DPR Sahkan RUU TPKS Menjadi Undang-Undang

DPR sahkan RUU TPKS

Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS adalah sebuah rancangan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual yang meliputi pencegahan, pemulihan korban hingga penanganan selama proses hukum. RUU TPKS disahkan oleh DPR pada 12 April 2022.

RUU TPKS disahkan menjadi Undang-Undang atau UU TPKS tepatnya pada sidang paripurna DPR ke-19 masa persidangan IV.

Dalam sidang tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Nintang Darmawati mengatakan bahwa UU TPKS merupakan landasan yang utuh, adil, dan formil bagi para korban kekerasan seksual.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dengan adanya UU ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, terutama korban kekerasan seksual.

Beberapa poin penting yang perlu dipahami dalam UU TPKS yaitu :

  1. Perilaku pelecehan seksual termasuk kekerasan seksual 
  2. Memberikan perlindungan kepada korban
  3. Memberikan denda dan pidana terhadap pemaksaan hubungan seksual
  4. Pidana penjara atau denda untuk tindak pemaksaan perkawinan
  5. Pidana tambahan untuk pelaku kekerasan seksual
  6. Ancaman pidana dan denda untuk korporasi yang melakukan kekerasan seksual
  7. Keterangan yang diberikan saksi atau korban dan satu alat bukti sudah cukup untuk menentukan terdakwa
  8. Korban memiliki hak untuk mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan

Restitusi yang dimaksud seperti ganti rugi kehilangan kekayaan atau penghasilan, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologi, dll.

  1. Korban berhak atas pendampingan
  2. Tidak bisa menggunakan pendekatan restorative justice

Restorative justice adalah penyelesaian perkara yang menitikberatkan kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban.

Bagi korban kekerasan seksual sendiri pun, mereka mendapatkan haknya juga. Hak korban meliputi hak atas penanganan, hak atas perlindungan dan hak atas pemulihan.

  1. Hak atas penanganan seperti :
  2. Korban berhak mengetahui informasi mengenai proses dan hasil penanganan, perlindungan dan pemulihan;
  3. Mendapatkan dokumen hasil penanganan;
  4. Pendampingan dan bantuan hukum;
  5. Penguatan psikologis;
  6. Pelayanan kesehatan.
  7. Hak atas perlindungan, seperti :
  8. Perlindungan atas kerahasiaan identitas;
  9. Perlindungan dari ancaman dan kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan;
  10. Perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, pendidikan, atau akses politik.
  11. Hak atas pemulihan, seperti:

Pemulihan terhadap fisik, psikologis, ekonomi, sosial budaya dan ganti kerugian pada korban.

UU TPKS ini sangat menjanjikan bagi para korban nantinya karena mereka akan mendapatkan hak-haknya, mereka juga akan dibantu hingga pemulihan selesai. Karena sebelum adanya RUU TPKS ini pemerintah belum memiliki peraturan yang lebih rinci mengenai tindak pidana kekerasan seksual.

Pemerintah memiliki UU Nomor 23 Nahun 2004 mengatur tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tetapi belum mengenai Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sebelum disahkannya UU TPKS ini masyarakat merasa bahwa keberadaan mereka sangat tidak aman, terutama bagi kaum wanita.

Komnas perempuan sebelumnya melaporkan bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat.

Masyarakat lain juga menilai bahwa kekerasan seksual terjadi karena kesalahan korban dalam berpakaian. Padahal di beberapa kasus kekerasan seksual dilakukan terhadap wanita yang berpakaian tertutup, ada juga yang dilakukan oleh sesama jenis.

Sebagian besar kaum wanita merasa saat berpakaian mereka menjadi tidak bebas karena lebih diatur oleh orang lain.

Mendengar RUU TPKS telah disahkan menjadi UU, tentunya masyarakat merasa keamanan pada dirinya akan lebih terjamin.

Harapan dengan disahkannya UU TPKS ini adalah dapat mencegah segala bentuk kekerasan seksual; menangani, melindungi dan memulihkan korban; melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; serta menjamin ketidakberlangsungan kekerasan seksual.

Pemerintah dapat melakukan sosialisasi mengenai UU TPKS agar masyarakat juga bisa memahami tiap poin yang ada dalam UU TPKS tersebut.

Kekerasan seksual dapat terjadi bukan karena korban yang memancing, tapi hawa nafsu pelaku sendiri yang tidak di kontrol.

Dengan memahami UU TPKS ini, masyarakat dapat berpikir sebelum bertindak karena apapun yang akan dilakukan apabila itu melanggar undang-undang, maka ia sudah pasti mendapatkan sanksinya.

Penulis: Desy Andryana
Mahasiswa D3 Manajemen Bisnis Universitas Sebelas Maret

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI