Revitalisasi Nilai Salam dan Bahagia dalam Ajaran Ketamansiswaan untuk Menanggulangi Bullying di Sekolah

Bullying di Sekolah
Ilustrasi Bullying (Sumber: Media Sosial dari pixabay.com)

Abstrak

Anak merupakan aset masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum.

Kekerasan dan diskriminasi serta hak-hak sipil dan kebebasan. Kekerasan yang terjadi di sekolah ini akan menimbulkan perasaan balas dendam, kebencian, ketakutan, dan kurang percaya diri. Siswa akan membenci dan takut pada gurunya, adik kelasnya akan membenci dan menyimpan dendam terhadap seniornya, munculnya persaingan dan perselisihan antar pelajar.

Sosiologi hukum merupakan ilmu yang mempelajari keterkaitan antara hukum dan masyarakat. Merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan memahami, mengamati, menjelaskan dengan pendekatan analitis empiris mengenai permasalahan hukum yang dihadapi fenomena lain di masyarakat.

Bacaan Lainnya
DONASI

Pendekatan sosiologi hukum menunjukkan kepada kita bahwa hukum negara bukanlah hukum hanya mengacu pada perilaku, pada kenyataannya, hukum lain secara efektif dipatuhi oleh masyarakat. Dari sudut pandang sosiologi, setiap kekerasan adalah perilaku pelecehan.

Anak merupakan aset masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Bullying yang terjadi di sekolah ini akan menimbulkan perasaan dendam, benci, takut, dan tidak percaya diri. Anak didik akan membenci dan takut terhadap gurunya, adik kelas akan benci dan dendam kepada kakak kelasnya, timbulnya persaingan dan perselisihan antara anak didik.

Pada kenyataannya, hukum-hukum lain secara efektif dipatuhi oleh masyarakat. Dalam perspektif sosiologi, setiap kekerasan adalah perilaku pelecehan. Dengan demikian, perlu dilakukannya upaya pencegahan bullying dalam lingkup sekolah agar tidak terus-menerus terjadi.

Kata Kunci: kekerasan, anak, hukum, sekolah

Abstract

Children are the future assets of the nation and the successors of the nation’s ideals, therefore every child has the right to survive, grow, and develop, participate, and have the right to protection from acts that violate the law.

Discrimination as well as civil rights and freedoms. Violence that occurs in schools will create feelings of revenge, hatred, fear, and lack of confidence. Students will hate and fear their teachers, younger students will hate and hold grudges against their seniors, giving rise to competition and disputes among students.

Sociology of law is a discipline that studies the relationship between law and society. It is one of the branches of knowledge that understands.

The sociology of law approach shows us that the laws of a country are not just laws that refer to behavior. Children as the future assets of the nation and its ideals, deserve the rights to survival, growth, development, participation, and protection from violence, discrimination, and violations of civil rights and freedoms.

Bullying in schools breeds revenge, hatred, fear, and insecurity. It causes students to distrust and fear teachers, and younger students to resent their older peers, fostering competition and conflicts among them.

Effective compliance with other laws underscores their impact on societal norms. From a sociological standpoint, all forms of violence constitute abuse. Thus, efforts to prevent bullying in schools are essential to prevent its recurrence.

Keyword: bullying, children, law, school

Baca juga: Safe House: Atasi Kasus Bullying di Sekolah Tanpa ditutupi

Pendahuluan 

Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan di dalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif, sosial dan psikologis.

Akibat perubahan-perubahan yang dialami di masa remaja, remaja juga membentuk perilaku-perilaku yang menarik perhatian orang lain, hal tersebut dilakukan oleh remaja karena mereka ingin mendapatkan perhatian dari lingkungan, karena pada masa ini muncul sifat egoisentrisme dan keinginan yang kuat untuk menjadi pusat perhatian oleh orang lain.

Munculnya sifat egoisentrisme pada masa remaja dapat memicu Tindakan kekerasan. Salah satu bentuk kekerasan remaja yang sering muncul adalah perilaku bullying.

Bullying merupakan perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang ada dalam keadaan yang tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang. Sekolah merupakan tempat yang ideal untuk munculnya perilaku bullying. Beberapa korban dan pelaku bullying tersebut adalah remaja (Marwoko, 2019).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional sebagai upaya untuk meningkatkan mutu kinerja sistem pendidikan yang dianggap belum sesuai dengan harapan nasional, bahkan cenderung menurun, apalagi memenuhi standard internasional.

Salah satu indikator rendahnya mutu pendidikan nasional adalah dapat dilihat dari prestasi akademik, proses pembelajaran masih terlalu menekankan aspek akademik atau intelektualnya saja, dan kualitas guru masih rendah. Sementara itu aspek-aspek non akademis, seperti nilai-nilai moral, nilai sosialemosional belum diberdayakan secara optimal, dan hasilnya juga masih jauh seperti yang diharapkan.

Penananaman nilai-nilai moral maupun emosional hanya diberikan melalui pelajaran tertentu saja seperti PPKn dan agama. Fenomena ini tentunya berkorelasi dengan meningkatnya kasus-kasus kekerasan yang terjadi dalam lembaga pendidikan di Indonesia (Cahyani, 2022).

Pendidikan merupakan proses mengembangkan aspek pengetahuan, perasaan, dan keterampilan secara utuh bagi bertumbuhnya jiwa, rasa, dan raga manusia secara menyeluruh. Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan juga dipercaya oleh masyarakat sebagai proses pembudayaan sekaligus sebagai wahana pengembangan potensi kemanusiaan.

Namun sayangnya dalam sejumlah kasus, justru menunjukkan bahwa sekolah dapat menjadi tempat berlangsungnya kekerasan dan bullying yang tidak sesuai dengan nilainilai karakter dan kemanusiaan itu sendiri.

Dalam perkembangannya, bullying yang melibatkan warga sekolah bahkan hadir dalam berbagai bentuk, dengan pelaku individual maupun kolektif, dan mengakibatkan dampak yang beragam bagi para korbannya.

Proses perkembangan dan pertumbuhan anak akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kualifikasi anak di masa depan. Jika dalam proses tumbuh kembangnya, anak sering mendapatkan perlakuan kasar atau bahkan mendapat tindakan kekerasan, maka proses pembentukan kepribadiannya akan terganggu (Cahyani, 2022).

Kekerasan yang terjadi di sekolah ini akan menimbulkan perasaan dendam, benci, takut, dan tidak percaya diri. Anak didik akan membenci dan takut terhadap gurunya, adik kelas akan benci dan dendam kepada kakak kelasnya, timbulnya persaingan dan perselisihan antara anak didik, terbentuknya geng di kalangan anak didik yang bisa mengakibatkan anak tidak bisa konsentrasi dalam belajar karena adanya tekanan dari guru, kakak kelas, maupun anggota geng yang berkuasa (trauma).

Kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik, tetapi juga kekerasan psikis yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan dampak trauma bagi korban.

Tindak kekerasan dalam pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying. Anak merupakan aset masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Perkembangan hukum yang terjadi di Indonesia sudah sangat bervariatif dalam berbagai bidang. Melihat perkembangan yang sudah ada maka bentuk kejahatan juga dimungkinkan tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat akan tetapi juga masuk kedalam lingkungan generasi muda yang saat ini dikenal sebagai generasi muda millenial.

Anak juga harus memperoleh perlindungan yang memadai. Perlindungan hukum merupakan aspek penting dari suatu negara hukum. Indonesia telah mengatur perlindungan bagi anak di dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 54 telah disebutkan bahwa, anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.

Selain itu, perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan masyarakat. Artinya, anak didik mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dalam lingkungan yang aman dan bebas dari rasa takut.

Pengelola sekolah dan pihak lain yang bertanggung jawab dalam penyelengaraan pendidikan mempunyai tugas untuk melindungi siswa dari intimidasi, penyerangan, kekerasan atau gangguan.

Perlu diketahui bahwa efek dari bullying menjadikan korban mengalami gangguan konsentrasi yang berujung penurunan nilai akademik, kehilangan percaya diri, stress, trauma berkepanjangan, dendam, merasa tidak berguna dan takut ke sekolah. Tidak sedikit juga korban bullying mengalami depresi hingga berusaha bunuh diri.

Baca juga: Pengaruh Keluarga dan Lingkungan pada Perkembangan Psikologis Remaja

Kekerasan adalah semua bentuk perilaku verbal non ferbal yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik maupun psikologis pada orang yang menjadi sasarannya.

Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau dipandang berada didalam keadaan lebih lemah), bersaranakan kekuatannya, entah fisik maupun non fisik yang superior dengan kesengajaan untuk dapat ditimbulkan rasa derita dipihak yang tengah obyek kekerasan.

Berdasarkan pengertian beberapa pengertian di atas, kekerasanadalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang (orang yang berkuasa) yang dapat menimbulkan sakit, penderitaan, baik fisik, psikis, dan sosial pada seseorang (identik orang yang lemah).

Kekerasan seperti ini tidak asing lagi di berbagai negara termasuk negara Indonesia. Seperti pada tahun 2019 banyak kejadian bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah yang pastinya itu sangat mempengaruhi kejiwaan sang anak sehingga sang anak tersebut mengalami trauma yang begitu besar.

Untuk itu sebaiknya kita mencegah hal ini sehingga tidak akan terjadi lagi, dengan cara memberikan hukuman bagi para pelaku dengan maksud sebagai efek jerah, sehingga para pelaku yang masih duduk di bangku sekolah tidak akan lagi dengan mudah melakukan penindasan bagi teman sebagainya (Sugijokanto, 2014).

Dari uraian latar belakang di atas maka menarik untuk dapat dikaji menurut hukum dan dikaitkan dengan aspek sosiologis, mengurai mengenai adanya kegiatan bullying dalam dunia pendidikan dalam konteks sosiologi hukum. Maka dapat diambil suatu permasalahan yang antara lain:

  1. Apa sajakah faktor penyebab maraknya bullying antar pelajar di sekolah?
  2. Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk pemberantasan tindakan bullying di lingkup sekolah dalam kaitannya dengan sosiologi hukum?

Metode Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Metode ini lebih fokus kepada realita sosial sebagai akibat dari sarana hukum yang ada (Firmansyah, 2021).

Pemikiran secara kritis yang tertuang dalam penulisan ini dilakukan dengan penggunaan kajian pustaka sebagai literatur sehingga dapat mengkaji permasalahan sosial yakni mengenai tindak bullying sebagai salah satu jenis tindak kekerasaan.

Studi literatur dengan menggunakan berbagai sumber yang memuat pustaka sesuai dengan bidang kajian seperti buku, artikel jurnal hasil penelitian maupun berita secara online yang relevan untuk dipelajari sehingga menguatkan pemikiran kritis mengenai tindakan bullying di sekolah.

Landasan Teori

Teori Aksi adalah bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek. Sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.

Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi dalam posisinya sebagai objek. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, serta perangkat yang cocok untuk mencapai tujuan.

Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya. Manusia memilih menilai mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya. Aturan ukuran prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan study mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subjektif (Haris, 2021).

Teori aksi dikemukakan oleh Hinkle dalam buku Sosoilogi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda oleh Alimandan dengan merujuk karya Mac Iver, Znaniecke dan Parsons sebagai berikut:

  1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.
  2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
  3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut yakni di sekolah dan lingkungan.
  4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya.
  5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya.

Baca juga: Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja

Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Pendidikan

Dalam arti yang sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Pengertian pendidikan mengalami perkembangan, meskipun secara essensial tidak jauh berbeda.

Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Lebih jauh dikemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pendidikan adalah: a) usaha (kegiatan) usaha itu bersifat bimbinan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar, b) ada pendidik, pembimbing atau penolong, c) ada yang didik atau si terdidik, d) bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan, e) dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.

Sementara dalam Undang-undang Sisdiknas dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Terdapat 9 Fungsi pendidikan menurut Hasan Langgulung seara garis besar dibagi pada tiga, yaitu:

  1. Menyiapkan generasi muda untuk memiliki kemampuan agar bisa memegang peranan-peranan pada masa yang akan datang di tengah kehidupan masyarakat.
  2. Memindahkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peranan dari generasi tua ke generasi muda.
  3. Memindahkan nilai-nilai generasi tua ke generasi muda dengan tujuan agar keutuhan dan kesatuan masyarakat terpelihara, sebagai syarat utama berlangsungnya kehidupan suatu masyarakat dan juga peradaban.

Sementara pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Priswanti, 2022).

Adapun pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan banyak komponen-komponen pendukung disekitarnya seperti sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat dalam penyelengaraan pendidikan.

Idealnya semua komponen dapat menjalankan peran, tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. Tetapi pada kenyataannya beberapa kegiatan pendidikan tidak berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, serta bergeser dari tujuan pendidikan itu sendiri.

Tujuan Pendidikan Nasional sesuai Undang Undang Dasar 1945 (versi Amandemen), Pasal 31 ayat (3), menyebutkan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan, yang diatur dengan Undang-Undang.”

2. Tinjauan Anak

Pengertian anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Selain itu anak juga merupakan bibit dari sebuah negara yang artinya anak adalah penerus generasi suatu bangsa yang pada masanya akan meneruskan cita-cita dan membangun suatu negeri.

Anak mempunyai hak-hak dasar yang harus dipenuhi, sebagaimana hak-hak dasar yang dimiliki setiap orang. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan jaminan terpenuhinya hak-hak anak Indonesia melalui upaya perlindungan anak.

Undang- Undang ini kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Adanya perubahan Undang-Undang tersebut menunjukkan keseriusan pemerintahan Indonesia dalam upaya perlindungan anak. Dalam upaya pemerintah untuk perlindungan terhadap anak yakni dilakukan dalam semua aspek kehidupan dari sosial, keagamaan, kesehatan serta pendidikan.

Dalam aspek pendidikan ini, bagi setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran yang layak, kemudian mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak lain dengan kata lain tenaga pendidik dan serta sesama peserta didik dalam bangku pendidikan.

Seorang anak merupakan subyek hukum yang belum cakap hukum karena seorang anak dianggap belum mengetahui mana baik dan mana yang buruk maka dari itu anak masih membutuhkan bimbingan formal maupun moral dari lingkup keluarga, pendidikan, dan orang sekitarnya.

Di umurnya yang masih sangat muda, anak pun dapat melakukan tindak pidana seperti halnya orang dewasa. Banyak faktor penyebab terjadinya penyimpangan perilaku oleh anak yang dapat melakukan kesalahan ringan sampai perbuatan pidana. Bagi anak-anak yang melakukan perbuatan pidana akan melalui penyelesaian yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

3. Tinjauan Bullying

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.

Menurut Jack D. Douglas dan Frances Chalut Waksler, istilah kekerasaan (violence) di pakai untuk menggambarkan tindakan atau perilaku, baik secara terbuka (over) maupun tertutup (covert) dan baik yang sifatnya menyerang (offensive) maupun bertahan. Berikut ini beberapa landasan hukum tentang bullying:

a. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

c. Tindak kekerasan dalam dunia pendidikan sering pula dikenal dengan istilah “bullying”. Ada banyak definisi mengenai bullying, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual).

Istilah bullying diilhami dari kata Bull (Bahasa Inggris) yang berarti “banteng” yang suka menanduk. Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/kelompok.

d. Bullying menurut Ken Rigby adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Dalam konteks pendidikan disebut secara khusus sebagai school bullying. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Perilaku Bullying yakni merupakan suatu tindakan kekerasan yang mana dilakukan oleh pihak secara berulang dan sifatnya menyerang karena pihak pelaku penyerangan bullying yang merasa lebih dan hebat dari pihak korban, yang dilakukan dari segi serangan emosional, verbal, atau fisik.

Dapat diuraikan pihak yang terlibat dalam tindakan bullying adalah yang pertama ada Bullies/Pelaku yaitu seseorang yang secara fisik, verbal dan mental mampu untuk melukai seseorang dan memiliki kecenderungan mendominasi dari korban bullying.

Yang kedua ada Victims/Korban yaitu orang yang di bully oleh Bullies. Dari sisi Korban ini, korban lebih sering terlihat sendiri, memiliki kepercayaan diri yang rendah. Akan tetapi bukan itu saja, korban lebih sering di bully karena merupakan anak yang berbeda bisa dari segi agama, ras, warna kulit, fisik, ekonomi keluarga dan sebagainya dan itu lebih dijadikan sasaran utama untuk seseorang tersebut di bully.

Lalu yang ketiga ada Bystander/Orang yang Menyaksikan Tindakan Bullying yaitu orang yang melihat aksi tindakan Bullying secara langsung. Ada beberapa jenis Orang yang Menyaksikan Tindakan Bullying ini yaitu Orang yang menyaksikan bullying dan kemudian membantu korban agar tidak di bully, lalu Orang yang menyaksikan bullying namun ikut membantu Pelaku untuk membully korban, dan ada pula Orang yang menyaksikan bullying tidak membantu korban tapi ikut membuli serta jika ia sebagai saksi ia tidak bisa menjawab dan pura-pura tidak tahu.

e. Yahdi Salampessy, “Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan”, www.bloggaul.com., diakses 25 Juni 2022

f. Abu Huraerah, 2007, Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak, cet ke-2 Edisi Revisi, Nuansa, Bandung, hlm. 47

g. Sejiwa, 2008, Bullying, Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak, PT Grasindo, Jakarta, hlm 2.

h. Ponny Retno Astuti, 2008, Meredam Bullying, Grasindo, Jakarta, hlm 3.

i. Sari Damayanti, Okta Nofia Sari, Kesuma Bagaskara, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban.

Hasil dan Pembahasan 

1. Jenis-jenis Bullying

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai pengertian bullying, disini dapat disampaikan mengenai jenis-jenis bullying yang pernah terjadi di Indonesia. Ada 3 jenis bullying, yang pertama ada bullying secara verbal, bullying secara verbal ini yang paling sering digunakan untuk membuli baik bagi anak perempuan atau anak laki-laki atau baik bagi orang yang belum cakap umur hingga orang dewasa yang sudah cakap umur.

Contoh dari bullying ini adalah mengejek, menghina, memaki, mengritik kejam baik bersifat pribadi maupun rasial. Ada pula pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual, terror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar.

Kemudian yang kedua ada bullying secara fisik, bullying secara fisik ini dilakukan menggunakan kekerasan kepada tubuh/ diri si korban. Contoh dari bullying ini adalah memukul, menampar, menendang, mencekik, mencakar dan sebagainya. Hingga dapat merusak atau menghancurkan barang-barang milik korban.

Dari jenis bullying fisik ini, akan lebih mudah untuk diidentifikasi yang dimana berdampak Tindakan kriminal. Lalu yang terakhir bullying secara Relasional/Pengabaian, adalah secara korban diasingkan, menolak berteman, mengucilkan, mendiskriminasi dan lain sebagainya.

Secara Relasional ini pelemahan harga diri si korban, mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahaan fisik, mental, emosional dan seksual. Hal ini yang dapat membuat korban menjadi semakin mengasingkan diri (Damayanti et al., 2020).

2. Faktor Penyebab Bullying

Perilaku bullying yang marak terjadi di kalangan pelajar perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak karena masalah bullying merupakan masalah bersama, oleh karena butuh kepedulian bersama untuk mengatasi masalah bullying, seperti orang tua, pihak sekolah, aparat penegak hukum, pemerintah dan juga masyarakat untuk berkontribusi menanggulangi dan mencegah terjadinya bullying.

Bullying merupakan masalah yang kompleks dan permasalahan bullying bukanlah hal yang mudah. Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan tersebut harus dimulai dari akar masalah yaitu dengan mencari faktor penyebab terjadinya bullying di kalangan pelajar.

Karena penyelesaian kasus bullying tanpa menyelesaikan dari akar masalah tidak akan efektif. Jika berhasil hal tersebut tidak akan berlangsung lama, sehingga dipastikan akan muncul lagi perilaku bullying (Yuliani, 2019).

Faktor eksternal yang mempengaruhi anak sebagai pelaku bullying yaitu faktor lingkungan keluarga, faktor pribadi atau diri anak, faktor lingkungan sekolah dan faktor lingkungan pergaulan anak.

a. Faktor Lingkungan Keluarga

Faktor keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Anak sebagai pelaku bullying biasanya lahir dari keluarga yang bermasalah.

Baca juga: Korban Kekerasan Anak Perlu Pendampingan Psikososial

Seperti keluarga broken home, pola asuh orang tua yang menghukum anak secara berlebihan dan otoriter, lingkungan emosional yang terjalin antara orang tua dan anak bersifat kaku dengan tidak adanya keharmonisan, perhatian dan kasih sayang yang hangat dalam keluarga sehingga anak berupaya untuk mencari perhatian diluar lingkungan keluarga dengan cara melakukan tindakan negatif seperti kekerasan termasuk upaya bullying.

b. Faktor Diri Anak

Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak.

Seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang yang pasif atau pemalu. Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya.

Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak suka dengan perbuatan mereka, mereka tidak sungguh- sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap orang lain.

c. Faktor Lingkungan Sekolah

Sekolah sebagai lingkungan yang relatif mendominasi waktu anak memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pola pikir dan tindakan anak. Beberapa faktor yang menyebabkan anak melakukan bullying di sekolah karena kurangnya kontrol dan sifat permessif lingkungan sekolah sehingga perilaku kekerasan atau bullying hanya dianggap sebagai bagian dari bermain anak-anak.

Salah satu alasan bullying semakin marak terjadi di sekolah karena korban takut untuk mengatakan atau menceritakan pengalaman kekerasan yang dialaminya kepada pihak yang memiliki kewenangan di sekolah seperti guru atau kepala sekolah.

Faktor bullying semakin meluas karena pihak pelaku mempunyai persepsi bahwa perilaku bullying yang dilakukannya adalah hal yang wajar karena beberapa hal di antaranya:

  1. Perilaku bullying dianggap tradisi yang biasa dilakukan oleh senior kepada junior atau teman sebaya.
  2. Pelaku menganggap bullying sebagai aksi balas dendam karena dia merasa sebagai korban tradisi
  3. Pelaku ingin menunjukkan bahwa dia memiliki kekuasaan sehingga melakukan bullying untuk kepuasan dirinya. Adanya kecemburuan sosial dari pelaku bullying misalnya korban merupakan anak yang disenangi oleh gurunya atau anak yang pintar. Adapun korban mempersepsikan dirinya sebagai korban bullying karena korban berpenampilan mencolok sehingga mengundang perilaku negatif dari dilingkungan sekolah dapat disebabkan baik karena potensi dari dalam diri anak pelaku bullying maupun faktor dari korban yang memposisikan dirinya sebagai korban.

Faktor lingkungan pergaulan anak proses interaksi yang dilakukan oleh anak tidak hanya di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan sekolah saja tetapi perlu disadari bahwa anak memiliki komunitas di luar lingkungan tersebut yaitu lingkungan pergaulan anak. Faktor penyebab anak melakukan bullying yaitu:

  1. Anak biasa menghabiskan waktu dan bergaul dengan anak yang suka melakukan bullying baik di lingkungan keluarga maupun di sekolahnya sehingga karena kebiasaan tersebut dapat ditularkan kepada teman sepergaulannya.
  2. Anak biasa bergabung dengan teman yang biasa melakukan tindak kekerasan atau tindakan kriminal lainnya.
  3. Anak biasa bergaul dengan anak yang memiliki sifat agresif yang berasal dari keluarga yang memiliki status sosial yang tinggi di lingkungannya sehingga anak berperilaku negatif untuk mendapatkan pengakuan atau penghargaan dari teman sepergaulannya.
  4. Anak biasa bergabung dengan anak yang aktif menggunakan media seperti televisi, film, media sosial ataupun video game. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying tidak hanya dorongan dari dalam diri anak pelaku tetapi dapat terbentuk dari lingkungan eksternal anak yang memiliki pengaruh yang besar terhadap watak dan perilaku anak seperti lingkungan keluarga, lingkungan.
  5. Bullying dari Prespektif dan Sosiologi

Dalam menguraikan realitas bullying di sekolah, terdapat beragam pilihan dalam menjelaskan secara teoretik dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi. Keragaman tersebut mendasarkan dan mengikuti paradigma yang berbeda pula.

Jika mengacu pada sosiologi dari Ritzer, paradigma dapat dikategorikan menjadi paradigma fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial. Ritzer memaknai paradigma sebagai cara pandang terhadap sesuatu atau premis teoretis yang berimplikasi secara metodologis dalam menjelaskan realitas sosial, dan sebagai gambaran dasar pokok perhatian dalam suatu ilmu.

Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan tibal balik antara hukum dengan gejala sosial (masyarakat). Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan secara analiti empiris tentang persoalan hukum dihadapkan dengan fenomena-fenomena lain dimasyarakat.

Hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum. Sosiologi hukum merupakan ilmu yang menganggap hukum bukan hanya sisi normatif semata tetapi merupakan sekumpulan fakta empiris, sesuatu yang nyata dalam masyarakat, yang ditinjau dari bebagai sisi sampai terdapat keseimbangan informasi terhadap suatu fenomena sosial tentang hukum.

Objek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubunganantarmanusia tersebut didalam masyarakat. Jadi pada dasarnya sosiologi mempelajari masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya.

Sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-usul pertumbuhannya serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok terhadap anggotannya. Bahkan dari ajaran dan methodologi yang digunakannya telah banyak meninggalkan perdebatan dikalangan ahli dalam berbagai ilmu hukum, misalnya perdebatan dalam ilmu antropologi tentang hukum primitif atau perdebatan dalam ilmu kriminologi tentang hakikat dari kejahatan.

Pengkajian Durkheim, pengaruh paham positivisme sangat dominan. Karena perkembangan ilmu-ilmu sosial pada saat itu dilatar belakangi oleh semangat untuk menelaah masyarakat secara logik, scientafic dan methodologis.

Akan tetapi perkembangan selanjutnya dari ilmu-ilmu social menunjukkan bahwa dalam mempelajari masyarakat, telaah-telaah yang bersifat kesadaran manuasia (human consciousness). Sosiologi hukum menurut Max Weber, tidak berurusan dengan karekteristik internal dari suatu ketertiban hukum, tetapi sosiologi hukum berkepentingan dengan analisis tentang hubungan antara sistem hukum dan sistem sosial lainnya.

Dihubungkan dengan konsepnya tentang dominasi hukum, maka hukum bukan hanya merupakan bentuk khusus dari ketertiban politik, melainkan juga merupakan suatu ketertiban sentral yang bersifat mengatur secara independen.

Perkembangan sosiologi hukum (Law Sociology) suatu disiplin ilmu yang relatif muda, maka masih belum banyak mengungkapkan pengertian-pengertian yang masuk dalam bahasan sosiologi hukum.

Sosiologi hukum adalah salah satu cabang kajian sosiologi yang termasuk pada keluarga ilmu pengetahuan sosial, cabang kajian tentang kehidupan bermasyarakat manusia pada umumnya, yang memberikan perhatian kepada upaya-upaya manusia menegakkan dan mensejahterakan kehidupannya, serta mempunyai kekhususan yang berbeda dengan kajian pada cabang- cabang sosiologi yang lain (Prasetya, 2023).

Sosiologi hukum berfokus pada masalah otoritas dan kontrol yang mungkin kehidupan kolektif manusia itu selalu berada dalam keadaan yang relatif tertib berketeraturan. Kekuatan kontrol dan otoritas pemerintah sebagai pengembangan kekuasaan negara yang mendasari kontrol itulah yang disebut hukum.

Hukum sebagai sarana perubahan sosial yang dalam hubungannya dengan sektor hukum merupakan salah satu kajian penting dari disiplin sosiologi hukum. Hubungan antara perubahan sosial dan sektor hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap sektor hukum sementara di pihak lain perubahan hukum juga berpengaruh terhadap suatu perubahan sosial.

Perubahan kekuasaan yang dapat mempengaruhi perubahan sosial sejalan dengan salah satu fungsi hukum, yakni hukum sebagai sarana perubahan sosial atau sarana rekayasa.

3. Upaya Pemberantasan Tindakan Bullying di Lingkup Sekolah

Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara.

Suatu tindak pidana atau perbuatan pidana biasanya disebabkan oleh banyak faktor, tidak ada faktor penyebab tunggal. Faktor penyebabnya dapat bermacam-macam yaitu karena faktor ekonomi, rumah tangga, dan keluarga, maupun pengaruhlingkungan, terutama lingkungan di luar rumah.

Kebanyakan anak sering bermain di luar rumah, berkumpul dengan teman- temannya baik teman di sekitar rumah, teman satu sekolah atau teman satu kelompok. Mereka tidak menyadari bahwa di dalam pergaulannya mereka sering melupakan kaidah-kaidah dan hukum yang berlaku dalam masyarakat, sehingga lahirlah sifat-sifat tidak bermoral, kejam dan jahat. Tindak kriminil atau kejahatan merupakan salah satu bentuk dari penyimpangan (Dewi et al., 2023).

Perilaku penyimpangan ini selalu berkembang di dalam masyarakat. Menurut Dr. Saparinah Sadli, perilaku menyimpang ini merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial dan merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial.

Dengan demikian, kejahatan di samping merupakan masalah kemanusiaan, dan juga merupakan masalah sosial masyarakat.

Baca juga: Pengaruh Mental Anak Remaja terhadap Pernikahan Anak di Bawah Umur

Kesimpulan 

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Seorang anak merupakan subjek hukum yang belum cakap hukum karena seorang anak dianggap belum mengetahui mana baik dan mana yang buruk maka dari itu anak masih membutuhkan bimbingan formal maupun moral dari lingkup keluarga, pendidikan, dan orang sekitarnya.

Banyak faktor penyebab terjadinya penyimpangan perilaku oleh anak yang dapat melakukan kesalahan ringan sampai perbuatan pidana.Tindak kekerasan dalam dunia pendidikan sering pula dikenal dengan istilah “bullying”.

Perilaku bullying yakni merupakan suatu Tindakan kekerasan yang mana dilakukan oleh pihak secara berulang dan sifatnya menyerang karena pihak pelaku penyerangan bullying yang merasa lebih dan hebat dari pihak korban, yang dilakukan dari segi serangan emosional, verbal, atau fisik.

Secara sosial biaran atas perilaku bullying dimasyarakat akan menjadikan bullying sebagai perilaku yang dinilai normal dimasyarakat dan menjadi hal yang biasa ketika ada seseorang atau kelompok yang melakukan kekerasan.

Secara moral dan agama, perilaku bullying adalah perbuatan yang memiliki nilai negatif dan bertentangan dengan nilai ketuhanan sehingga dalam kondisi apapun tidak dapat dibenarkan.

Dalam menyelesaikan permasalahan kejahatan khususnya kekerasan bullying ada banyak usaha-usaha penanggulangan yang dapat dilakukan. Baik upaya preventif maupun upaya represif, baik upaya yang dilakukan melalui jalur penal maupun melalui jalur non penal.

Dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dalam kasus bullying dapat dilakukan upaya diversi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, yaitu upaya pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

 

Penulis:

  1. Seruni Wanda Sari
  2. Ivonisia Sangur
  3. Beni Handoyo
  4. Rahma Afniasani
  5. Martina Rumbrawer
  6. Amalia Nadhif Nur Anisa
  7. Nurul Fitratun

Mahsiswa Akuntansi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi

Cahyani, A. W., & Widodo, S. (2022). Pentingnya Pendidikan Anti Bullying di Sekolah Menengah Atas: Pentingnya Pendidikan Anti Bullying Di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Penelitian Pendidikan14(1), 49-56.

Damayanti, S., Sari, O. N., & Bagaskara, K. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Bullying Di Lingkungan Sekolah. Jurnal Rechtens9(2), 153-168.

Dewi, A. C., Jonas, A. P. A., Mandaka, M. K., Nursia, N., Muhammad, S., & Rahman, U. (2023). Analisis Implementasi Pendidikan Moral Pancasila Sebagai Upaya Pencegahan Bullying di Sekolah. Journal on Education6(1), 9768-9776.

Firmansyah, M., & Masrun, M. (2021). Esensi Perbedaan Metode Kualitatif Dan Kuantitatif. Elastisitas: Jurnal Ekonomi Pembangunan3(2), 156-159.

Haris, A. (2021). Teori Sosiologi Modern. Penerbit Leutika Prio.

Marwoko, G. (2019). Psikologi perkembangan masa remaja. Tasyri: Jurnal Tarbiyah-Syariah-Islamiyah26(1), 60-75.

Prastya, D. (2023). Bullying pada Anak sebagai Permasalahan Sosial di Dunia Pendidikan dalam Perspektif Sosiologi. Equality: Journal of Gender, Child and Humanity Studies1(1), 25-29.

Pristiwanti, D., Badariah, B., Hidayat, S., & Dewi, R. S. (2022). Pengertian pendidikan. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK)4(6), 7911-7915.

Sugijokanto, S. (2014). Cegah kekerasan pada anak. Elex Media Komputindo.

Yuliani, N. (2019). Fenomena Kasus Bullying di Sekolah.

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.