tayangan hiburan pun perempuan sering berperan sebagai tokoh yang lemah, tidak berdaya, selalu bergantung pada laki-laki, dan semacamnya yang secara tidak langsung memberikan stereotip bahwa citra perempuan selalu di bawah laki-laki.

Pada salah satu media sosial, perempuan tampak lebih eksis dibandingkan laki-laki yakni pada media sosial instragram yang telah tercatat sebagai salah satu media sosial yang populer di indonesia. Dari ratusan juta orang yang menggunakan instragram nyatanya didominasi oleh perempuan.

Melansir dari dataindonesia.id pengguna instagram di Indonesia per April 2023 sebesar 53,1% berjenis kelamin perempuan, sementara sebesar 46,9% berjenis kelamin laki-laki.

Ruang yang tersedia bagi perempuan seharusnya dapat dipergunakan dengan bijak untuk melawan patriarki yang telah melekat dalam media.

Setiap perempuan perlu menyadari bagaimana eksistensinya dalam media sosial dapat membentuk pandangan bahkan persepsi dalam masyarakat.

Jika selama ini perempuan dalam media selalu dipandang dalam wilayah subordinatnya saja, bahkan hanya dimanfaatkan tubuhnya saja, maka kini perempuan perlu eksis dalam media untuk menampilkan prestasi, kemandirian, serta menunjukkan kemampuannya bahwa ia dapat berkontribusi pada sektor publik.

Perlu kesadaran dari masyarakat terutama kaum perempuan itu sendiri bahwa selama ini perempuan telah dimanfaatkan bagi kepentingan media.

Perempuan perlu merubah konstruk dari ‘perempuan yang dimanfaatkan media’ menjadi ‘perempuan yang memanfaatkan media’, sehingga media sosial akan benar-benar menjadi ruang bagi perempuan dalam berekspresi tanpa adanya kekhawatiran sedikitpun akan persepsi masyarakat terhadap citra diri perempuan yang selama ini menjadi budaya patriarki.

Perlu adanya upaya dari kaum perempuan serta dukungan dari masyarakat untuk meluruskan stereotip yang telah dilekatkan pada diri perempuan selama ini.

Kehadiran media sosial masa kini nampaknya telah memberikan kontribusi dalam upaya penyetaraan gender, walaupun representasi budaya patriarki di dalamnya tidak dapat dihilangkan. Dengan adanya media sosial perempuan dapat mengekspresikan dirinya tanpa batas.

Perempuan dapat dengan leluasa menampilkan dirinya sebagaimana citra diri yang ingin ia bangun. Maka, selain mengedukasi masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender, diperlukan pula kesadaran serta kontribusi yang maksimal dari kaum perempuan itu sendiri untuk menghentikan diskriminasi terhadap perempuan di media.

Kaum perempuan harus bersama-sama melepaskan diri dari rantai diskriminasi yang dibuat melalui media yang selama ini telah membelenggunya.

Setiap perempuan dapat memulainya dari dirinya sendiri dengan menampilkan hal-hal positif melalui media sosialnya.

Perempuan dapat memanfaatkan media sosial untuk bereskplorasi, berkontribusi dalam sektor publik, perempuan juga dapat mengedukasi masyarakat dan sesama perempuan untuk dapat mengasah kemampuan dirinya.

Hal ini merupakan salah satu upaya mengalihkan persepsi masyarakat terhadap citra diri perempuan melalui media yang selama ini bias gender.

Dapat kita simpulkan bahwa kehadiran media sosial saat ini telah memberikan kontribusi atas upaya penyetaraan gender sebagaimana yang diperjuangkan oleh kaum perempuan. Walaupun di sisi lain budaya patriarki didalamnya tidak sepenuhnya dapat dihilangkan.

Maka, perempuan harus dapat memanfaaatkan media sosial dengan bijak sebagai ruang berekspresi dalam rangka berupaya melepaskan diri dari rantai diskriminasi serta bias gender yang selama ini telah melekat dalam masyarakat, yang tentu tidak terlepas pula dari pengaruh media yang merepresentasikannya.

 

Penulis: Lailatul Rosyidah
Mahasiswi Interdisciplinary Islamic Studies, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi:

Barus, R. K. (2015). Pemberdayaan Perempuan melalui Media Sosial. Jurnal Simbolika,  1(2), 113-124.

Lövheim, M. (2013). Media, Religion and Gender: Key Issues and New Challenges. New York: Routledge Taylor & Francis Group.

Supratman, L. P. (2012). Representasi Citra Perempuan di Media. Observasi: Kajian Komunikasi dan Informatika, 10(1), 29-40.

Syahputra, I. (2016). Membebaskan Tubuh Perempuan dari Penjara Media. Musawa, 15(2), 157-180.

https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-instagram-di-indonesia-capai-1093-juta-per-april-2023

https://www.statista.com/statistics/997297/indonesia-breakdown-social-media-users-age-gender/

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI