Islam merupakan agama kaffah yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang diturunkan untuk memberikan keselamatan, kedamaian, ketenangan dan dapat menyejahterakan umat. Islam tidak hanya selalu berbicara mengenai kepercayaan, surga dan neraka namun juga mengupas masalah ekonomi.
Kuntowijoyo menyebutkan elemen dari struktur masyarakat Islam diantaranya wholeness (keseluruhan); Islam sebagai keseluruhan mempunyai unsur-unsur dan mempunyai hukum tersendiri, untuk mencapai Islam yang kaffah mesti memiliki keseluruhan struktur islam melalui pengetahuan. Pengetahuan tentang paham keislaman membentuk perilaku manusia lebih baik. Kuntowijoyo menyebutnya dengan istilah intuisi.
Drs. Ahmad Supardi Hasibuan, MA menegaskan dalam bukunya berjudul “Islam Sosial” bahwa “Islam selalu relevan dengan ruang dan waktu manusia, maka ada selalu jalan keluar dari setiap benturan makna dalam hidup manusia. Islam bukanlah produk nilai yang sudah selesai ditafsirkan. Islam hadir sebagai sumber nilai untuk membantu manusia menyelesaikan persoalan hidupnya.
Itulah Islam yang disebut-sebut sebagai rahmatan lil alamin”. Masalah yang dihadapi masyarakat selalu ditemukan solusinya dalam agama Islam termasuk problem kemiskinan yang banyak menimpa kalangan umat. Islam tidak pernah menyulitkan umatnya dalam urusan dunia dan memberatkan dengan akhirat karena antara urusan dunia dan akhirat tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Baca Juga: Peran Santri dalam Berdakwah di Era Digital
Manusia hidup di dunia sebagai jembatan menuju bekal di akhirat. Untuk mencapai kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan umat Islam memerlukan lembaga ekonomi masyarakat yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat dan di dunia secara seimbang. Bentuk lembaga sosial dibentuk dari nilai-nilai keislaman. Hubungan antara iman dan etos kerja merupakan konsep yang mesti dibangun dengan bentuk amalan yaitu berupa kerja keras. Melalui kerja keras seseorang menghayati ajaran Islam kerena merupakan amal ibadah.
Oleh sebab itu, terjadi hubungan timbal balik yang dapat saling mempengaruhi antara keimanan dan etos kerja. Bentuk manifestasi dari amal saleh adalah memiliki etos kerja yang tinggi karena bertujuan mencari karunia Allah sehingga bernilai ibadah. Umat Islam didorong untuk mempunyai semangat yang tinggi dalam bekerja agar menjadi khaira ummah (umat terbaik) dalam mencapai masyarakat ideal sebagaimana disebutkan Allah dalam Al-Qur’an.
Penghayatan agama Islam dalam wujud iman sempurna seseorang dapat direfleksikan dalam etos kerja yang tinggi. Sebab etos kerja yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi pula. Max Weber mendefinisikan etos sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku seseorang, sekelompok atau sebuah institusi (guiding beliefs of a person, group or institution).
Dalam karya Max Weber berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism mengaitkan makna etos kerja dengan agama. Maka etos kerja merupakan sikap diri yang mendasar terhadap kerja yang merupakan wujud dari kedalaman pemahaman dan penghayatan religius yang memotivasi seseorang untuk melakukan yang terbaik dalam suatu pekerjaan. Dengan kata lain, etos kerja adalah semangat kerja yang mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap pekerjaannya yang bersumber pada nilai-nilai transenden atau nilai-nilai keagamaan yang dianutnya.
Saat seorang muslim mempunyai harta yang bercukupan bisa menggunakan hartanya di jalan Allah, seperti membangun masjid, mushalla, sekolah, pesantren, mewakafkan tanah, membangun sarana dan prasarana dan sebagainya yang berguna bagi orang lain dan masyarakat luas merupakan salah satu bentuk jihad kepada Allah swt. Melalui harta umat Islam bisa mendapatkan ridho dari Allah SWT dan berguna sebagai amal jariyah.
Sebab, saat seseorang sudah meninggal dunia semua perkara putus darinya kecuali 3 hal, salah satunya amal jariyah yaitu dari harta yang ia infakkan, sedekahkan, dan wakafkan. Amalan tersebut akan terus mengalir selama masih dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Baca Juga: Berusaha Mengamati Praktik Jual-Beli Pendidikan dalam Islam, Bolehkah?
Sebagai umat Islam yang diajarkan oleh agama untuk menolong terhadap sesama dapat bernilai ibadah terutama menolong orang yang lemah, seperti fakir, miskin, janda, orang tua dianjurkan agar menginfakkan sebagian harta yang dimiliki. Rasulullah memerintahkan agar menanam tanaman yang dapat menghadirkan manfaat baik bagi manusia bahkan kepada binatang sekalipun karena termasuk sedekah yang dapat mendatangkan pahala.
Zakat, kurban dan melaksanakan haji memerlukan harta yang cukup agar bisa terlaksananya ibadah tersebut. Sebab syarat untuk bisa melakukan zakat mal, kurban dan haji apabila telah memenuhi syarat yaitu ketersediaan harta yang mencukupi. Bahkan dalam menjalankan perintah Allah yang simple sekalipun memerlukan harta, seperti pakaian yang mampu untuk menutupi aurat.
Implementasi agama Islam tercakup dalam ajarannya yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW mendorong umat Islam untuk bekerja. Bekerja merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Islam. Masyarakat yang bercukupan memiliki kehidupan agama yang benar, begitu pun sebaliknya jika perekonomian masyarakat terbelakang akan sukar untuk mengembangkan agamanya.
Hal ini sinkron dengan hadis Nabi saw yang mengatakan bahwa “kefakiran/kemiskinan itu sangat dekat dengan kekufuran”. Ketidakberdayaan masyarakat dalam perekonomiannya berimbas melanggar perintah Allah dan terjerat kemaksiatan.
Tak sedikit terjadi masalah ekonomi dalam masyarakat karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok dan keinginan yang hendak dicapai. Realitas menunjukkan masalah terbesar yang terjadi dalam masyarakat adalah perekonomian. Mencuri, merampok, menipu sampai membunuh berakar dari masalah ekonomi. Ekonomi yang minim bisa menimbulkan berbagai masalah.
Bahkan tak jarang orang ingin cepat kaya dengan cara instan seperti berjudi, bertaruh, dan korupsi demi memenuhi kebutuhannya. Namun, patut dicatat bahwa dalam mencari rezeki harus memegang prinsip yang telah diajarkan agama. Prinsip mengais rezeki yang telah diajarkan Islam adalah dengan cara halal, baik, berkah, menghindari riba, jujur, bertanggung jawab, amanah, dilarang meminta-minta dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Baca Juga: Berusaha Mengamati Praktik Jual-Beli Pendidikan dalam Islam, Bolehkah?
Umat Islam dilarang untuk bermalas-malasan dan membuang waktu untuk hal yang tidak bermanfaat. Pepatah Inggris mengatakan “Time is money” yang artinya waktu adalah uang. Dalam pepatah arab menyebutkan “Alawaqtu kalsaifu in lam taqtha’hu qatha’aka” yang mengandung arti waktu itu adalah pedang, maka jika kamu tidak menebaskannya, ia akan menebasmu.
Dari kedua pepatah tersebut dianjurkan untuk menggunakan waktu sebaik mungkin, karena waktu sangat berharga dan tidak dapat diulang. Dikatakan orang yang merugi dalam surah Al-‘Asr adalah orang yang menyia-nyiakan waktu dengan tidak melakukan amal salih. Salah satu bentuk penerapan amal saleh di sini dikonsepsikan dengan etos kerja. Konsep masyarakat Islam yang disebutkan Ibnu Khaldun salah satu ciri baldatan tayyibah (negeri yang baik) adalah sejahtera.
Makna sejahtera berarti kehidupan perekonomian suatu masyarakat berkembang maju. Keberhasilan sebuah negeri dapat dinilai dari meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan rakyatnya keluar dari kemiskinan. Masyarakat harus berjuang meningkatkan taraf hidupnya agar memiliki kehidupan yang lebih baik dengan bekerja lebih keras sesuai bidang masing-masing. Oleh karena itu, kemajuan dan kemunduran umat Islam dipengaruhi oleh etos kerja umat Islam itu sendiri dengan pola pemahaman terhadap ajaran Al-Quran dan Hadist.
Khairun Nisa
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Editor: Diana Pratiwi