Diare, sebuah kata yang sudah tidak asing di telinga kita semua. Bahkan mungkin dari sebagian besar kalian sudah pernah mengalami diare ini. Memang diare bukanlah salah satu penyakit yang mematikan seperti diabetes, stroke, gagal jantung dan lain sebagainya. Tetapi ternyata diare adalah sebuah penyakit yang cukup meresahkan dan juga bisa menyebabkan kematian, kenapa tidak? Karena diare akan membuat tubuh si penderita mengalami lemas yang cukup untuk membuat kalian tidak bisa beraktivitas seharian penuh. Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Simak uraian berikut.
Diare merupakan permasalahan kesehatan yang masih menjadi penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian, terutama pada anak-anak di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut WHO, pada tahun 2010, angka kesakitan diare mencapai 411 penderita per 1.000 penduduk berdasarkan data profil kesehatan Indonesia. Pada tahun yang sama, jumlah kasus diare yang dilaporkan sekitar 213.435 penderita, dengan 1.289 kematian, dimana sekitar 70-80% dari kasus tersebut terjadi pada anak-anak, terutama yang berusia di bawah 5 tahun.
Penyebab diare dapat bervariasi, termasuk mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan protozoa. Di negara berkembang, mikroorganisme yang paling umum ditemukan sebagai penyebab diare pada anak-anak antara lain Escherichia coli enterotoksigenik, shigella, campylobacter jejuni, dan crywtosporidium.
Baca juga : Kamu Sering Sakit Kepala? Jangan Anggap Sepele, Simak Penjelasannya!
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia. Menurut WHO dan UNICEF, sekitar 2 miliar kasus diare terjadi setiap tahun, menyebabkan 1,9 juta anak balita meninggal di seluruh dunia. Sebanyak 78% kematian terjadi di negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi diare untuk semua kelompok umur adalah 8%, sementara untuk balita mencapai 12,3% dan bayi sebesar 10,6%.
Lalu menurut Sample Registration System (2018), diare masih menjadi penyebab kematian utama pada neonatus (7%) dan bayi usia 28 hari (6%). Data dari Komdat Kesmas Januari-November 2021 menunjukkan bahwa diare menyebabkan 14% kematian pada postneonatal. Survei Status Gizi Indonesia 2020 menemukan prevalensi diare sebesar 9,8%.
Diare memiliki hubungan yang erat dengan stunting, dengan kejadian diare berulang pada bayi dan balita dapat menyebabkan stunting. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2020, diare merupakan penyumbang utama kematian pada anak usia 29 hari hingga 11 bulan, menyebabkan 14,5% kematian. Pada kelompok anak balita (12-59 bulan), kematian akibat diare mencapai 4,55%.
Diare adalah kondisi di mana seseorang mengalami peningkatan frekuensi buang air besar yang encer atau cair. Para ahli medis mendefinisikan diare sebagai kondisi di mana seseorang buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan tinja yang encer.
Baca juga : Yuk, Kenali Penyakit Gangguan Pencernaan yang Mirip dengan Sakit Maag
Secara umum, masyarakat telah familiar dengan berbagai jenis obat anti-diare. Seiring dengan peningkatan pengetahuan, mereka juga semakin teliti dalam memilih produk obat yang mereka gunakan. Masyarakat menyadari bahwa obat yang mengandung bahan kimia memiliki risiko lebih tinggi karena dapat menimbulkan efek samping yang merugikan bagi kesehatan.
Pengobatan modern yang umum dilakukan melibatkan pemberian antibiotik oral yang sering tersedia di apotek dengan biaya yang cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan efek samping diare. Sebagai alternatif, terapi tradisional menawarkan solusi yang mudah diakses dan lebih ekonomis.
Salah satu alternatif yang populer di kalangan masyarakat adalah penggunaan tanaman herbal, seperti daun jambu biji, yang telah lama digunakan sebagai obat anti diare. Daun jambu biji, yang mudah ditemukan di Indonesia, mengandung berbagai senyawa fitokimia yang bermanfaat untuk mencegah penyakit, termasuk efek anti diare dan antivirus.
Baca juga : Manfaat Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) sebagai Obat Meringankan Gejala Batuk
Tanin yang terkandung dalam daun jambu biji memiliki sifat sebagai agen pengikat yang dapat berpengaruh sebagai spasmolitik. Ini berarti dapat menyebabkan kontraksi pada usus sehingga gerakan peristaltik berkurang, dan sifat spasmolitiknya bisa menyebabkan kontraksi pada dinding sel bakteri serta membran sel, sehingga dapat mengganggu permeabilitas sel.
Tanin memiliki kemampuan antibakteri dengan cara mengendapkan protein, yang diyakini memiliki efek serupa dengan senyawa fenol. Daun jambu biji, khususnya, memiliki efektivitas yang lebih tinggi daripada beberapa tanaman lain dalam mengatasi diare.
Jambu biji sering digunakan sebagai obat karena kandungan aktifnya yang melimpah. Zat tanin adalah yang memberikan efek antidiare, dan tanin juga memiliki sifat anti bakteri yang menekankan interaksi dengan protein, karena diperkirakan memiliki efek serupa dengan senyawa fenolik.
Dari pengujian yang dilakukan oleh Masyrofah dkk yang menggunakan hewan uji tikus dan sapi sebagai uji coba efektivitas anti diare daun jambu biji di dapatkan hasil daun jambu biji memiliki sifat anti-diare yang mendukung penggunaannya sebagai obat herbal untuk melawan diare. Ini disebabkan oleh kandungan fitokimia yang tinggi, terutama tanin dan flavonoid, yang bertanggung jawab atas aktivitas anti-diare.
Pemberian kapsul ekstrak daun jambu biji pada sapi bali dengan dosis 300 mg/kg BB dan 400 mg/kg BB tidak menunjukkan perubahan signifikan pada konsistensi feses, sementara dosis 500 mg/kg BB menunjukkan sedikit perubahan. Intensitas diare pada dosis 400 mg/kg BB dan 500 mg/kg BB mengalami penurunan pada sapi yang menderita diare, tetapi pada tikus albino, kelompok yang diobati dengan 600 mg/kg menunjukkan kesembuhan, sedangkan kelompok yang diobati dengan dosis 200 mg/kg dan 400 mg/kg tidak menunjukkan perbaikan.
Dari hasil uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya daun jambu biji dapat digunakan sebagai sarana pengobatan diare. Hal tersebut dikarenakan adanya kandungan tanin yang mana tanin sendiri memiliki efek antibakteri yang dapat menyembuhkan diare.
Fransisca Novita Dewi
Mahasiswa S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Artikel ini sangat berguna untuk kami
Obat tradisional yg sudah turun temurun
Obat tradisional yg sudah turun temuru