Dampak Negatif Konsumsi Makanan Manis yang Diduga Dapat Menghilangkan Stres

makanan manis
Ilustrasi: istockphoto

Generasi Z (sering disingkat Gen Z), bahasa sehari-hari dikenal sebagai Zoomers, adalah kelompok demografis yang menggantikan generasi Milenial dan mendahului Generasi Alfa. Sebagai pekerja generasi pertama yang tumbuh dengan akses internet dan teknologi digital portabel sejak kecil.

Meskipun Gen Z masih memiliki literasi digital yang rendah, namun mereka disebut sebagai “digital natives” atau orang yang tumbuh dengan adanya revolusi digital. Tidak jarang Gen Z mengutamakan kesehatan mental, termasuk stres.

Gen Z akan melakukan segala kemungkinan untuk mencegah hal ini. Anda mencari di internet cara untuk mencegah stres. Anda dengan cepat memutuskan bahwa makan yang manis-manis akan mengurangi stres Anda, tanpa memikirkannya atau meneliti kebenarannya. Meskipun manisan merupakan makanan manis, namun mudah didapat, mudah diperoleh, dan memiliki banyak manfaat.

Menurut Nationalgeographic.co.id, stres mempengaruhi kita dalam banyak hal, mulai dari perubahan suasana hati hingga sakit kepala. Selain itu, saat Anda merasa stres, Anda cenderung makan makanan manis. Para peneliti telah melakukan beberapa penelitian untuk menguji hubungan antara stres dan makanan manis.

Bacaan Lainnya

Pertama, penting untuk dicatat bahwa memahami hubungan antara pola makan dan kesehatan mental, seperti pengaruh makanan manis terhadap stres, hal ini masih dalam tahap penelitian dan diperdebatkan di antara para ahli.

Beberapa orang menemukan bahwa makan yang manis-manis memberikan efek positif pada suasana hati mereka, sementara yang lain tidak merasakan efek yang signifikan. Kortisol dalam tubuh diduga ikut berperan dalam keinginan makan yang manis-manis saat stres.

Sebuah studi menemukan bahwa asupan gula mengurangi kadar kortisol dan aktivitas hipokampus. Ini juga meningkatkan respons otak terhadap stres. Salah satu fungsi otak adalah mengatur metabolisme tubuh, pencernaan, dan kemampuan berpikir.

Ketika kekurangan glukosa, otak tidak dapat menjalankan fungsi tersebut karena terhambat oleh sejenis saraf di hipotalamus. Saat Anda merasa stres, Anda mendambakan yang manis-manis. Otak tidak memiliki cukup energi untuk berfungsi dengan baik.

Makanan manis merupakan sumber karbohidrat termudah dan tercepat. Mengonsumsi gula merangsang pelepasan hormon dopamin, yang merangsang bagian otak yang disebut nukleus accumbens. Kedua faktor ini menyebabkan rasa sejahtera yang kuat. Perasaan ini bahkan menyerupai efek penggunaan kokain atau heroin.

Selain itu, asupan gula juga memicu pelepasan hormon serotonin. Hormon ini memiliki efek menenangkan dan mengurangi stres. Efek ini menunjukkan bahwa makanan manis mampu mengatasi stres. Namun efek ini kurang terasa bila mengonsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan.

Rasa manis yang dihasilkan justru akan semakin merangsang otak dan tubuh Anda. Dengan kata lain, saat merasa stres, Anda cenderung banyak makan yang manis-manis. Namun, hasilnya masih beragam. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji hubungan pasti antara mekanisme stres dan asupan gula alami dan pemanis buatan.

Mengonsumsi yang manis-manis saat merasa stres mungkin memberikan efek positif bagi sebagian orang, namun Anda perlu berhati-hati agar tidak makan terlalu banyak. Sebab, terlalu banyak gula dapat meningkatkan risiko berbagai gangguan kesehatan.

Jika Anda memang menginginkan sesuatu yang manis, pilihlah makanan dan minuman manis yang lebih sehat. Cobalah smoothie buah tanpa pemanis, buah segar, yogurt gandum utuh, coklat hitam, atau kue buatan sendiri.

Makanan manis merangsang pelepasan endorfin dan serotonin, meningkatkan mood dan memberikan rasa sejahtera sementara. Beberapa orang memiliki hubungan emosional dengan makanan tertentu, seperti permen, dan merasakan perasaan lega atau bahagia sementara saat memakannya.

Namun, penting untuk diingat bahwa efek positif ini bersifat sementara dan konsumsi makanan manis yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif jangka panjang pada kesehatan fisik dan mental Anda. Pola makan seimbang dengan nutrisi yang tepat mendukung kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan.

Sebaiknya pertimbangkan alternatif yang sehat dan bergizi yang dapat menjaga energi dan suasana hati Anda tanpa menimbulkan efek negatif jangka panjang.

Obesitas merupakan masalah gizi dan kesehatan yang prevalensinya semakin meningkat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Obesitas pada remaja tidak hanya disebabkan oleh faktor makanan saja, namun juga faktor psikologis seperti stres. Saat remaja mengalami stres, nafsu makannya meningkat dan stresnya pun teratasi.

Remaja yang mengalami stres lebih cenderung mengonsumsi makanan yang menenangkan seperti minuman manis. Kompensasi stres akibat asupan minuman manis terjadi melalui jalur fisiologis yaitu sumbu HPA. Mengonsumsi minuman manis diketahui dapat menurunkan tingkat stres pada remaja (Emy, 2017).

Stres merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian antara tuntutan yang diterima dengan kemampuan mengatasinya (Yuruke, 2019). Stres disebabkan oleh pelepasan hormon yang disebut kotrisol dari hipokampus otak. Pelepasan ini menyebabkan peningkatan detak jantung, tekanan darah, kadar gula darah, dan beberapa hal lainnya.

Keinginan makan yang manis-manis ini diduga berkaitan dengan kortisol dalam tubuh. Penelitian menemukan bahwa konsumsi gula mengurangi kadar kortisol dan aktivitas hipokampus. Otak Anda juga akan merespons lebih baik. Gula memicu pelepasan serotonin, hormon penenang yang mengurangi stres.

Efek ini memberi kesan bahwa makanan manis bisa mengatasi stres. Namun, efek ini tidak begitu terasa jika mengonsumsi makanan manis yang berbahan pemanis buatan. Rasa manis yang dihasilkan hanya membuat Anda makan lebih banyak, dan saat stres, Anda akhirnya mengonsumsi lebih banyak makanan manis.

Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan stres dengan keinginan makan yang manis-manis. Berhati-hatilah untuk tidak makan terlalu banyak yang manis-manis, karena dapat menyebabkan diabetes. Disarankan untuk mengonsumsi makanan dengan rasa manis alami. Misalnya yoghurt, buah segar, coklat hitam, dan makanan manis alami. (Zhou Liang, 2020).

Stres dirasakan oleh berbagai kelompok, termasuk remaja. Stres ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk tekanan untuk menyelesaikan tugas belajar.

Remaja yang lebih suka menonton suatu konten daripada memikirkan dampak atau pengaruhnya pasti akan memilih mengonsumsi makanan manis ketika merasa stres. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka obesitas di kalangan remaja Indonesia.

Pada orang yang mengalami stres, kondisi fisiologis meningkatkan pelepasan gula dari hati dan pemecahan lemak tubuh, sehingga meningkatkan kandungan lemak darah (Waitz, Stromme, Railo, 1983: 2).

Pada kondisi ini, tekanan darah meningkat, darah dipompa dari sistem pencernaan ke otot, dan produksi asam lambung meningkat sehingga menyebabkan perut kembung dan mual. Oleh karena itu, stres jangka panjang berdampak pada depresi yang pada akhirnya berdampak pada fungsi fisiologis manusia seperti gagal ginjal dan stroke (Sukadiyanto, 2010).

Remaja Indonesia sebaiknya tidak memilih opsi ini untuk menghilangkan stres. Stres dapat dihilangkan dengan berbagai cara, termasuk dengan berolahraga.

Penulis:

Salwa Arsy Nugroho (NIM: 202310220311002)
Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses