Keluarga Tidak Harmonis, Mental Anak Kritis

Broken Home
Keluarga Tidak Harmonis, Mental Anak Kritis

Kelamnya kenangan 14 tahun yang lalu, mengingatkan dan mengajarkan saya betapa beratnya tanggung jawab dan beban yang harus dipikul, entah beban moral atau sosial. Pertengkaran hebat antara ibu dan ayah yang tidak terhindarkan, terjadi di hadapan saya yang kala itu masih berumur 4 tahun.

Anak kecil yang tak tau apa-apa ini hanya menangis dan bertanya apa yang sebenarnya ibu dan ayahnya sedang lakukan.

Keluarga yang semula harmonis indah dan nyaman seketika hancur dengan hadirnya orang ketiga di antara ibu dan ayah, tidak lain dan tidak bukan adalah wanita simpanan yang tidak tau malu yang telah merebut dan merusak rumah tangga seseorang yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: I’m A Broken Home

Dalam waktu sekejap, ayah dengan mudahnya memilih wanita simpanan itu dibandingkan dengan ibu saya sendiri, dan akhirnya ibu saya melayangkan gugatan cerai terhadap ayah saya dan meminta hak asuh anak untuk ibu saya saja yang mengambil.

Semua kejadian itu masih terekam jelas dalam benak saya dan tak akan pernah terlupakan satu bagian pun. Terkadang terbesit di kepala, apa ada orang lain di luar sana yang memiliki nasib yang sama seperti saya? Apa yang mereka lakukan setelah mengetahui kejadian itu?

Bagaimana mereka menghadapi kehidupan dengan suatu ketidaksempurnaan dalam keluarganya? Bagaimana dia menghadapi orang-orang dengan apa yang terjadi pada kedua orang tua mereka? Apakah masih ada harapan lagi untuk hidup damai dalam keluarga?

Tentunya semua pasti akan ada impact atau dampak dari suatu permasalahan atau kejadian. Pengalaman buruk pastinya akan membuat seseorang terngiang-ngiang dan bahkan dapat membuat trauma atau depresi.

Mungkin orang dewasa sedikit bisa menghadapi atau menutupi keadaan, tapi bagaimanakah dengan anak-anak dari orang tua yang memiliki masalah tersebut? Kita tentunya sudah paham betul apa saja sebenarnya peran penting orang tua dalam mendidik dan menjadi suri tauladan yang baik dalam keluarganya untuk kehidupan mendatang.

Tetapi sayangnya kita juga harus mengingat bahwa ingatan seorang anak-anak itu sangat kuat bahkan bisa mengganggu kesehatan mental anak tersebut. Seperti yang saya rasakan, dengan menyaksikan kekerasan di dalam keluarga saya, saya pun merasa sangat takut dan menjadi sosok yang penyendiri pada awalnya.

Baca Juga: Menilik Mental Anak “Broken Home”

Takut akan hal-hal yang bisa saja memicu tindakan kekerasan, sangat sensitif terhadap respon orang-orang, dan tentunya sulit beradaptasi atau malah memang sengaja menutup pintu komunikasi karena dirasa lebih nyaman dengan kesepiannya yang tanpa disadari perlahan dapat membunuh jiwanya, mematikan hatinya, menghilangkan rasa manusiawi dan empatinya terhadap orang-orang di sekitarnya.

Tetapi perlahan ibu menyadarkan saya dan membimbing saya untuk tidak terus berada dalam lembah sengsara. Tak seharusnya seorang manusia hidup terus-menerus dalam lautan kesedihannya, mau tak mau kita harus bangkit dan membuktikan bahwa kita bisa menjadi lebih baik.

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa orang tua yang memiliki permasalahan dalam berumah tangga tetap memiliki kewajiban dalam mendidik anaknya lebih baik dan memberikan support atau semangat agar anak tersebut tidak merasakan hancurnya kebahagiaan, orang tua harus bersifat membangun, untuk kasus seperti ini orang tua memang harus mendidik secara perlahan di awal dan cenderung menghindari perkataan bernada keras atau kekangan yang bersifat destruktif atau menghancurkan psikis anak.

Menjadi orang tua memanglah sulit, karena dalam hubungan pernikahan tidak hanya tentang mencintai dan dicintai oleh pasangannya.

Tetapi bagaimana kita bertahan untuk hidup, menahan nafsu, memecahkan permasalahan yang selalu datang di setiap harinya, merawat dan mendidik anak, menafkahi keluarga dan membangun image yang baik di dalam bermasyarakat.

Dengan adanya divorce dalam masyarakat pasti akan menimbulkan banyak sekali pertanyaan dan spekulasi. Karena jika suatu informasi atau isu sudah ter-blow up atau sudah tersebar itu akan menjadi konsumsi publik.

Baca Juga: Cara Bangkit dari Masalah Broken Home

Jangan kita menciptakan kehancuran dalam masyarakat, hidup memang tak semudah membalikan telapak tangan tetapi bukan berarti dunia hanya selebar daun kelor. Jangan sampai kita korbankan anak-anak kita nanti hanya untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan nafsu kita.

Anak kita adalah tanggung jawab kita, anak adalah penerus keturunan kita. Tanpa anak kita pun hampa, karena sebuah keluarga tidak dirasa sempurna apabila tidak terdapat putra-putri penerus keturunan mereka yang membawa kebahagiaan di dalam kehidupan.

Banyak sekali orang tua tak bertanggung jawab di luar sana, menelantarkan putra-putri mereka sendirian tanpa cinta kasih. Hidup dalam kelam dan gelap gulitanya kehidupan, dan merasakan pahit getirnya takdir yang dihadapkan pada mereka.

Rasa sakit yang mereka rasakan jika tidak mereka sendiri yang mengobati atau memperbaikinya akan merusak pribadi mereka. Banyak anak-anak yang menjadi orang yang pembangkang, banyak anak yang terjebak dalam pergaulan bebas, banyak anak yang menjadi liar dan tidak mendapat kendali khusus dari orang tua mereka karena memang mereka tidak diperhatikan.

Sebagai orang tua yang baik, kita harusnya membesarkan generasi penerus bangsa yang bermoral, bermartabat dan berpendidikan. Jika hanya ingin hidup dan menciptakan kehidupan yang berarti, lebih baik tidak perlu.

Dan untuk orang di luar sana yang yang berencana ingin menikah, yakinkanlah diri kalian untuk memantapkan langkah kalian dalam kehidupan selanjutnya. Akan ada banyak rintangan yang kalian hadapi nanti. Karena walaupun mawar itu indah tetapi di tangkainya terdapat banyak duri tajam.

Baca Juga: Pengaruh Broken Home Terhadap Perkembangan Anak

Gemerlapnya dunia tak lepas dari kelamnya. Bahkan di mana tempat tersorot cahaya tempat itu pun tak pernah lepas dari bayangannya. Kesempurnaan itu tidak bisa dicari tetapi bagaimana kita harus bisa melengkapi kekurangan satu sama lainnya dengan menjaga kerukunan dan keharmonisan serta selaras dalam hidup.

Penulis: F. Hafiizh Drajad Mulia
Mahasiswa D3 Perpustakaan Universitas Sebelas Maret

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI