Opini dan Data: Menelusuri Lemahnya Kesehatan Mental Gen Z

Mental
Gen Z.

Ada Apa dengan Mereka?

Terlalu mudah mengeluh dan terlalu overthinking sebelum memulai, begitulah fenomena yang sering terjadi pada generasi saat ini. Meski kita ketahui bahwa kesehatan mental menjadi hak asasi dasar dari setiap individu yang perlu dijaga. Memperkuat mentalitas juga harus menjadi pendorong kita untuk memperoleh karakter yang kuat.

Pada era digital saat ini, gen Z muncul sebagai generasi penerus peradaban bangsa. Mereka muncul dan terlahir di era teknologi yang amat sangatlah besar, mereka memiliki koneksi yang mumpuni untuk mengoreksi kondisi global yang ada, memantau lewat media dengan mudah, dan melakukan banyak interaksi di dalamnya.

Namun, di balik kelebihan yang mereka peroleh ini, Gen Z dihadapkan pada realitas lain yaitu kesehatan mental. Sering dikatakan mereka merupakan generasi yang sering disibukkan dengan kasus-kasus mental health.

Bacaan Lainnya
DONASI

Hal ini diduga akibat konten-konten di media sosial yang tidak sesuai dengan realitanya, sehingga membuat perubahan perspektif, hingga muncullah julukan-julukan baru untuk mereka seperti salah satu contohnya yaitu generasi stoberi.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z dibombardir dengan informasi dan ekspektasi yang tak terbatas. Standar kecantikan dan kesuksesan dipertontonkan tanpa henti di media sosial, hingga kecemasan dan krisis identitas pun bermunculan.

Tekanan akademis dan tuntutan kerja pun juga ikut menggerogoti ketenangan jiwa yang mereka miliki. Seiring berjalannya waktu hal ini membuat karakter mereka pun berubah.

Maka tak heran jika Gen Z kian terbuka membicarakan masalah kesehatan mental. Depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) menjadi momok yang menghantui.

Studi WHO tahun 2022 menunjukkan, depresi yang terjadi pada remaja di Indonesia mencapai 3,1%, dengan angka bunuh diri tertinggi di Asia Tenggara. Dari hal semacam ini sudah harus kita khawatirkan. Sebab hal ini merupakan sebuah ancaman yang nyata adanya.

Meski kita ketahui kesehatan mental memiliki banyak sekali faktor dan tidak hanya berfaktor dari teknologi, tapi kita haruslah mencurigai keberadaannya.

Menurut studi dari Pew Research Center, remaja yang menggunakan media sosial lebih dari 3 jam dalam sehari memiliki risiko dua kali lipat lebih memungkinkan mengalami stres daripada mereka yang menghabiskan waktu lebih sedikit. Hal ini mengartikan bahwa perlunya menjaga waktu konsumsi yang baik dan tidak berlebihan.

Baca Juga: Integrasi Tasawuf dan Psikoterapi: Memadukan Spiritualitas dan Kesehatan Mental

Apakah Mental Indonesia Selemah Itu?

Jika kita mencoba membandingkan negara kita dengan negara lain, negara kita memang tidak menjadi negara tertinggi yang terkena gangguan mental. Namun hal ini bukan berarti kita merealisasikan hal ini sebagai sesuatu yang wajar.

Bukankah menjunjung cita-cita untuk menjadi negara yang sejahtera itu merupakan impian yang lebih baik? Maka akan salah apabila kita berkaca pada negara yang lemah dan seharusnya kita berkaca pada negara yang memiliki kesejahteraan penduduk yang tinggi, seperti Venezuela yang tingkat kesehatan mentalnya mencapai angka 91 pada laporan dari Sapien Labs.

Sesuatu hal yang mengejutkan apabila kita menyoroti Gen Z kita akan disuguhkan oleh sebuah data yang menyatakan bahwa 51% dari Gen Z merasa dirinya mengalami gangguan mental, dan kemudian dalam data bahwa tercatat angka bunuh diri dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Hal ini mengartikan bahwa generasi muda kita sedang tidak baik-baik saja dan perlu sebuah perhatian. Kemudian juga apabila kita berkaca pada generasi sebelumnya seperti generasi X dan milenial keduanya memiliki perbedaan di mana mereka cenderung kuat menghadapi gempuran mental yang ada.

Baca Juga: Praktik Terapi Tasawuf dalam Memelihara Kesehatan Mental Manusia

Apa yang Harus Dilakukan?

Pentingnya edukasi dan literasi tentang kesehatan mental sejak dini dapat menjadi kunci utama. Generasi muda perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola stres, membangun self-esteem, sehingga dapat menjalin hubungan yang sehat.

Hal ini mungkin menjadi PR bagi orang-orang yang bergerak di ranah mentoring di berbagai sektor manapun, baik di sekolah, pesantren, universitas, dan di tempat-tempat lain yang menyediakan mentoring sejenis.

Dukungan keluarga dan lingkungan juga tak kalah penting. Orang tua dan orang dewasa di lingkungan Gen Z perlu memahami tantangan yang dihadapi generasi saat ini dan menciptakan ruang konsolidasi bagi mereka dan juga sebagai tempat bersosial untuk mencari bantuan terkait masalah yang dialaminya.

Faktor ini sudah pasti menjadi faktor pendukung yang sangat penting sebab kaitannya sendiri dengan perilaku manusia yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi.

Masa depan Gen Z tak hanya ditentukan oleh kecerdasan dan kemampuan teknologi, tetapi juga oleh kesehatan mental mereka.

Maka dengan upaya bersama, kita dapat membantu Gen Z melangkah maju dengan penuh optimisme dan ketangguhan, menjadi generasi yang tangguh dan berdaya guna bagi nusa dan bangsa di masa depan nanti. Maka pahami dan mulailah membantu!

Penulis: Muhammad Nuril Akbar
Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI