Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi umat manusia. Karena itu, segala hal yang berkaitan dengan pangan dapat dimaknai sebagai hal yang menentukan masa depan umat manusia. Sehingga, penyelesaian masalah dalam bidang pangan merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan.
Sesuai dengan perkembangan zaman, muncul beberapa masalah dalam dunia pangan. Beberapa masalah tersebut di antaranya adalah minimnya pemberdayaan terhadap kebutuhan pangan, minimnya informasi terkait gizi dalam pangan, hingga minimnya akses informasi terhadap halal-haramnya suatu produk pangan. Ketiga hal ini merupakan suatu masalah pangan, terlebih bagi Masyarakat Indonesia.
Secara rinci, menurut data, Indonesia mengalami kenaikan dalam ketahanan pangan dalam kurun waktu 2012 hingga 2018 yang dinilai melalui Global Food Security Index (GFSI). Sejak saat itu hingga tahun 2022, ketahanan pangan mulai berada di fase dinamis yang mengganggu tren peningkatan di tahun-tahun sebelumnya (Pransuamitra, 2023).
Pada tahun 2022, ketahanan pangan Indonesia berada di angka 60,2%. Melalui data tersebut, ketahanan pangan Indonesia berada di bawah rata-rata ketahanan pangan dunia yang berada di angka 62.2%. Bahkan, rata-rata Asia Pasifik justru jauh lebih tinggi, di angka 63,4%.
Lebih miris lagi, Indonesia yang notabene merupakan negara agraris, tetapi hal yang paling “dibanggakan” adalah impor produk agraria seperti gula, beras dan lainnya. Sumbangan terhadap PDB pun hanya 12,4%, tidak lebih tinggi dari reparasi motor dan mobil (BPS dalam Pransuamitra, 2023).
Baca Juga: Upaya Pemenuhan Kebutuhan Pangan Masyarakat Indonesia Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Pangan Lokal
Suatu kemirisan bagi Indonesia yang tidak dapat menjaga tren peningkatan ketahanan pangan di angka yang aman. Namun, terdapat kemirisan yang sangat pula bagi keluarga yang sejatinya memiliki akses terhadap ekonomi yang mumpuni, tetapi minim di literasi gizi.
Secara data, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebutkan 21 juta warga Indonesia yang mengalami kekurangan gizi (CNN, 2023). Lebih lanjut, sebanyak 21,6% anak mengalami stunting.
Setali tiga uang, Bonaria Siahaan selaku Chief Excecutive Officer (CEO) dari Yayasan Care Peduli (YCP), menyebutkan bahwa literasi gizi menjadi masalah utama dibandingkan dengan akses ekonomi dalam hal pemenuhan gizi keluarga (Antara, 2023).
Bukan hanya dalam hal gizi, kesadaran keluarga dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan halal juga mengkhawatirkan. Bahkan, kekhawatiran terkait rendahnya tingkat literasi halal Masyarakat Indonesia disampaikan langsung oleh Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin (Sasongko, 2021).
Lantas, bagaimanakah masalah-masalah tersebut kemudian dapat terurai? Pertanyaan mengenai bagaimana masalah tersebut dapat terurai sebenarnya dapat melalui berbagai metode. Tetapi, metode yang paling mutakhir adalah membumikan masalah tersebut hingga ke lingkungan keluarga dahulu.
Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana masalah tersebut dapat membumi ke lingkungan keluarga? Hal tersebut yang menjadi latar belakang pentingnya Community Engagement melalui media sosial dalam menyelesaikan suatu masalah.
Community Engagement dibangun dari tiga pilar, yaitu collaboration, consultation dan communication. Dengan adanya media sosial, ketiga pilar tersebut akan mudah terpenuhi. Selain dapat menyebarkan informasi mengenai kebutuhan pangan yang dapat diakses oleh sebuah keluarga, media sosial juga dapat memberikan tempat kolaborasi dengan para pakar, pemerintah, hingga perusahaan.
Para pakar yang memiliki keilmuan tertentu akan sangat dibutuhkan dalam analisis masalah dan upaya penanganan solusi. Sedangkan pemerintah akan berperan besar dalam regulasi dan perusahaan akan berperan banyak melalui pendanaan.
Masyarakat dalam hal ini juga dapat melakukan tanya jawab seputar masalah ketahanan pangan keluarga melalui akses komunikasi berbasis komunitas maupun pribadi yang ada dalam lingkup media sosial. Community Engagement memang dapat dilakukan melalui berbagai cara.
Namun, media sosial akan menjadi alat yang paling mujarab dalam membumikan masalah dan solusi ini. Karena, menurit data Badan Pusat Statistik, sebanyak 67,29% masyarakat Indonesia memiliki telepon genggam. Dalam kepemilikan terhadap media sosial, sebanyak 49,9% masyarakat Indonesia memiliki akun media sosial setidaknya berjumlah satu akun (Rainer, 2024). Sehingga, Media sosial adalah alat yang paling mudah dalam menguatkan Community Engagement.
Baca Juga: Ketersediaan Pangan di Indonesia: Belum Makan Kalau Belum Makan Nasi
Jadi, masalah ketahanan pangan yang dialami oleh Indonesia sebenarnya merupakan masalah yang meluas dan cukup serius jika tidak ditangani dengan baik. Meluasnya masalah tersebut sejatinya membutuhkan alat penanganan yang meluas juga.
Pemilihan media sosial dalam hal ini sebagai alat Community Engagement akan berperan penting dalam membumikan masalah sekaligus penanganannya. Namun, kesimpulan ini tidak berhenti di sini saja.
Terdapat pertanyaan lanjutan yang wajib dikemukakan, “Siapa yang akan membangun media sosial Community Engagement dalam menangani masalah ketahanan pangan di Indonesia?” dalam rentang waktu 5-10 tahun ke depan, sosok tersebut adalah penulis.
Penulis: Prillia Restu Kemaladewi
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor
Referensi
Pransuamitra, Putu Agus, CNBC Indonesia. 2023. Ketahanan Pangan RI di Bawah Rata-Rata Dunia, Begini Faktanya. Dikutip pada tanggal 17 November 2024 dari https://www.cnbcindonesia.com/research/20230516074542-128-437635/ketahanan-pangan-ri-di-bawah-rata-rata-dunia-begini-faktanya.
CNN Indonesia. 2023. 21 Juta Warga RI Kekurangan Gizi dan 21,6 Persen Anak Stunting. Dikutip pada tanggal 17 November 2024 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230709144437-20-971275/21-juta-warga-ri-kekurangan-gizi-dan-216-persen-anak-stunting.
Antara News. 2023. YCP: Stunting Bisa Disebabkan Kurangnya Pemahaman Soal Gizi. Dikutip pada tanggal 17 November 2024 dari https://www.antaranews.com/berita/3692850/ycp-stunting-bisa-disebabkan-kurangnya-pemahaman-soal-gizi.
Sasongko, Agus. 2021. Rendahnya Literasi Halal Indonesia. Dikutip pada tanggal 17 November 2024 dari https://ihram.republika.co.id/berita/r2o8e2313/rendahnya-literasi-halal-indonesia-part2.
BPS. 2024. Proporsi Individu yang Menguasai/Memiliki Telepon Genggam Menurut Provinsi (Persen), 2021-2023. Dikutip pada tanggal 17 November 2024 dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTIyMSMy/proporsi-individu-yang-menguasai-memiliki-telepon-genggam-menurut-provinsi.html.
Rainer, Pierre. 2024. Inilah Media Sosial yang Paling Sering Dipakai di Indonesia. Dikutip pada tanggal 17 November 2024 dari https://goodstats.id/article/inilah-media-sosial-paling-sering-dipakai-di-indonesia-Pdyt0.
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News