Dampak Eksploitasi Tambang Nikel di Raja Ampat

Eksploitasi Tambang Nikel
Penulis (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Eksploitasi tambang nikel adalah kegiatan ekstraksi dan pemanfaatan bijih nikel untuk industri, seperti produksi baja tahan karat dan baterai. Proses ini biasanya melibatkan pembukaan lahan, penggunaan alat berat, dan pemisahan mineral. Jika dilakukan secara tidak bertanggung jawab, bisa menyebabkan deforestasi, pencemaran lingkungan, dan kerusakan ekosistem.

Raja Ampat adalah pusat keanekaragaman hayati dunia bukan sekedar destinasi wisata. Dari survei The Nature Conservancy (TNC) dan Conservation Internasional menunjukan bahwa 75% spesies laut dunia hidup di perairan Raja Ampat. Raja Ampat memiliki lebih dari 550 spesies karang, 1,427 spesies ikan, dan 700 lebih jenis moluska.

Eksploitasi Nikel oleh PT. GAG NIKEL di Pulau Gag, Distrik Waigeo Barat Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Menjadi isu lingkungan yang sangat penting untuk di perhatikan oleh Masyarakat, Pemerintah Daerah bahkan sampai Pemerintah Pusat. Dengan operatio PT. Gag Nikel di Pulau Gag mengancam kerusakan hutan, pencemaran air, merusak keanekaragaman hayati baik di daratan maupun dibawah laut.

Gag Nikel adalah anak usaha dari PT. Aneka Tambang Tbk (Antam). Perusahaan ini memang sudah lama menambang nikel di pulau Gag, Kehadiran tambang nikel di Raja Ampat sudah ada sejak tahun 1960-an. Pertambangan dikelola bebarapa perusahaan tambang hingga proses ekspolitasi dikelola PT Gag Nikel melalui ijin kontrak karya yang sudah berlangsung selama lima tahun.

Bacaan Lainnya

Walaupun pulau Gag dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa dan menjadi bagian penting dari ekosistem Papua. Saat ini ada 3 titik di Kabupaten Raja Ampat yang telah di eksploitas, diantaranya: Pulau Gag di Distrik Waigeo Barat Kepulauan, Pulau Kawe di Distrik Waigeo Barat Daratan dan Pulau Manuram di bagian utara Raja Ampat.

Gag Nikel sendiri memiliki konsensi seluas 13.136 hektare, termasuk 6.060 hektare daratan dan 7.076 hektare perairan. Padahal luas daratan pulau Gag hanya 6.500 hektare, sehingga hampir seluruh pulau dan laut sekitarnya masuk dalam kawasan eksploitasi. Apa dampak lingkungan dari tambang nikel dalam lima tahun terakhir?

Masyarakat adat meyakini bahwa aktivitas bisnis ekstraktif pertambangan nikel akan membawa malapetaka, mulai dari penggundulan hutan yang tidak terhindarkan, kerusakan dan pencemaran lingkungan sekitar, hingga kehancuran ekosistem perairan laut yang menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat selama generasi ke generasi.

Baca juga: Kearifan Budaya, Instrumen Penyangga Keberlanjutan Sumberdaya Alam di Tanah Papua

Pemerintah saat ini tengah gencar mendorong produksi nikel, untuk mendukung industri baterai mobil listrik. Namun proyek ini sama sekali tidak membawa manfaat bagi masyarakat Papua, terutama masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dengan adanya aktivitas tambang, maka ekosistem laut Raja Ampat terancam mengalami degradasi besar-besaran. Jika aktivitas tambang tidak segara di hentikan, maka keindahan Raja Ampat dan sumber mata pencaharian masyarakat adat akan hilang selamanya.

Proyek ini tidak hanya menimbulkan kerusakan ekosistem laut, tetapi juga mengganggu kehidupan sosial masyarakat seperti petani, nelayan, pemandu wisata, semua kehidupan dari alam. Saat proyek tambang masuk, masyarakat bukan hanya kehilangan pekerjaan tapi kehilangan identitas.

Mengenai dampak kerusakan lingkungan, office manager PT. Gag Nikel (RUDDY SAMUAL) mengatakan bahwa, sedimentasi laut terjadi di luar wilayah penambangan. Semua kegiatan pertambangan nikel di Pulau Gag dilaksanakan sesuai AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) dan mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup, sehingga pemerintah punya komitmen kuat melestarikan Raja Ampat.

Pertambangan tidak bakalan mengganggu sektor pariwisata dan perikanan di Raja Ampat. Perusahaan akan membuka lokasi wisata berbasis tambang. Wisatawan lokal maupun mancanegara selain menikmati wisata alam dapat pula menikmati proses penambangan nikel.

Ruddy mengklarifikasikan bahwa, PT Gag Nikel mengikuti kerangka acuan dalam AMDAL tentang pengelolaan lingkungan hidup, dan upaya pemantauan lingkungan hidup.

Fakta yang tidak bisa dipungkiri, aktifitas pertambangan tentu saja ada dampak lingkungan nya, dengan mengantongi dokumen AMDAL dari Pemerintah, PT Gag Nikel tau cara pengendalian lingkungan sehingga tidak terjadi dampak yang berakibat buruk pada lingkungan, masyarakat, dan ekosistem lainnya.

Beliau mengatakan bahwa, PT Gag Nikel TIDAK menggunakan bahan kimia apapun untuk melakukan proses penambangan, Terkait kualitas air selalu di ukur dengan baku mutu. Air hujan yang turun dari atas tidak langsung mengalir ke laut supaya tidak terjadi desimentasi. PT Gag Nikel menggunakan kolam-kolam pengendapan yang dimensinya setiap saat.

Jadi kalau misalnya air hujan datang itu masuk ke kolam-kolam pengedapan barulah mengalir ke laut, terbukti saat ini konsumsi ikan-ikan itu diambil dari sekitar Pulau Gag itu yang dihasilkan oleh masyarakat.” Ujarnya.

Sebagai Koordinator Dewan Adat Papua (DAP) wilayah III Domberai, di Provinsi Papua Barat Daya, Menurut Ronald kondjol. Eksploitasi nikel di Pulau Gag menyebabkan deforestasi besar-besaran hingga hutan adat di Pulau Gag menjadi rusak dan gundul.

Ronald Kondjol meminta agar Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Papua Barat Daya untuk membentuk tim investigasi dan menginspeksi langsung aktifitas Tambang PT Gag Nikel. Beliau menegaskan bahwa, perubahan warna air di bibir pantai serta deforestasi di Pulau Gag adalah bukti nyata dari adanya pencemaran dan kerusakan ekosistem yang sangat serius.

Beliau mengancam Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk segara menghentikan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, khususnya di Pulau Gag. jika tuntutan ini tidak di tindak lanjuti, masyarakat setempat akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di kantor pemerintahan setempat, Kementrian Lingkungan Hidup di Jakarta, bahkan hingga ke Istana Negara.

Kami tidak akan tinggal diam jika Tanah Adat kami dirusak, Kami siap melakukan aksi besar-besaran jika pemerintah tetap membiarkan eksploitasi tambang ini.” ujarnya.

Pada kesimpulannya, PT Gag Nikel menyatakan bahwa mereka melakukan eksploitasi nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Sudah sesuai dengan prosedur dari AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), dengan menjaga supaya tidak terjadi dampak pencemarah yang buruk kepada lingkungan, air dan kerusakan ekosistem didarat atau di bawah laut.

Tetapi masyarakat setempat tetap menolak dan meminta kepada pemerintah agar pengoperasian Tambang nikel PT Gag Nikel segara di berhentikan karena mengancam kerusakan hutan, laut, dan ekosistem lainnya.

Bagaimana nasib anak cucu masyarakat adat Papua jika hutan mereka sudah habis? Pemerintah harus segera turun tangan sebelum semuanya terlambat”

 

Penulis: Theresia Mardisye Ramela
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Cenderawasih

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses