Pendekatan Hadits Secara Kontekstual dan Tekstual

pendekatan hadis secara tekstual dan kontekstual

Pendahuluan

Hadits merupakan salah satu dasar pengambilan hukum setelah Al-Qur’an yang mempunyai posisi sebagai penjelas terhadap makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Apalagi, banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat global dan belum jelas. Seiring dengan perkembangan Ulumul Hadits, maka terdapat beberapa kalangan yang serius sebagai pemerhati hadits.

Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan hadits-hadits dari aspek kualitas hadits baik di tinjau dari segi matan hadits maupun segi sanad hadits. Sehingga dapat ditemukan hadits-hadits yang layak untuk dijadikan sebagai hujjah  dan hadits-hadits yang tidak layak dijadikan sebagai hujjah.

Dalam periwayatan hadits bukan hanya dari kalangan keluarga saja yang meriwayatkan, tetapi dari kalangan sahabat juga banyak yang meriwayatkannya. Dalam memahami suatu hadits sangat banyak metode-metode ilmu yang dapat digunakan.

Bacaan Lainnya

Pendekatan kontekstual dan tekstual sangat berperan penting  untuk memahami suatu hadits. Dengan pendekatan kontekstual dan tekstual dapat diketahui bahwa hadits mucul karena adanya sebab.

Baca juga: Tela’ah Hadis terhadap Khitbah Perempuan atas Laki-Laki

Pembahasan

Memahami Hadits Secara Kontekstual dan Tekstual

Memahami suatu hadits merupakan suatu hal yang tidak mudah karena dibutuhkannya analisis yang cermat bagaimana memahami makna hadits secara kontekstual dan tekstual baik itu berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Pada zaman sahabat jika terdapat permasalahan mereka dapat menanyakan langsung kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan mendapatkan solusi dari permasalahan yang dihadapi sehingga  tidak banyak ditemui kendala.

Berbeda dengan zaman milenial ini, banyak bermunculan persoalan-persoalan yang pelik sehingga dibutuhkannya jawaban dari persoalan tersebut.

Memahami hadits secara tekstual yaitu berdasarkan makna asli teks hadits atau lingustik. Artinya, matan hadits yang tertulis dipahami berdasarkan makna bahasa sehingga hal ini mempermudah pembaca memahaminya.

Cara memahami hadits secara tekstual merupakan salah satu cara yang paling mendasar dan mudah dalam memahami hadits. Karena dengan membaca suatu lafadz hadits dan memahami makna bahasa hadits kita bisa mengetahui maksud dari hadits tersebut.

Contoh :                               

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ بُورُ بْنُ أَصْرَمَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبَ خَدْعَةً

“Telah bercerita kepada kami Abu Bakar Buur bin Ashrom telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ma’mardari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah radliallahu anhu berkata: Nabi Shallallahu’alaihiwasallam mengistilahkan perang adalah tipu daya.”

Dengan memperhatikan hadits diatas, pemahaman hadits sejalan dengan maknanya bahwa taktik atau tipu daya dalam peperangan itu harus digunakan.

Perang dengan tidak menggunakan taktik diibaratkan seperti menyerah tanpa sebab terhadap lawan atau musuh. Jadi dalam hadits ini, dapat dipahami secara tekstual karena maknanya sesuai dengan teks hadits tersebut.

Baca juga: Mengenal Lebih dalam Kutubut Tis’ah Menurut Prespektif Ilmu Hadist

Memahami hadits secara tekstual tidak selamanya mampu menjawab pertanyan atau permasalahan yang muncul di tengah-tengah masyarakat, sehingga hadits berkesan tidak komunitif dengan realitas kehidupan dan tidak mampu mewakili pesan yan dimaksud Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Dalam memahami hadits harus memperhatikan redaksi matan hadits tersebut, ketika dipahami secara tekstual saja sudah cukup maka cukup dengan cara tekstual, tetapi jika mengharuskan adanya secara kontekstual maka dapat disertakan di dalamnya.

Karena adanya teks hadits yang dipahami secara tekstual saja akan menyebabkan  makna hadits yang tidak sesuai dengan makna yang di maksud sehingga menyebabkab terjadinya kesalapahaman dalam menafsirkan hadits tersebut.

Pemahaman hadits secara kontekstual yaitu memahami hadits dengan memperhatikan peristiwa-peristiwa yang melatar belakangi munculnya hadits tersebut. Sehingga asbab al-wurud merupakan bagian yang paling penting dalam kajian kontekstual.

Pemahaman kontekstual tidak hanya terbatas pada asbab al wurud saja dalam arti yang lebih luas terdapat konteks historis-sosiologis yang dimana asbab al wurud ini menjadi bagiannya. Hadits ada yang memilki asbab al wurud khusus, ada juga yang tidak memilki asbab al wurud.

Jika terdapat asbab al wurud khusus dapat menggunakan asbab al wurud dalam memahami makna hadits. Jika tidak terdapat asbab al wurud  dapat menggunakan pemahaman hadits dengan menggunakan pendekatan historis, sosiologis, antrpologis.

Pendekatan historis adalah cara memahami suatu hadits dengan mempertimbangkan kondisi historis, empiris pada saat hadits di sampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Pendekatan sosiologis adalah memahami hadits dengan mengkaji kondisi masyarakat pada saat hadits itu muncul. Sedangkan pendekatan antropologis memperhatikan terbentuknya perilaku pada tatanan nilai yang ada dalam kehidupan manusia.

Contoh Hadits dengan pendekatan historis, sosiologis dan antropologis

نَّ أشدَّ النَّاسِ عذابًا عندَ اللَّهِ يومَ القيامةِ المصوِّرونَ

“Sesungguhnya pelukis akan mendapatkan siksa yang pedih kelak di akhirat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dipahami secara tekstual bahwa hadits tersebut melarang melukis makhluk yang bernyawa. Diriwayatkan dalam hadits lain juga bahwa pelukis pada hari kiamat kelak akan dituntut untuk memberikan nyawa terhadap apa yang dilukisnya. Larangan melukis ini tidak terlepas dari pendekatan historis, sosiologis masyarakat pada saat itu.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berusaha agar umat islam keluar dari kemusyrikan sehingga cara yang dapat di lakukan dengan melarang melukis, memajang lukisan atau berhala. Untuk zaman sekarang hal ini menjadi tidak relevan melarang untuk melukis karena hal ini merupakan bagian dari ekspresi kejiwaan seorang pelukis. Dalam hal melukis ini perlu digaris bawahi bahwa lukisan yang dibuat harus menjaga nilai-niali etis agama, menjaga nilai etika.

Baca juga: Ilmu Hadis: Pengertian dan Sejarah Perkembangan

Kesimpulan          

Pendekatan kontekstual dan tekstual berperan penting  untuk memahami suatu hadits. Dengan pendekatan kontekstual dan tekstual dapat diketahui bahwa hadits mucul karena adanya sebab.

Memahami suatu hadits merupakan suatu hal yang tidak mudah karena di butuhkannya analisis yang cermat bagaimana memahami makna hadits secara kontekstual dan tekstual baik itu berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Cara memahami hadits secara tekstual merupakan salah satu cara yang paling mendasar dan mudah dalam memahami hadits. Karena dengan membaca suatu lafadz hadits dan memahami makna bahasa hadits kita bisa mengetahui maksud dari hadits tersebut.

Pemahaman hadits secara kontekstual yaitu memahami hadits dengan memperhatikan peristiwa-peristiwa yang melatar belakangi munculnya. Sehingga asbab al-wurud merupakan bagian yang paling penting dalam kajian kontekstual. Jika tidak terdapat asbab al wurud dapat menngunakan pemahaman hadits dengan menggunakan pendekatan historis, sosiologis, antrpologis.

Penulis: Ufiqah Yunimanuarsa
Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI