Tradisi Rebo Wekasan Desa Suci

Rebo Wekasan
Rebo Wekasan di Desa Suci

Gresik juga memiliki banyak kekayaan budaya yang cukup terkenal. Salah satunya adalah kebudayaan Rebo Wekasan yang ada di Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Budaya Rebo Wekasan selain identik dengan keramaian, juga memiliki nuansa Religius yang sedikit terlupakan oleh mayarakat. Karena mereka mungkin tidak mengtahui persis apa sejarah yang melatar belakangi munculnya Budaya Rebo Wekasan dan Sejarah Nama Desa Suci.

Masyarakat di Gresik sudah tidak asing lagi dengan acara tradisional Rebo Wekasan yang berpusat di Desa Suci, yaitu Desa di sebelah barat kota Gresik kurang lebih 7 km dari jantung kota Gresik. Nama Suci inilah yang mengilhami adanya keramaian Rebo Wekasan. Budaya ini konon terjadi sejak ditemukannya sumber air oleh seorang kerabat Kanjeng Sunan Giri pada tahun 1483 M ini berdasar catatan sejarah Kota Gresik.

Asal Usul Desa Suci

Mengenai asal usul nama Desa SUCI, awalnya kerabat Kanjeng Sunan Giri diperintahkan untuk menyebarkan agama islam ke barat Kota Gresik. Kerabat tersebut tiba di sebuah tempat diujung selatan Desa Suci, yaitu bertempat di Kampung Polaman. Lalu didirikanlah Masjid yang berfungsi juga sebagai pesantren sebagai tempat untuk menuntut ilmu keagamaan. Kemudian untuk sebuah sumur yang dapat digunakan untuk bersuci dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Bacaan Lainnya

Karena saking besarnya manfaat air sumur itu kemudian dikenal dengan nama sumur gede yang dalam bahasa Indonesia berarti sumur besar. Sumur tersebut terlihat biasa saja, akan tetapi manfaat sumur itu terhitung besar sehingga masyarakat menyebutnya sumur gede. Adapun di sebelah sumur tersebut tumbuh sebatang pohon asem yang rasa buahnya cukup manis. Sehingga kampung tersebut dinamakan kampung Asem Manis sampai sekarang.

Selanjutnya kebutuhan air lama-lama tidak mencukupi. Maka atas petunjuk Kanjeng Sunan Giri diperintahkannya kerabat tadi untuk menelusuri lereng bukit di sebelah utara kampung Polaman. Sang kerabat melihat rerimbunan pohon-pohon besar di tempat itu. Ada pohon Randu, pohon Beringin, dan Pohon kesono yang membentuk sebuah gerumbul. Lalu ia mendekat dan melihat-lihat di bawah rerimbunan pohon-pohon tadi terdapat sumber air yang sangat jernih sekali.

Sumbernya sangat besar sampai airnya meluap ke permukaan tanah sehingga kalau untuk kebutuhan kesucian sangat baik dan memenuhi syarat menurut Agama sehingga kampung itu dinamakan Kampung Suci. Dengan ditemukannya sumber air itu setiap tahun tepatnya tiap bulan shafar hari Rebo yang terakhir diadakan Riyadhoh dan tasyakkura. Kemudian dilanjutkan sholat malam, sujud syukur sebagai ucapan terimakasih kepada Allah SWT dan memohon agar diberikan keselamatan, dijauhkan dari segala penyakit.

Banyak orang mengambil air dari sumber tersebut untuk dibawa pulang sebagai Tabarrukan, serta banyak pula para pengunjung melemparkan uang receh kedalam sumber air. Akibatnya beberapa anak kecil dengan segera berlomba menyelam mengambil uang receh tersebut. Keindahan Gua-Gua di Gunung Suci antara lain: Gua Alang-alang, Gua Anten, Gua Gede, Gua pelesiran, Gua seleman, Gua Kelelawar,Gua pincukan, Gua Jaran dll.

Istilah Rebo Wekasan

Mengenahi Istilah Rebo Wekasan bila ditinjau dari bahasa Arab, ARBA’A berarti hari rabu, sedangkan Hasanun yang berarti Bagus. Hari rebu itu sebaiknya dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang bagus, sedangkan ditinjau dari bahasa Jawa berarti Rebo Pungkasan atau rebo yang terakhir pada setiap bulan Shafar. ini pengaruh dalam perhitungan Jawa yang mempunyai pengertian dari kata Rebo Wekasan dalam bahasa Jawa dimana sejak nenek moyang dulu sudah ada acara ritual keagamaan di masa kejayaan SUNAN GIRI.

Berkaitan dengan itu banyak ulama yang menyebutkan bahwa pada Bulan Shafar Allah menurunkan 500 lebih macam penyakit. Maka untuk mengantisipasi agar terhindar dari musibah tersebut banyak ulama yang melakukan tirakatan yaitu beribadah menghadap Allah SWT seraya berdo’a agar dijauhkan dari malapetaka itu utamanya dilakukan pada Hari Rabu yang terakhir dibulan Shafar.

Banyaknya pengunjung yang datang dari tahun ketahun secara otomatis mengundang para pedagang/penjual makanan dan minuman. Dimana pada awalnya makanan dan minuman yang dijual jenisnya sangat sederhana diantaranya Kacang Goreng,Kacang godog yang dipikul dan dilengkapi lampu Oplik sebagai penerangan.

Sedang minuman yang dijual berupa Cao Plek, Dawet dan serbat, disamping itu ada makanan khas Rebowekasan yang dijual sejak dulu yaitu Rujak manis dan Dawet yang berasal dari Desa ROMO , Serabi Raksasa dan Wingko dari DOHO. Kupat Keteg dari GIRI, sedangkan acara silatur rahim sanak famili dari luar Desa dan Kota disuguhkan makanan khas LONTONG BUMBU LADAN yang dilengkapi dengan Tempe, Tahu, dan daging ayam.

Adapun hiburannya sering berganti seiring perkembangan zaman. Kalau dulu hiburan yang sangat dominan pada acara Rebowekasan tersebut antara lain: Wayang kulit, panggung sandiwara yang bernafaskan islam, pencak silat, layer tancap, komedi putar, dan Hadrah. Namun hanya Seni Hadrah yang masih diadakan setiap tahun, sekaligus mengadakan kegiatan Istighotsah yang dilaksanakan setiap sari senin malam selasa sehari Sebelum Rebowekasan di bulan Shafar.

Muhammad Rifqi Al Farrel
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Editor: Muflih Gunawan

Baca Juga:
Memahami Makna Kematian dalam Tradisi Dayak Bahau
Kesenian Ludruk di Jawa Timur yang Mulai Pudar
Berkembangnya Kearifan Lokal Kesenian Bantengan Mojokerto

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI