Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.
Perubahan yang terjadi diawali dengan perubahan fisiologis, sosial, dan emosional. Salah satu karakteristik pada wanita adalah haid (menstruasi).
Menstruasi adalah perdarahan secara berkala dan siklik yang terjadi karena luruhnya endometrium, dinding bagian dalam rahim yang mengandung pembuluh darah, proses tersebut merupakan tanda perkembangan organ reproduksi.
Menstruasi merupakan hal yang normal bagi wanita di usia ini. Meskipun menstruasi suatu hal yang normal, tetapi pada beberapa wanita menstruasi dapat terjadi secara tidak teratur.
Padahal ada beberapa bahaya jika hal tersebut sering terjadi dan tidak segera diobati.
Salah satu penyakit dengan manifestasi klinis mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur yakni PCOS, umumnya remaja mengalami kurang dari enam menstruasi per tahun, dan gambaran klinis atau biokimia dari hiperandrogenisme (Salsabila dkk., 2024).
Baca Juga:Â Manajemen Stres pada Perempuan yang Mengalami Siklus Menstruasi
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) merupakan salah satu gangguan endokrin paling umum yang memengaruhi wanita usia reproduksi di seluruh dunia.
WHO memperkirakan sekitar 116 juta wanita, atau sekitar 3,4% dari populasi wanita global, menderita PCOS.
Di Indonesia, prevalensi PCOS diperkirakan mencapai 5–10%, dan menjadi salah satu penyebab utama infertilitas.
Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Sari dkk. (2023), dari 93 pasien PCOS, sebanyak 67 pasien (72,04%) mengalami infertilitas, dengan prevalensi infertilitas di antara penderita mencapai 5,8%.
Pada kelompok remaja, prevalensi PCOS diperkirakan sekitar 11–26%, dan sekitar 50% dari mereka mengalami kelebihan berat badan.
Selain itu, prevalensi status gizi yang tidak seimbang juga menjadi perhatian, di mana 8,7% remaja usia 13–15 tahun mengalami gizi kurang dan 16% mengalami gizi lebih, termasuk 11,2% obesitas dan 4,8% sangat obesitas (Rezki, 2024; Sari dkk., 2023).
Apa itu PCOS?
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah penyakit gangguan hormonal yang sering terjadi pada wanita usia subur.
Kondisi ini ditandai dengan ketidakseimbangan hormon, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan adanya kista pada ovarium.
PCOS disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon, terutama peningkatan kadar hormon androgen.
PCOS dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk kesulitan hamil, jerawat, dan peningkatan risiko diabetes tipe 2, obesitas, dan kesulitan hamil.
PCOS didiagnosis berdasarkan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik, tes darah, dan pemeriksaan USG.
Penderita PCOS sering mengalami menstruasi yang tidak teratur, seperti haid yang lebih sering atau kurang dari 6 kali dalam setahun atau bahkan tidak menstruasi sama sekali.
Ovarium pada penderita PCOS sering memiliki banyak kista kecil yang berisi cairan.
Baca Juga:Â SMART: Semangat Mencegah Anemia, Remaja Tangguh!
Penyebab dan Dampak PCOS
Menurut Chaudhuri (2023), PCOS disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut mencakup:
1. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup
Faktor lingkungan dan gaya hidup memegang peran penting dalam perkembangan PCOS.
Seperti gaya hidup sedentari, kurang gerak dan aktivitas fisik, serta pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolik dan hormonal dalam tubuh.
Selain itu, penggunaan produk perawatan pribadi yang mengandung bahan kimia seperti triclosan juga dikaitkan dengan gangguan hormon.
Triclosan, yang sering ditemukan dalam sabun antibakteri dan pasta gigi, diketahui dapat mengganggu sistem endokrin dan berpotensi memicu terjadinya PCOS.
2. Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga
PCOS juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan faktor genetik. Wanita yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat PCOS cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami kondisi yang sama.
Faktor keturunan ini menunjukkan bahwa predisposisi genetik memainkan peran penting dalam munculnya sindrom ini, meskipun sering kali dipicu atau diperparah oleh faktor eksternal, seperti gaya hidup dan lingkungan.
Baca Juga:Â Anemia pada Wanita dan Pengaruhnya terhadap Anak
3. Faktor Hormonal dan Metabolik
Ketidakseimbangan hormon reproduksi merupakan penyebab utama PCOS.
Gangguan ini melibatkan peningkatan hormon luteinisasi (LH) yang tidak seimbang dengan hormon perangsang folikel (FSH), serta peningkatan kadar hormon androgen (hormon laki-laki) dalam tubuh wanita.
Selain itu, kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu sekresi normal hormon pelepas gonadotropin (GnRH) dari hipotalamus.
Ketidakseimbangan ini menyebabkan gangguan ovulasi dan menstruasi yang menjadi ciri khas PCOS.
4. Faktor Obesitas dan Peradangan
Obesitas merupakan faktor yang memperparah gejala dan komplikasi PCOS.
Kelebihan berat badan dapat meningkatkan resistensi insulin, yang kemudian berdampak pada gangguan metabolisme dan keseimbangan hormon.
Selain itu, peradangan kronis tingkat rendah yang sering menyertai obesitas juga berkontribusi terhadap gangguan ovulasi dan fungsi ovarium.
Baca Juga:Â Pengaruh Perokok Aktif terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja
Kondisi ini memperburuk sindrom PCOS dan meningkatkan risiko komplikasi kesehatan lainnya, termasuk diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.
Dampak Kesehatan Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) memiliki berbagai dampak pada kesehatan, khususnya terkait dengan reproduksi dan metabolisme.
Beberapa dampak utama meliputi:
1. Disfungsi Reproduksi dan Infertilitas
Salah satu dampak jangka panjang yang paling signifikan dari PCOS adalah disfungsi sistem reproduksi.
PCOS menyebabkan gangguan ovulasi, seperti anovulasi kronik, yang menghambat pelepasan sel telur secara normal.
Hal ini menyebabkan kesulitan dalam proses pembuahan dan berujung pada infertilitas.
Dalam kasus yang ditemukan pada remaja di Kota Tarakan, diketahui bahwa 10 dari 10 remaja yang disurvei mengalami masalah reproduksi, dan sebagian besar dari mereka tidak menyadari bahwa akar permasalahannya berasal dari PCOS.
Baca Juga:Â Kesehatan Reproduksi Wanita: Dismenore, Sepele Tapi Berdampak Besar!
2. Gangguan Menstruasi
Gangguan menstruasi menjadi gejala umum yang timbul akibat PCOS.
Siklus menstruasi bisa menjadi tidak teratur, sangat jarang terjadi, bahkan berhenti sama sekali (amenore).
Dalam survei terhadap remaja, 6 dari 10 responden mengalami gangguan menstruasi jangka panjang, yang menunjukkan bahwa dampak hormonal dari PCOS mulai terlihat bahkan sejak usia remaja.
Ketidaktahuan mereka tentang asal-usul gejala ini menambah risiko keterlambatan diagnosis dan penanganan.
3. Permasalahan Gizi
Permasalahan gizi juga menjadi salah satu konsekuensi yang muncul akibat PCOS, terutama terkait dengan pola makan yang tidak seimbang.
Pola makan tinggi lemak dan gula dapat memperburuk resistensi insulin, yang sering terjadi pada penderita PCOS.
Ketidakseimbangan gizi ini dapat memperburuk gejala dan mempercepat munculnya komplikasi metabolik.
Dalam jangka panjang, hal ini juga bisa meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas yang semakin memperburuk kondisi PCOS.
Baca Juga:Â Manfaat Tidur Cukup untuk Kesehatan, Inilah Rahasia Hidup Sehat dan Produktif
4. Gangguan Metabolik
PCOS tidak hanya memengaruhi sistem reproduksi, tetapi juga berdampak pada sistem metabolik tubuh.
Resistensi insulin yang ditimbulkan akibat pola makan tinggi lemak dan gula dapat menyebabkan gangguan metabolik yang kompleks, termasuk risiko diabetes tipe 2.
Salah satu enzim yang terlibat, 17-hydroxylase, dapat meningkat sebagai respons terhadap pola makan yang tidak sehat dan memicu konversi hormon progesteron menjadi androstendione.
Proses ini memperparah ketidakseimbangan hormon androgen dalam tubuh, yang merupakan ciri khas PCOS.
5. Risiko Kesehatan Jangka Panjang
PCOS dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan jangka panjang jika tidak ditangani secara tepat.
Risiko yang paling menonjol termasuk peningkatan risiko kanker ovarium dan penyakit kardiovaskular.
Baca Juga:Â Terapi Penggantian Hormon: Kapan Diperlukan?
Ketidakseimbangan hormonal dan gangguan metabolik yang terus berlangsung tanpa pengobatan dapat menyebabkan dampak sistemik pada tubuh.
Oleh karena itu, penanganan PCOS tidak cukup hanya menyelesaikan masalah jangka pendek, tetapi juga harus diarahkan untuk mencegah efek jangka panjang yang berbahaya (Noviyanti dkk., 2024).
Gejala PCOS
Gejala PCOS sangat bervariasi antara individu, tetapi ada beberapa tanda utama yang sering muncul:
1. Gangguan Siklus Menstruasi
Menstruasi tidak teratur adalah gejala paling umum. Penderita bisa mengalami haid yang jarang (kurang dari 8–9 kali setahun), jarak antar haid yang terlalu pendek (< 21 hari) atau terlalu panjang (> 35 hari), atau perdarahan menstruasi yang lebih deras atau lebih lama dari biasanya.
2. Peningkatan Hormon Androgen
- Hormon androgen yang tinggi menyebabkan gejala seperti: Pertumbuhan rambut berlebihan di wajah, dada, perut, punggung, atau paha (hirsutisme).
- Jerawat yang parah dan kulit berminyak, terutama di wajah, dada, dan punggung bagian atas.
- Kebotakan atau penipisan rambut di kepala (mirip pola kebotakan pria).
Baca Juga:Â Mengapa Sering Terjadi Nyeri Haid
3. Kista di Ovarium
Pada pemeriksaan USG, sering ditemukan banyak kista kecil di tepi ovarium. Ovarium juga bisa tampak membesar, meski tidak semua wanita dengan PCOS memiliki kista.
4. Perubahan pada Kulit
- Beberapa bagian kulit, terutama di area lipatan, seperti leher, selangkangan, dan bawah payudara, dapat menggelap (akantosis nigrikans).
- Muncul skin tag (daging tumbuh kecil) di ketiak atau leher.
Baca Juga:Â Pentingnya Konseling Resiko Kesehatan Reproduksi pada Remaja
5. Masalah Berat Badan
Banyak penderita PCOS mengalami kenaikan berat badan atau kesulitan menurunkan berat badan. Obesitas dapat memperparah gejala PCOS.
6. Gangguan Kesuburan
PCOS sering menyebabkan sulit hamil karena ovulasi yang tidak teratur atau tidak terjadi sama sekali.
7. Gejala Lain
- Perubahan suasana hati, depresi, atau kecemasan akibat fluktuasi hormon.
- Sakit kepala.
Diagnosis PCOS
Diagnosis PCOS umumnya ditegakkan jika pasien memenuhi minimal dua dari tiga kriteria Rotterdam, yaitu menstruasi yang tidak teratur atau tidak terjadi sama sekali (oligo/anovulasi), gejala atau bukti laboratorium adanya kelebihan hormon androgen (seperti jerawat, tumbuh rambut berlebih, atau kadar testosteron tinggi), dan gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan USG.
Pemeriksaan penunjang seperti tes hormon darah dan USG diperlukan untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, seperti gangguan tiroid atau hiperprolaktinemia.
Baca Juga:Â Daun Kumis Kucing (Orthosiphon staminweus): Solusi Alami Mengatasi Batu Ginjal
Pada remaja, diagnosis PCOS harus dilakukan lebih hati-hati karena perubahan hormon selama pubertas bisa menyerupai gejala PCOS, sehingga dibutuhkan pemantauan jangka panjang sebelum diagnosis ditegakkan secara pasti.
Pengobatan PCOS
Secara umum, pengobatan PCOS meliputi perubahan gaya hidup dan terapi medis.
Perubahan gaya hidup merupakan langkah utama, seperti pengaturan pola makan dan olahraga, mengingat obesitas menjadi faktor pencetus resistensi insulin dan sindrom metabolik.
Penurunan berat badan menurunkan sirkulasi androgen dan insulin, memperbaiki lipid dan meningkatkan FSH, sehingga mengurangi gejala fisik, seperti hirsutisme, alopesia, jerawat, skin tags, menormalkan siklus menstruasi, dan menstimulasi ovulasi (Dewi, 2020).
PCOS adalah gangguan hormonal pada wanita usia subur yang ditandai dengan haid tidak teratur, kelebihan hormon androgen, dan kista di ovarium.
Penyebabnya beragam, mulai dari gaya hidup, genetik, hingga gangguan hormonal.
PCOS dapat menyebabkan infertilitas, masalah metabolik, dan risiko penyakit kronis.
Diagnosis ditegakkan dengan kriteria Rotterdam dan pemeriksaan penunjang.
Baca Juga:Â Pentingnya Pencegahan Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja
Pengobatan meliputi perubahan gaya hidup dan terapi medis untuk mengontrol gejala dan mencegah komplikasi.
Penanganan dini penting untuk mencegah dampak jangka panjang.
Penulis:
1. Fisabilillah Aulia Rahma (2317021018)
2. Benedicta Yulita Indriani (2317021046)
3. Nadia Salsabila (2317021047)
4. Nopita Sari Br. Batuara (2317021049)
5. Evi Novela Safitri (2317021105)
Mahasiswa Universitas Lampung
Daftar Pustaka
Chaudhuri, A. 2023. Polycystic ovary syndrome: Causes, symptoms, pathophysiology, and remedies. Obesity. Medicine. 39(1): 3-7.
Dewi, N. L. P. R. 2020. Pendekatan Terapi Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Cermin Dunia Kedokteran. 47(11): 397-686.
Noviyanti, N. I., bintangdari Johan, R., dan Ruqaiyah, R. 2024. The Effect of Menstrual Cycle and Body Mass Index on The Risk of Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) in Adolescent Females in Tarakan City. Pancasakti Journal Of Public Health Science And Research. 4(3): 89-96.
Rezki, C. 2024. Literature Review: Coping Stress Pada Wanita dengan Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi. 5(3): 371-381.
Ryu, J. A. and Kim, B. 2012. Polycystic ovarian syndrome: Role of Imaging in Diagnosis. Radiographics. 32(3): 703–725.
Salsabila, W. Q., Adyani, K., and Realita, F. 2024. Literatur Review: Faktor Resiko Sindrom Ovarium Polikistik pada Remaja. Journal of Health (JoH). 11(02): 164-174.
Sari, D. A., Kurniawati, E. Y., dan Ashari, M. A. 2023. Skrining dan Determinan Kejadian Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) Pada Remaja. Jurnal Ilmu Kebidanan. 9(2): 102-106.
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News