Radikalisme bertujuan untuk membuat perubahan yang besar atau drastis dengan menggunakan kekerasan yang sudah muncul pada saat masa kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tahun 1949. Gerakan radikalisme awalnya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap komunisme di Indonesia dan perlawanan terhadap penerapan Pancasila sebagai asas Tunggal dalam Politik.
Rasisme merupakan perbedaan pandangan atau ketidaksetaraan perilaku terhadap ras, suku ataupun asal usul seseorang yang minoritas. Awal mula munculnya rasisme di Indonesia ketika Belanda mengirim orang pribumi sebagai kaki tangan pemerintah kolonial untuk mengatur kebijakan di Papua, dan saat itulah tindakan rasisme muncul, yaitu terhadap masyarakat Papua.
Baca juga: Bernaung dan Menaungi Pancasila
Radikalisme dan Rasisme bisa mengancam ideologi Pancasila sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dari itu kita sebagai warga negara Indonesia harus senantiasa menghindari tindakan Radikalisme dan Rasisme.
Pelajar merupakan sosok yang pemerintah dan warga negara Indonesia harapkan untuk memimpin bangsa dan negara di masa depan.
Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tindakan Radikalisme dan Rasisme belakangan ini sudah mulai bermunculan di lingkungan sekolah. Sudah ada beberapa kasus yang terjadi di lingkungan sekolah Indonesia antara lain; di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Baca juga: Ciptakan Kedamaian dengan Budaya Toleransi
Seorang pembina Pramuka dari Gunung Kidul yang menjadi peserta Kursus Mahir Lanjut (KML) Gerakan Pramuka, dalam praktiknya mengajarkan kepada anak-anak yel-yel dan tepukan rasis dengan menyebut kata kafir. Aksi itu terjadi di salah satu Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta.
Kasus rasisme yang baru-baru ini viral di media sosial terjadi pada hari Selasa, 27 Oktober 2020. Seorang guru di SMAN 58 Ciracas, Jakarta Timur dengan inisial TS mengajak para siswa memilih calon ketua OSIS dari pasangan calon yang berlatar agama Islam.
Ia juga melarang siswanya memilih calon non-muslim. Ujaran TS itu disampaikan dalam sebuah grup WhatsApp bernama Rohis 58. “Assalamualaikum hati-hati memilih Paslon 1 dan 2 calon non Islam,” kata TS
Universitas Internasional Batam dengan mata kuliah pancasila saat ini sedang melakukan program pembelajaran PASEPRO (Pancasila Social Experimental Project) dengan tujuan menumbuhkan rasa cinta tanah air dan rasa kepedulian terhadap bangsa Indonesia.
Dalam kesempatan ini kami mahasiswi Universitas Internasional Batam program studi Akuntansi yang terdiri dari 4 anggota yaitu Catherine (2142025), Celine Patrisia Sinurat (2142103), Joyce Tan (2142096) dan Julia (2142112) melakukan sosialisasi pencegahan Radikalisme dan Rasisme pada salah satu SMK di Dabo Singkep, yaitu SMK Mahardika Singkep.
Kami berharap dengan sosialiasi yang kami laksanakan ini bisa membantu pemerintah maupun warga negara Indonesia agar terhindar dari tindakan Radikalisme dan Rasisme di Indonesia. Dan juga jangan lupakan semboyan bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Laporan: Julia
Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Internasional Batam