Toxic Parents: Ketika Orangtua Beracun Bagi Anak

Toxic Parents

Anak-anak berhak lahir dalam keluarga yang bahagia dengan orangtua yang mencintai anak seutuhnya. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak sekali anak-anak yang tumbuh dengan orangtua yang destruktif, kasar, dan mampu meracuni psikologis anaknya.

Dalam istilah psikologi, orangtua seperti itu sering disebut sebagai Toxic Parents. Istilah Toxic Parents tidak hanya berlaku untuk orangtua yang memiliki perilaku buruk seperti melakukan kekerasan fisik atau verbal, Toxic Parents juga berlaku untuk orangtua yang melakukan tindakan yang bisa meracuni keadaan psikologis anak.

Ini jelas lebih berbahaya karena jenis toxic parents ini tidak terlihat. Orangtua bisa saja terlihat normal Mereka memenuhi kebutuhan anak, tidak menyakiti fisik, dan menginginkan yang terbaik untuk anak. Akan tetapi, ada beberapa perilaku dari orangtua ini yang justru bisa menjadi racun dalam pribadi anak.

Bacaan Lainnya
DONASI

Kita tentu sepakat bahwa tidak ada orangtua yang secara sengaja ingin membuat anaknya menderita atau berlaku kejam pada anaknya. Akan tetapi, orangtua juga manusia. Mereka juga bisa berbuat salah yang tanpa disadari bisa menjadi racun dalam diri anak. Mungkin, kita pun tanpa disadari telah menjadi korban toxic parents dari pola asuh atau perilaku dari orangtua kita dulu.

Hal yang menyebabkan toxic parents:

  1. Perasaan mencintai yang berlebihan sampai-sampai orang tua ingin mengontrol hampir seluruh aspek kehidupan anaknya.
  2. Ketidakmampuan orang tua untuk berempati kepada anak

Apa saja perbuatan yang termasuk dalam kategori Toxic Parents?

1. Ekspektasi Berlebihan

Salah satu tanda toxic parents yang paling sering terjadi dan kita sendiri pun pasti pernah mengalaminya. Ada kalanya mimpi dan cita-cita anak dibuyarkan dengan ekspektasi-ekspektasi orangtua sendiri yang berlebihan.

Ketika anak-anak ingin menjadi seorang musisi, misalnya, orangtua membuyarkan mimpi-mimpinya dengan memberikan segala komentar negatif tentang musisi, Lalu mengarahkan anak-anak untuk menjadi apa yang orangtua inginkan. Dengan ekspektasi yang berlebihan, orangtua berpikir bahwa ini adalah untuk kebaikan anak.

Mereka akan berbahagia jika menuruti apa yang orangtua rencanakan untuknya. Akan tetapi, seharusnya orangtua bisa berpikir dari sudut pandang anak.

Apakah “ini” memang keingingan anak?
Apakah ini memang mimpi anak?
dan apakah anak mampu untuk memenuhi semua ekspektasi kita?

Sering kita temui bahwa ekspektasi yang berlebihan tanpa memikirkan posisi anak akan membuat anak-anak terbebani. Ini sering ditemukan pada orangtua generasi terdahulu. Apakah tidak sebaiknya generasi kita memutus mata rantai perilaku ini?

2. Membicarakan Keburukan Anak

Membicarakan Keburukan Anak Sama seperti orangtua, anak-anak sejatinya juga memiliki harga diri. Ucapan sepele seperti, “Waduh, anakku ini susah sekali disuruh bangun pagi!” juga termasuk kategori membicarakan keburukan anak.

Anda harus tahu bahwa membicarakan keburukan anak, apalagi didengar langsung oleh si anak bisa melukai hatinya. Jika hal ini terus dilakukan, anak-anak bisa kehilangan kepercayaan diri, menumbuhkan sikap rendah diri, dan mempermalukan anak. Sehingga orangtua, sebaiknya jagalah privasi anak.

3. Egois

Orangtua dengan kriteria ini biasanya selalu mengukur segala sesuatu sesuai dengan perasaannya. Perasaan orangtua adalah salah satu tolak ukurnya.

Pernahkan Bunda jengkel kemudian memarahi anak dengan kalimat, “Apa kalian tidak kasihan dengan Bunda?” “Apa kalian ingin Bunda cepat mati?” Sepertinya sepele ya, Akan tetapi, tindakan seperti ini bisa membuat anak merasa terbebani.

Mereka harus bertanggung jawab atas perasaan orangtuanya. Bila maksudnya adalah agar anak memahami perasaan orang lain atau agar anak bisa berempati, sebaiknya gunakan cara lain yang lebih efektif dan tentu dengan pendekatan yang tepat pula.

4. Menjadi Monster

Jika Anda tidak ingin anak Anda menjadi monster janganlah bersikap seperti monster. Orangtua yang suka memukul dan membentak anak adalah monster bagi anak-anak. Mungkin, tujuannya adalah agar anak bisa disiplin dan tidak manja.

Akan tetapi, tindakan seperti ini justru akan membuat anak menjadi monster seperti orangtuanya. Orangtua harus sadar bahwa tugas orangtua adalah memberikan rasa aman untuk anak-anaknya Kekerasan bukanlah tindakan yang tepat untuk mendidik anak-anak.

5. Menjadi Rentenir

Ini adalah istilah untuk orangtua yang selalu mengungkit tentang besarnya biaya yang telah dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan anak.

Hal tersebut dijadikan alat supaya anak-anak mengikuti kemauannya. Semacam mekanisme pertahanan orangtua ketika anak-anak ingin menentukan jalan hidupnya sendiri.

Sebagai anak, kita tentu sepakat bahwa orangtua telah berkorban begitu banyak untuk anak-anak demi masa depan anak yang cemerlang. Akan tetapi, sekali lagi, anak-anak juga berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Jangan memaksa anak untuk mewujudkan mimpi orangtua yang belum tercapai.

6. Melontarkan Candaan yang Mengecilkan Hati Anak

Lelucon ringan tentang warna kulit, bentuk tubuh, atau rambut yang gimbal sekilas terlihat biasa saja. Orangtua sering sekali membuat hal tersebut sebagai bahan candaan di depan saudara.

Akan tetapi, pernahkah Anda melihat bagaimana ekspresi anak anda saat Anda melontarkan candaan-candaan tersebut?

Jika anak anda terlihat sedih atau marah, itu artinya candaan kita sudah keterlaluan. Hal ini bukan berarti anak Anda “drama” atau terlalu sensitif. Anda telah melanggar privasinya sebagai sesama manusia. Bisa jadi, harga dirinya terluka. Untuk itu, segeralah minta maaf.

7. Selalu Menyalahkan Anak

Selayaknya kehidupan naik-turun adalah hal yang sangat wajar. Kita tidak bisa selalu mengharapkan kehidupan yang baik.

Ada satu sisi di mana keluarga sedang dalam kondisi yang buruk, orangtua selalu menyalahkan anak. Jika Anda berlaku demikian, itu berarti Anda telah menjadi toxic parents untuk anak-anak Anda.

Toxic Parents memberikan efek negatif yang sangat besar untuk anak-anak Anak-anak bisa tersiksa secara mental Anak-anak tipe penurut akan berusaha sekeras mungkin untuk membahagiakan orangtuanya dengan cara menekan segala hal yang mereka inginkan. Di sisi lain, anak dengan tipe pemberontak akan menjadi pembangkang untuk orangtuanya.

Anak-anak bisa menderita sakit mental maupun fisik. Anak-anak bisa mengalami stres berkepanjangan. Efek paling buruknya adalah anak bisa berubah menjadi “monster” yang menakutkan, terutama untuk anak-anak mereka kelak. Jika Anda menjadi toxic parents, anak tidak akan merasa senang ketika berbicara, menghabiskan waktu, atau berpikir tentang Anda. Bahkan anak bisa menjadi sangat ketakutan, depresi, atau emosional hingga melampiaskannya pada hal lain.

Figur orangtua tentu saja akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, sebagai orangtua yang baik Anda tentu harus memberi pola asuh yang tepat untuk anak. Jangan sampai pola asuh yang buruk membuat keutuhan keluarga menjadi bermasalah.      

Bila ada orang tua ada yang merasa memiliki ciri-ciri toxic parents, tak ada salahnya untuk secara perlahan memperbaikinya. Selain itu,  juga dapat berkonsultasi pada psikolog keluarga untuk mendapat bantuan secara profesional dalam mengatasi masalah ini. Menghadapi orang tua yang toksik memang tidaklah mudah. Diperlukan kesabaran yang ekstra untuk tidak menyinggung dan tetap menghargai orang tua, tetapi tetap menjaga kesehatan pikiran kita sendiri.

Bagaimana bila anak berada di circle toxic parents? Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa dilakukan ketika menghadapi toxic parents:

  1. Menetapkan batasan antara diri sendiri dan orang tua Menetapkan batasan dengan toxic parents memang terlihat cukup sulit terlebih jika kamu masih tinggal dalam satu rumah. Untuk menetapkan batasan ini kamu harus bersikap asertif yaitu tegas dan percaya diri dalam berkomunikasi tanpa memancing respons negatif dari lawan bicara. Komunikasikan dengan orang tuamu apa saja hal yang membuat kamu merasa tidak nyaman dan bahagia. Sesekali kamu bisa mengatakan “tidak” jika memang yang mereka katakan tidak sesuai dengan keinginanmu. Namun, pastikan kamu memberi alasan yang jelas agar mereka tidak memaksamu lagi.
  2. Alihkan pembicaraan ke arah yang positif Ketika orang tua sedang mengutarakan kemauannya yang bukan kehendakmu atau mengkritikmu tanpa memberi dukungan, sebisa mungkin kamu jangan terbawa emosi dan berdebat dengan mereka, ya. Alih-alih menyelesaikan masalah, berdebat justru hanya akan memperburuk keadaanmu dengan mereka. Lebih baik alihkan pembicaraan ke arah yang positif agar mereka lupa dengan pembahasan yang tidak mengenakkan tersebut. Misalnya, kamu bisa membahas pencapaianmu atau mungkin menanyakan hal menyenangkan tentang apa saja kepada orang tuamu yang dialami di hari itu.
  3. Carilah kesibukan di luar rumah Cobalah untuk mencari kesibukan agar pikiranmu terbebas dari omongan orang tua yang toksik dan membuatmu merasa rendah diri. Bisa dengan menekuni hobi atau mempelajari hal yang belum pernah kamu lakukan sebelumnya. Membuat orang tuabangga, sehingga mereka bisa mendukung apa yang kamu lakukan.
  4. Sempatkan waktu untuk me time Sesekali luangkanlah waktu menyendiri untuk mengisi ulang energi fisik dan mental kamu. Kamu bisa melakukan me time dengan berbagai cara, misalnya dengan staycation di hotel, pergi ke pantai, mendaki gunung, atau sekadar menyendiri di taman dan menikmati suasana yang tenang. Selain itu, me time juga membuat pikiranmu lebih rileks, sehingga kamu akan lebih sabar dalam menghadapi toxic parents. Me time juga merupakan cara untuk mencintai dirimu sendiri. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan dirimu yang mungkin terluka karena toxic parents.
  5. Jangan memaksa untuk mengubah perilaku orang tua Meski apa yang mereka lakukan memang salah, jangan memaksa orang tuamu untuk berubah menjadi sosok yang ideal, ya, apalagi dalam waktu yang singkat. Hal ini hanya akan memancing keributan yang bisa membuatmu sangat frustrasi. Lebih baik fokuslah untuk mengontrol diri sendiri saat merespons pembicaraan orang tua agar tidak menyinggung perasaan mereka.

Terlepas dari perlaku toxic mereka, sudah seharusnya, kan kamu sebagai anak senantiasa menyayangi dan mengasihi orang tuamu.

Kontrol emosi, bicara dengan lembut, serta tetaplah bersikap baik dan sopan kepada kedua orang tuamu. Jika kamu memang kesulitan dalam menghadapi masalah dengan toxic parents, konsultasikanlah masalahmu dengan psikolog guna mendapatkan solusi. Jika memungkinkan, bujuk orang tuamu untuk ikut berkonsultasi agar mereka juga bisa mendapatkan arahan tentang hubungan orang tua dan anak yang baik.

Perlu Anda ingat, Parents, bahwa anak adalah titipan yang senantiasa harus selalu kita jaga. Tidak ada orang tua yang sempurna, tidak ada orang tua yang tidak melewati kegagalan dalam mendidik anak Yang ada adalah orang tua yang mau terus belajar memperbaiki dan melakukan pendekatan kepada anak, sehingga dapat menelurkan generasi unggulan di masa depan.

Dampak Anak yang Dididik dengan Toxic Parents

Faktor utama yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah lingkungan yang ada di dalam keluarga dan juga sikap orang tuanya. Bagaimana seorang anak bertumbuh menjadi dewasa sebagian besar dipengaruhi oleh seperti apa cara orang tua mendidik nya.

Meski setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, adakalanya mereka melakukan tindakan yang cenderung berlebihan. Hal yang bisa digolongkan sebagai tindakan toxic dan mengganggu tumbuh kembang anak khususnya secara mental.

  1. Merasa sulit dan tidak dicintai cinta kasih dari orang tua,  salah satu tanda yang menunjukkan bahwa orang tua dikatakan sebagai toksik parents adalah sikapnya yang terlalu sering menyalahkan dan menakuti anak.
  2. Membuat anak menjadi tidak berkembang, sikap orang tua yang demikian akan membuat anak merasa insecure dan tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu. Bila mereka merasa ada sesuatu yang salah terjadi di lingkungan sekitarnya mereka akan cenderung menyalahkan diri sendiri bahkan belum tentu demikian kenyataannya.
  3. Haus perhatian, Anak yang dibesarkan oleh Toxic parents akan cenderung selalu haus akan kasih sayang karena mereka tidak mendapatkannya dari orangtuanya,  tanpa disadari sikap yang demikian akan menjadi sebuah kebiasaan yang membuat anak selalu melakukan hal yang sama untuk bisa mendapatkan perhatian dari orang lain.
  4. Merasa terkekang dalam mengambil keputusan. Dalam setiap hubungan, Sikap saling menghargai kebebasan masing-masing sangatlah penting. Sebuah hubungan menjadi tidak sehat bila salah satu menjadi lebih dominan tanpa memperhatikan perasaan pihak lainnya kondisi yang sama juga bisa terjadi dalam hubungan antara orangtua dan anak khususnya pada anak yang dibesarkan oleh Toxic parents karena ketika orangtua terlalu memaksakan kehendak dan terlalu dominan pada anak hal tersebut akan membuat anak merasa takut untuk memutuskan sesuatu apalagi bila orangtua sudah mengancam memberikan hukuman saat anak-anak melakukan sesuatu diluar keinginan orangtuanya
  5. Mudah mengalami depresi dan gangguan kesehatan fisik. Toxic parents memegang pengaruh paling besar yang dapat membuat seseorang anak lebih mudah mengalami depresi atau anxieties Disorder. Sikap orangtua Toxic yang terlalu mengekang dan memaksa anak, lama-kelamaan akan membuat kesehatan mental anak anda menjadi terganggu bila anak tumbuh dan berkembang  dengan kondisi mental yang tidak sehat dan penuh tekanan maka secara fisik mereka akan cenderung lebih mudah sakit.
Sepiah Sepiani

Penulis: Sepiah Sepiani
Mahasiswa D3 Kebidanan Universitas Binawan

Dosen Pengampu:  Apriani Riyanti, M.Pd

Referensi

https://youtu.be/2myQrc-m9sw Hallo Parents..Pada penghujung tahun 2020 ini, dr. Sapta membuat edisi khusus trilogy of Toxic. Dan episode Toxic ke #2 ini adalah Toxic Parents.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI