Pemilu 2024 Masih Mau Golput? Malu!

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Pemilihan Umum (Pemilu) serentak akan digelar pada 2024 mendatang. Indonesia yang mana negara yang menganut sistem demokrasi, tentulah setiap warga negaranya berhak ikut berpartisipasi dalam Pemilu.

Karena Pemilu adalah bentuk dari demokrasi itu sendiri dan sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk membentuk suatu pemerintahan yang baik. Dengan melakukan Pemilu, kita bisa melakukan penggantian pemimpin yang baru untuk memperbaiki keadaan saat pemerintahan yang lama.

Pemilu di Indonesia sudah mengalami berbagai dinamika dari masa Pemilu pertama pasca orde baru tahun 1971 hingga tahun 2019, yang mana cenderung mengarah ke hal yang negatif dan menimbulkan berbagai macam konflik, salah satunya golput.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Menjamin Kualitas Pemilu melalui Pengawasan Partisipatif

Golput atau golongan putih mungkin istilah yang tidak asing dalam Pemilu, yang mana golput ini merupakan suatu sikap yang diambil oleh seseorang untuk tidak ikut berpartisipasi dalam Pemilihan Umum atau mereka yang tidak ingin menggunakan hak suara mereka.

Golput pertama kali dicetuskan pada tahun 1971 dan ramai pada saat orde baru tersebut, namun faktanya praktik golput ini jauh lebih banyak terjadi di era reformasi yang mana golput semakin berkembang atau masyarakat yang melakukan golput semakin meningkat setiap tahun diadakannya Pemilu baik legislatif maupun eksekutif.

Berdasarkan survei dari lembaga Lingkaran Survei Indonesia (LSI), bahwa persentase golput dalam pemilihan presiden tahun 2019 yaitu 19,24% yakni 192,83 juta jiwa. Sedangkan golput pada pemilihan legislatif (pileg) jauh lebih besar dibandingkan pilpres yakni 29,68%.

Golput ideologis yang mana dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai macam alasan seperti kekecewaan masyarakat terhadap politik yang mana masyarakat beranggapan akan selalu menjadi korban manipulasi partai dan penguasa.

Lalu apatisme atau ketidakpedulian masyarakat terhadap politik yang mana Pemilu bukanlah sesuatu yang berkaitan langsung dengan kepentingan dirinya, bahkan sikap sinisme yaitu menganggap bahwa politik itu busuk dan merasa hanya para pejabat atau pemimpin yang diuntungkan.

Masyarakat sudah jenuh dengan politik karena melihat banyaknya para pejabat atau calon pemimpin yang mereka percayai untuk membawa perubahan di suatu daerah, namun sosok yang mereka percayai untuk memimpin malah berkhianat, melupakan janji-janji mereka kepada masyarakat pada saat kampanye, dan ternyata mereka hanya mengejar kekuasaan atau mementingkan diri mereka sendiri.

Sehingga dari sinilah masyarakat Indonesia menilai politik itu seperti apa, menilai para pejabat atau para pemimpin itu seperti apa.

Dan dari sini jugalah timbul rasa kekecewaan, hilang kepercayaan, apatisme dan sinisme dari masyarakat sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang memilih untuk golput atau tidak berpartisipasi dalam Pemilu.

Golput bukanlah suatu penyelesaian. Masyarakat yang melakukan golput bisa dibilang bukanlah bagian dari negara lagi. Karena mereka sudah membuang hak suara yang begitu berharga begitu saja, hak suara yang mana bisa dikatakan suatu penghargaan yang diberikan kepada kita masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Menyongsong E Demokrasi Serentak pada Tahun 2024 Menggunakan E Voting

Hak yang tadinya dapat menentukan perubahan di suatu daerah atau negara ke depannya menjadi lebih baik, namun menjadi sia-sia karena hak suara tersebut tidak dipakai dengan berbagai macam alasan.

Ironisnya, ada banyak masyarakat yang menuntut, menolak atau memprotes kebijakan negara karena menurut mereka itu tidak sesuai, sedangkan mereka sendiri golput dan tidak ada partisipasi sama sekali untuk negara. Mereka enggan untuk memilih apalagi melakukan pengorbanan lain bagi negara.

Apabila golput ini semakin berkembang dan mengakar di Indonesia, maka akan muncul dampak terburuknya yaitu dapat menyebabkan pudarnya demokrasi dan krisis identitas yang terjadi di Indonesia. Dengan semakin maraknya golput, maka masyarakat Indonesia tidak akan lagi menerapkan demokrasi di dalam kehidupannya.

Politik yang mana merupakan alat untuk mempersatu bangsa, dengan adanya golput politik malah digunakan sebagai alat pemecah bangsa. Yang mana peran masyarakat yang tidak demokratis tersebut dapat memicu timbulnya berbagai macam konflik antar suku ataupun agama.

Bisa dikatakan bahwa hal ini merupakan wujud dari pembangkangan terhadap negara karena sikap warga negara yang tidak bertanggung jawab.

Lantas apakah kita tidak malu sebagai warga negara Indonesia? Bagaimana dengan identitas negara kita? Apakah negara kita ini masih negara yang demokratis atau negara yang hanya berisikan masyarakat-masyarakat yang apatis?

Jelang pemilu 2024, golput masih menjadi bayang-bayang Pemilu tahun 2019. Karena dari itu perlu dilakukan berbagai macam upaya untuk mengikis perilaku golput. Salah satunya dengan sosialisasi politik yakni kegiatan untuk menyampaikan pemahaman politik kepada masyarakat luas.

Guna menjamin bahwa setiap masyarakat mempunyai pemahaman yang tinggi tentang politik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap politik. Melakukan komunikasi melalui sosialisasi politik merupakan hal penting untuk membahas betapa pentingnya menyalurkan hak suara.

Sosialisasi politik bisa dilakukan dari beberapa agen seperi ajaran dari orang tua, pendidikan kewarganegaraan di sekolah, kampanye pemilihan OSIS di sekolah, kampanye pemilihan RT/RW di lingkungan sekitar serta dari media massa.

Baca Juga: Demokrasi dan Masa Depan Pemilu

Lalu juga dapat dilakukan melalui pendidikan demokrasi yang merupakan suatu sarana untuk membangun sikap, pengetahuan, serta keterampilan yang demokratis.

Pendidikan demokrasi ini diterapkan guna menjamin agar masyarakat mampu berpikir kritis melalui berbagai akitivitas demokrasi serta menumbuhkan kesadaran pada generasi millenial bahwa Pemilu merupakan jalan untuk kita berdemokrasi dan menjamin hak warga masyarakat.

Penerapan ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran generasi muda mengenai betapa pentingnya mengeluarkan hak suara dalam Pemilu.

Melalui penerapan pendidikan demokrasi, masyarakat mampu memahami pelaksanaan praktik demokrasi yang baik dan menumbuhkan kesadaran agar tidak buta informasi dalam Pemilu khususnya masyarakat awam. Namun hal ini juga kembali ke individu masing-masing.

Apakah mereka bisa menerima dan menangkap hal tersebut lalu mampu menerapkan dan melaksanakannya atau tidak. Karena perlu diketahui bahwa dari kesadaran masyarakat inilah yang dapat mengikis angka golput.

Kita seharusnya bersyukur sudah diberi kesempatan untuk hidup sebagai rakyat yang demokratis. Dengan berpartisipasi dalam Pemilu, secara langsung kita berkontribusi terhadap kemajuan bangsa. Kita berpatisipasi dalam menjalankan kewajiban kita sebagai warga yang berdemorkrasi.

Jadi kita sebagai pemuda merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan menjadi harapan dalam setiap kemajuan bangsa dengan ide-ide gagasan berilmu, wawasan yang luas, yang berdasarkan nilai serta norma yang berlaku di masyarakat.

Dalam ajang Pemilihan Umum, para pemuda harus mengambil peran bukan hanya sekadar menjadi penonton, berdiam diri bersikap seperti pemuda yang apatis.

Kontribusi para pemuda dalam memberikan hak suara sangatlah penting untuk bisa menemukan kandidat yang dijadikan pilihan, kita harus mengenali satu per satu kandidat yang ada, memahami akan visi misinya, kejelasan latar belakang kandidat, program kerja yang akan dilakukan, serta informasi yang berhubungan dengan keputusan pilihan kita.

Baca Juga: Kesedihan Hadir dalam Penyelenggaraan Pesta Demokrasi 2019

Karena hak suara kita adalah sebagai penentu kebijakan yang nantinya kebijakan itu akan berdampak pada diri kita juga.

Penulis: 

Rizal Ramadan
Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik Stisipol Raja Haji Tanjungpinang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.