Akhlak dalam Berkeluarga

Akhlak dalam Berkeluarga
Akhlak dalam Berkeluarga (Sumber: Penulis)

Abstrak

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai moral individu. Salah satu aspek kunci dalam memelihara harmoni dan kebahagiaan dalam keluarga adalah akhlak atau etika yang diterapkan oleh setiap anggota keluarga.

Islam, sebagai agama yang mencakup aspek spiritual dan praktis kehidupan sehari-hari, memberikan perhatian yang besar pada akhlak atau etika dalam berbagai konteks, termasuk dalam lingkup keluarga. Artikel ini mengulas peran penting akhlak dalam membentuk dinamika keluarga yang harmonis menurut ajaran Islam.

Dengan merujuk pada sumber-sumber agama dan pemikiran ulama, artikel ini menyajikan pandangan tentang prinsip-prinsip akhlak yang mendasari hubungan keluarga dalam Islam.

Bacaan Lainnya
DONASI

Kata Kunci: Akhlak Dalam Keluarga, Keluarga, Islam

 

Pendahuluan

Pada era modern ini, kehidupan masyarakat menjadi semakin mudah dan cepat berkat teknologi canggih seperti Internet dan komputerisasi. Namun, kondisi ini juga membawa tantangan tersendiri, terutama dalam hal mempertahankan makna hidup yang mendalam.

Rutinitas modern yang menuntut profesionalitas sering kali menjadikan manusia terjebak dalam peran “manusia robot” yang hanya mengikuti rutinitas tanpa makna yang lebih dalam. Oleh karena itu, penting untuk menanamkan nilai-nilai akhlak dan moral yang sesuai dengan ajaran Islam kepada generasi penerus, dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga.

Lingkungan keluarga membentuk pribadi individu yang nantinya akan menjadi kebiasaan sehari-hari. Seorang suami, sebagai kepala rumah tangga, harus bijaksana, bersifat pemaaf, mendengarkan alasan istri dan anak-anak, serta tidak langsung menghukum tanpa pertimbangan. Suami harus menjadi teladan dalam berakhlak mulia bagi istri dan anak-anaknya.

 

Pembahasan

Akhlak adalah jamak dari kata “khuluqun” dalam bahasa Arab, yang berarti budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat. Kata ini berasal dari “khalaqa,” yang berarti menciptakan, dan berhubungan dengan “Khaliq” (Pencipta) serta “makhluq” (yang diciptakan). Hubungan ini menunjukkan bahwa akhlak melibatkan perpaduan antara kehendak Tuhan dan perilaku manusia.

Elemen Utama Akhlak:

  1. Kognitif: Pengetahuan dasar manusia melalui intelektualitasnya.
  2. Afektif: Pengembangan pikiran dengan menganalisis fakta dalam kerangka ilmu pengetahuan.
  3. Psikomotor: Tindakan nyata dari pemahaman rasional.

Ciri-ciri Akhlak:

  1. Tertanam dalam Jiwa: Menjadi bagian dari kepribadian seseorang.
  2. Dilakukan dengan Mudah: Tidak memerlukan pemikiran yang kompleks.
  3. Berasal dari Diri Sendiri: Dilakukan tanpa paksaan.
  4. Perbuatan Nyata: Tindakan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
  5. Ikhlas karena Allah: Dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Akhlak dalam Islam:

Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional, tetapi memiliki nilai mutlak yang berlaku di segala kondisi dan situasi. Nilai-nilai seperti kejujuran dan keadilan harus diterapkan terhadap siapa saja, baik muslim maupun non-muslim, dan ditegakkan bahkan terhadap diri dan keluarga sendiri.

Peran Akhlak dalam Keluarga:

Kepala keluarga harus mampu mengatur dan mengelola sistem dalam keluarga, yang mampu memenuhi kebutuhan anggotanya. Setiap anggota keluarga harus memiliki komitmen untuk mentaati peraturan yang telah disepakati demi terciptanya keharmonisan.

Sikap yang Mendukung Keharmonisan Keluarga:

  1. Tanggung Jawab: Kehidupan keluarga yang damai memerlukan regulasi, kontrol, dan kedisiplinan yang optimal. Kepemimpinan dalam rumah tangga adalah tanggung jawab, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR Bukhari dan Muslim).
  2. Kerjasama: Kerjasama dalam keluarga penting untuk kesejahteraan semua anggotanya. Kerjasama suami istri yang transparan tanpa dusta menciptakan rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan, saling menghormati, dan akuntabilitas, sehingga terbentuk kehidupan keluarga yang stabil dan harmonis.
  3. Kasih Sayang: Kasih sayang adalah pondasi untuk membangun keluarga bahagia. Kasih sayang antara suami istri, orang tua, dan anak-anak menjadi dasar hubungan yang saling melengkapi, meskipun terkadang rasa tidak suka atau kebencian muncul. Namun, kasih sayang orang tua biasanya lebih besar daripada kebencian mereka terhadap kenakalan anak.
  4. Disiplin: Disiplin adalah kunci keberhasilan pendidikan dalam keluarga. Aturan keluarga harus memiliki tujuan jangka panjang dan dijalankan dengan konsisten. Orang tua harus memberikan contoh disiplin agar aturan tersebut efektif.
  5. Perhitungan dan Keseimbangan: Keharmonisan dalam keluarga memerlukan perhitungan yang tepat dan keseimbangan antara cinta kepada anak-anak dan tanggung jawab untuk generasi berikutnya. Pernikahan yang didasari cinta, kasih sayang, keikhlasan, dan ibadah akan mendorong keluarga yang bahagia dan langgeng.

A. Akhlak kepada Suami atau Isteri

Pernikahan dalam Islam merupakan akad yang diridhoi oleh Allah SWT, antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Dalam pernikahan, pasangan dapat menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh cinta, kasih sayang, saling membantu, pengertian, dan toleransi, sehingga mereka dapat menikmati kehidupan yang damai dan tenteram.

Kehidupan suami istri yang lembut, harmonis, saling percaya, dan memahami digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. al-Rum: 21).

Ayat ini menjelaskan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah menciptakan keluarga yang sakinah (damai). Keluarga sakinah ditopang oleh dua faktor, yaitu adanya mawaddah (cinta yang lahir dari hal-hal material) dan rahmah (kasih sayang yang lahir dari hal-hal spiritual). Mawaddah berlaku pada pasangan muda yang masih sehat dan cantik, sedangkan rahmah lebih dominan pada pasangan tua yang tidak lagi memiliki daya tarik fisik.

Menurut Al Ghifari, akhlak yang baik dalam keluarga melibatkan kesetiaan, keterbukaan, tidak protektif atau posesif berlebihan, dan keceriaan serta murah senyum. Kesetiaan menunjukkan karakter istri yang setia dalam setiap keadaan.

Keterbukaan berarti rumah tangga tidak boleh dirahasiakan dan harus menyelesaikan masalah secara wajar. Sikap protektif yang berlebihan dapat merusak hubungan, sehingga penting untuk membangun rasa saling percaya. Keceriaan dan senyum istri dapat menciptakan kehidupan keluarga yang bahagia dan harmonis.

Suami memiliki beberapa kewajiban terhadap istri, di antaranya adalah:

1. Mengedepankan sikap kasih sayang dan kelembutan dalam bergaul dengan istri, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. an-Nisa’: 19).

2. Selain itu, suami harus memperlakukan istri dan anak-anak dengan kasih sayang, kuat menghadapi situasi tidak nyaman, dan terampil mencandai istri untuk menjaga kebahagiaan rumah tangga.

Istri juga memiliki beberapa kewajiban terhadap suaminya, seperti memiliki jiwa qana’ah (merasa cukup), berbakti kepada suami, menjadi guru pertama bagi anak-anak, dan menjaga akhlak yang baik dengan tidak menceritakan masalah rumah tangga kepada orang lain tanpa izin suami. Suami dan istri yang bijak harus saling menjaga dan mengingatkan agar rumah tangga berjalan pada rel yang benar.

B. Akhlak Orang Tua kepada Anak

Hubungan antara orang tua dan anak serta hak dan kewajiban setiap individu diatur dalam ajaran Islam. Orang tua harus menciptakan hubungan harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya. Orang tua terbaik adalah yang mampu menjadikan keturunannya generasi rabbani dengan kepribadian dan akhlak seperti Nabi SAW.

Orang tua harus bertakwa kepada Allah Swt, bersikap lembut terhadap anak, dan memperhatikan pendidikan serta pengasuhan anak demi kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kondisi anak sangat dipengaruhi oleh pola didik orang tua. Penting bagi orang tua untuk selalu menyediakan waktu dan perhatian, meski di tengah kesibukan. Anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang selain kebutuhan fisik. Anak adalah penyejuk pandangan mata (qurrata a’yun), sumber kebahagiaan, dan belahan jiwa, sebagaimana firman Allah:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Furqan: 74).

Kehadiran anak membuat keluarga hidup, harmonis, dan bahagia. Ketidakhadiran anak membuat keluarga hampa, kehilangan ruh yang menjiwai keluarga. Bagi ayah, anak adalah penopang dan penyemangat; bagi ibu, anak adalah harapan hidup dan penyejuk jiwa.

Orang tua memiliki tanggung jawab utama terhadap anak-anak mereka, yang dijelaskan dalam buku Prinsip Dasar Akhlak Mulia. Tanggung jawab tersebut meliputi:

  1. Menerima kehadiran anak sebagai amanah dari Allah Swt.
  2. Mendidik anak dengan benar.
  3. Memberikan kasih sayang.
  4. Bermurah hati dengan anak-anak.
  5. Tidak membedakan anak laki-laki dan perempuan dalam kasih sayang maupun harta.
  6. Waspada terhadap hal yang mempengaruhi pendidikan anak.
  7. Tidak mengutuk anak.
  8. Menanamkan akhlak mulia.

Semua orang tua harus memperhatikan tumbuh kembang anak, baik pengasuhan, kasih sayang, pembinaan rohani, maupun keimanan dan ketakwaan. Orang tua perlu menjadi motivator, role model utama, dan fasilitator anak.

C. Akhlak Anak terhadap Orang Tua

Dalam syari’at Islam, seorang anak wajib berbuat baik kepada orang tuanya, tidak boleh menyinggung perasaan mereka, meskipun mereka melakukan sesuatu yang tidak benar. Seorang anak boleh menasihati mereka namun tidak boleh berbicara kasar.

Birrul Walidain berarti menghormati hak dan kewajiban orang tua. Kita harus menaati mereka, membuat mereka bahagia, dan menghindari menyakiti mereka. Dalam pandangan Islam, menghormati orang tua disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis.

Rasa hormat ini wajar karena ikatan batin yang kuat antara anak dan orang tua, mengingat pengorbanan ibu yang mengandung dan ayah yang mencari nafkah. Pengorbanan mereka untuk membesarkan anak sangat besar, namun orang tua tidak pernah meminta anak-anak untuk membalas. Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Ahqaf ayat 15-16 menekankan pentingnya menghormati orang tua:

“وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ * أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ”

Dalam ayat tersebut, Allah menekankan bahwa kita harus berbuat baik kepada orang tua karena jasa-jasa mereka sangat besar. Begitu juga dalam Surah Al-Isra ayat 23-24:

فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا * وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar kita tidak berkata kasar atau membentak orang tua, melainkan berbicara dengan sopan dan penuh kasih sayang. Kita juga diperintahkan untuk mendoakan mereka, “Ya Allah, kasihanilah mereka sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu kecil.”

Menghormati orang tua dalam Islam berarti bersikap sopan, santun, ramah baik dalam perkataan maupun perbuatan, memenuhi kebutuhan mereka, dan menjaga agar mereka merasa senang dengan kita. Sikap rendah hati kepada orang tua harus dilakukan dengan cinta dan kesadaran dari hati, bukan karena terpaksa atau untuk menghindari celaan orang lain.

 

Simpulan

Dalam kehidupan manusia akhlak merupakan faktor penting untuk meraih kebahagiaan terutama dalam keluarga, karena melahirkan perilaku yang menyenangkan, dan menenangkan jiwa dan menjalin hubungan yang baik dengan Allah dan manusia.

Akhlak dalam keluarga merupakan aktualisasi sikap kasih sayang yang dikemas dengan bentuk komunikasi antar anggota keluarga, sehingga terwujud hubungan yang harmonis. Anak-anak dengan kedua orang tuanya, maupun sebaliknya, suami dan isteri yang saling menyayangi dan menghormati.

Berbakti kepada orang tua merupakan sebuah kewajiban seorang anak dalam menujukkan akhlak atau perilaku yang terpuji terhadap orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa cara dapat dilakukan sebagai perwujudan rasa hormat terhadap kedua orang tua.

Seperti menyapa mereka dengan santun, berbicara dengan sopan, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya, terutama jika keduanya sudah lanjut usia, disaat kita bepergian berpamitan apabila kita menghuni di rumah yang sama, berilah kabar tentang situasi kita dan tanyakan tentang situasi mereka melalui sarana komunikasi jika tidak berada di  rumah yang sama.

 

Penulis:

  1. Mail Santosa (312310817)
  2. M. Ilham Firdaus (312310021)
  3. Midori Eidelweis Putri Rinjani (312310012)
  4. Rifka Alya Amalia (312310816)
  5. Taufik Hidayat (312310813)

Mahasiswa Teknik Informatika, Universitas Pelita Bangsa

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Abdul Hamid, & Beni Ahmad Saebani. (2010). Ilmu Akhlak. Pustaka Setia.

Abu al-Ghifari. (2003). Wanita Ideal Dambaan Pria Sejati. Mujahid.

Abu Luthfiyah. (2000). Wahai Anakku Berbaktilah Kepada Kedua Orang Tuamu.

Pustaka Ibnu Katsir.

Alhamdani. (1989). Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Pustaka Amani.

Al-Hasyimy, M. A. (1997). Jatidiri Wanita Muslimah. Pustaka Al-Kautsar.

Ali Akbar. (1981). Merawat Cinta Kasih. Pustaka Antar.

Al-Khahasyt, M. Ustman. (1990). Sulitnya Berumah Tangga, Upaya Mengatasinya

Menurut Qur`an, Hadits, dan Ilmu Pengetahuan (Al-Masyakiluz-Zaujiyah  Wahululuha fi Dhauil Kitabi Wassunnah Walma`riful Haditsah), . Gema Insani  Pers.

Asmail Azmy HB. (2021). Akhlak Tasawuf Sebuah Pengantar. K-Media.

Ata Firmansyah. (2020). Pengaruh Perhatian Orang Tua Terhadap Peningkatan Akhlak Anak. Alim | Journal of Islamic Education, 2, 140. https://doi.org/DOI:  https://doi.org/10.51275/alim.v2i1.174

Hadarah Rajab. (2020). Akhlak Tasawuf (1st ed.). Media Kalam.

Hasan Langgulung. (2003). Asas-asas Pendidikan Islam.

Quraish Shihab. (2004). Tafsir al-Misbah. Lentera Hati.

Marzuki. (2009). Prinsip Dasar Akhlak Mulia (Ajad Sudrajat, Ed.). Debut Wahana Press.http://library.fis.uny.ac.id/digital/fisbook/e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5/

Mirzon Daheri, & Idi Warsah. (2019). Pendidikan Akhlak: Relasi Antara Sekolah dengan

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.