Lama Tak Disunting, Apa Kabar Nasib ABK di Kapal Asing?

Cilacap Regency (also spelled: Chilachap, old spelling: Tjilatjap) is a regency (Indonesian: district) in the southwestern part of Central Java province in Indonesia. Its capital is the town of Cilacap.

Rentetan kisah tragis mantan Anak Buah Kapal (ABK) asing tak kunjung berbuah manis. Untuk sekadar bertahan hidup pun mereka harus mengais sisa tabungan dengan nominal yang semakin menipis. Walaupun kasus perbudakan terus digali oleh jurnalis dan aktivis, namun ketidakadilan terus dijalankan oleh pihak–pihak apatis tanpa mengedepankan sisi humanis.

Diliputi ironis, satu perasaan yang mewakili ABK asing di Indonesia mulai pesimis. 2020 menjadi tahun yang besar bagi ABK maupun mantan ABK asal Indonesia. Media digemparkan dengan kasus perbudakan yang dialami ABK pada kapal China, hingga beberapa di antaranya tewas dan ditenggelamkan di laut lepas.

Sisi gelap kapal asing satu-persatu mulai terkuak menjadi sorotan publik. Berbagai bantuan muncul baik dari komunitas maupun lembaga resmi yang menuntut perlindungan terhadap Tenaga kerja Indonesia (TKI) pada kapal ikan asing.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Menakar Keberpihakan Pemerintah terhadap Nelayan Skala Kecil dalam Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran pada 8 Juni 2022.

Pada realitanya, hal tersebut tidak berdampak banyak bagi ABK di Indonesia, hal ini disebabkan karena polemik kebijakan hingga administrasi dari kapal asing yang begitu kompleks dengan deretan oknum yang tidak bertanggung jawab.

ABK Tidak Mendapatkan Makanan Layak dan Istirahat cukup

 “Kalau di Kapal tidak ada jam kerja, jadi menyesuaikan kondisi laut saja. Kadang jam sembilan pagi mulai, istirahat jam lima, jam sepuluh malam selesai, kadang juga hanya bisa tidur empat jam,” ujar Tamrin Selasa (31/5/2022).

Mantan ABK asing, Tamrin Nurrohman (36) bekerja sebagai ABK pada umumnya, seperti menarik ikan, menggulung pancing, hingga memproses ikan. Walaupun terdapat fasilitas penunjang keamanan kapal, kecelakan kerja kerap terjadi tanpa adanya penanganan yang serius.

Tak hanya itu, Tamrin juga merasakan secara langsung terkait makanan tidak layak konsumsi yang diberikan kepada ABK. “Kami sering kali makan makanan kedaluwarsa hingga ayam yang sudah menghitam karena dibekukan lebih dari setahun, semua kami makan saja karena tidak ada opsi lain,” tandasnya.

Baca Juga: Ironi Kolam Susu: Akankah Stok Ikan Tinggal Kenangan?

PT Lumbung Artha Segara sebagai salah satu agensi di Pemalang, menyatakan bahwa kapal nelayan berbeda dengan kapal kargo yang mempunyai target waktu jelas.

Kondisi kapal nelayan sendiri patokannya adalah target ikan dengan waktu sandaran tidak menentu mulai dari tiga bulan, delapan bulan, bahkan sampai satu tahun lamanya di tengah laut. Sehingga perbekalan seperti makanan juga dikirimkan oleh kapal lain ke kapal nelayan.

Kekerasan Fisik Telah Menjadi Budaya Kerja dalam Kapal Asing

Kekerasan fisik dalam dunia kerja telah menjadi rahasia umum bagi pekerja kapal khususnya ABK yang berada di kapal asing. Kebanyakan kekerasan ini ditimbulkan dari kesalahpahaman antara kapten dan ABK yang memiliki perbedaan bahasa.

“Para ABK ini kan tidak bisa bahasa China, mungkin hanya bisa dasarnya saja. Kalau kapten bicara terlalu cepat dan ABK tidak memahami, maka akan timbul emosi di antara keduanya. Sehingga ketika ABK berusaha protes, kapten akan mulai main tangan,” tutur Tamrin.

ABK pun tidak memiliki kekuatan serta bukti kekerasan fisik yang terjadi di atas kapal, sehingga tidak pernah terpikirkan untuk melapor kepada pihak yang berwenang. Sakit dan cedera seolah tidak menjadi pertimbangan bagi kapten kapal untuk memberi jatah istirahat libur kerja.

Baca Juga: Victim Blaming Bukanlah Suatu Budaya

Pihak agensi Indonesia, utamanya PT Lumbung Artha Segara menjelaskan alur pelaporan jika terjadi pelanggaran seperti kekerasan fisik adalah bisa melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) terdekat untuk dilakukan penanganan. Terdapat pula Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan persatuan nelayan.

Agensi yang baik akan berusaha menjalin hubungan baik dengan lembaga pemerintah dan NGO berkaitan. Agensi Indonesia juga berkomunikasi dengan agensi yang berada di Taiwan terkait situasi di kapal dan kondisi para ABK.

Keterlambatan Gaji Mulai dari 1-6 Bulan, Hingga Tertahan

Salah satu hal krusial yang kerap terjadi sebagai bentuk dari kerja paksa adalah keterlambatan pemberian upah hingga kasus upah tidak terbayarkan. Manning agency atau agen perekrut menjadi tokoh utama yang banyak bermasalah terhadap alur pembayaran upah.

“Selama dua tahun bekerja dengan kapal asing, gaji tidak pernah dibayar tepat waktu, sering terlambat hingga empat bulan. Setelah kontrak habis pun, saya harus menunggu enam bulan untuk gaji cair, itupun saya sampai minta bantuan KBRI dan SBMI,” ucap Tamrin.

Tamrin menjelaskan bahwa Ia termasuk ABK yang beruntung karena tetap mendapat upah walaupun terlambat. Tidak jarang pula kasus terkait kapal yang hilang dan membawa kabur upah para pekerja.

Baca Juga: GMNI STIA-LAN Menilai Omnibus Law Tidak Pro Kelas Pekerja

“Pernah suatu ketika saya sampai telepon agensi karena gaji yang terlambat, tetapi kata mereka gaji sudah turun dari pusat sampai di kantor Indonesia. Jadi saya bingung, kantor yang di Indonesia ini juga bermasalah,” tambahnya.

Untungnya saat ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Satuan Buruh Migran Indonesia (SBMI) sedang berusaha secara optimal sebagai wadah untuk melapor dan memberikan solusi, hal ini pun dirasakan langsung oleh ABK.

Aturan mengenai perlindungan ABK nelayan masih belum final. Dari berbagai laporan, 90% gaji ABK masih banyak yang belum terpenuhi bahkan belum dibayar. Banyak permasalahan gaji ABK yang masih belum terbayarkan, karena para ABK yang menjadi PMI non prosedural yang telah berlaku.

ABK kapal tanker dan feri jarang ada masalah dibanding ABK kapal ikan. Disnaker berupaya menghubungi PT terkait jika keluarga sulit menghubungi. Kesalahan prosedural tersebut masih sering terjadi karena  masih banyak perusahaan yang ingin memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal L (SIUPPAK).

Bantuan Untuk ABK Mulai Berjalan

ABK–pekerja migran Indonesia yang bisa mengirimkan tenaga kerja hanya perusahaan yang sudah ada izin resmi kemnaker (SIUPPAK). ABK Nelayan hanya bisa ditempatkan paling jauh di perairan Taiwan, agar pengawasan dan perlindungan oleh pemerintah lebih mudah.

Baca Juga: Pentingnya Profesi Pekerja Sosial untuk Masa Depan

Perusahaan berizin atau P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) salah satu syarat pembentukannya adalah modal Rp5 M, deposito Rp1,5 M. Jika ada hak yang terlewat dan perusahaan kabur, ABK masih bisa dibayar dengan deposito.

Manning agency atau P3MI dalam syarat pembentukannya terdapat biaya uang ditahan dua tahun setelah selesai akan dikembalikkan. Realitanya perusahaan bermasalah. Sehingga mempailitkan diri karena bermasalah dan mengganti PT, dengan isi perusahaan yang sama.

Dengan terbentuknya P3MI, harapannya ABK lebih aman lewat P3MI. Apabila non prosedural tetap dilindungi, tetapi jalannya lebih panjang, seperti surat-menyurat. Walaupun kebijakan-kebijakan tertulis telah diterapkan, ABK hingga mantan ABK memiliki harapan khusus bahwa hal tersebut dapat direalisasikan dengan optimal agar kasus perbudakan dalam kapal asing tidak lagi berkembang hingga menimbulkan korban jiwa.

Penulis:
1.
Ayu Hanas Satyavani
2.
Julio Sayyidina
3.
Salma Tsabita Wiradara
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI