Abstrak
Terbentur dengan keadaan sosio-kultural masyarakat. Artikel yang bertujuan untuk mengkaji tindakan aborsi dalam hukum yang berlaku di Indonesia serta memaparkan kontrovesialnya tindakan aborsi di Indonesia yang dikaji berdasarkan hukum dan stigma sosial di masyarakat.
Penelitian ini dilakukan secara studi literatur yang mengkaji topik yang sama dengan harapan dapat memberikan gambaran dan kejelasan hukum aborsi di Indonesia yang praktiknya semakain marak dilakukan terutama pada kalangan remaja hingga dewasa.
Berdasarkan pengkajian literatur dan analisis terhadap kehidupan sosial masyarakat Indonesia secara umum, praktik aborsi masih menjadi kontroversial dan sulit disentuh merata oleh hukum, berbeda dengan kasus hukum lainnya.
Untuk hukum aborsi di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu pada Pasal 346 dan 353 serta Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pelaku aborsi beserta saksi dan yang membantu praktiknya dapat tererat hukuman 4 tahun penjara, kecuali jika kehamilan dapat mengancam nyawa dan kehamilan merupakan hasil dari tindak pidana pemerkosaan.
Hasil peneitian menunjukkanbahwa undang-undang yang menjerat pelaku aborsi sudah jelas keberadaannya, namun tidak implementasinya.
Kata kunci: Aborsi, Hukum Aborsi di Indonesia, Kontroversi Aborsi.
Abstract
Conflicted with the socio-cultural conditions of society. The article aims to examine the act of abortion under the laws in force in Indonesia and explain the controversial act of abortion in Indonesia which is examined based on the law and social stigma in society.
This research was carried out as a literature study which examines the same topic with the hope of providing an overview and clarity of abortion law in Indonesia, the practice of which is increasingly widespread, especially among teenagers and adults.
Based on a literature review and analysis of the social life of Indonesian society in general, the practice of abortion is still controversial and difficult for the law to cover evenly, in contrast to other legal cases.
The law on abortion in Indonesia is regulated in the Criminal Code (KUHP), namely in Articles 346 and 353 and the Health Law No. 36 of 2009 which states that perpetrators of abortion and witnesses and those who assist in its practice can be sentenced to 4 years in prison, unless if the pregnancy can be life threatening and the pregnancy is the result of a criminal act of rape.
The results of the research show that the law that ensnares abortion perpetrators is clear in its existence, but its implementation is poor.
Keywords: Abortion, Abortion Law in Indonesia, Abortion Controve.
Pendahuluan
Pengaturan Hukum mengenai aborsi diatur oleh KUHP dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 bagi Pengaturan Hukum, di dalam hukum pidana Indonesia (KUHP) abortus provocatus criminalis dilarang dan diancam hukuman pidana tanpa memandang latar belakang dikerjakannya dan orang yang melaksanakan ialah seluruh orang baik pelakon ataupun penolong abortus.
Diatur dalam Pasal 346, 347, 348, serta 349 KUHP. Sebaliknya Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 75, 76, 77 jo Pasal 194 tentang Kesehatan tanpa membagikan pengecualian abortus dengan alibi kedokteran diketahui dengan abortus provocatus medicalis menimpa legalisasi terhadap korban perkosaan serta legalisasi aborsi di Indonesia masih menuai bermacam pro serta kontra di golongan warga (Faridah, H., Marpaung, D. S. H.,& Senjaya, O,. 2021).
Hukum perbuatan aborsi sudah diatur mengenai pengaturan aksi aborsi yang diizinkan ataupun tidak. Aksi aborsi yang sah dicoba cuma buat menyelamatkan jiwa bunda serta/ataupun ilegal yang dicoba tidak cocok prosedur.
Kedua perihal tersebut memiliki metode tiap-tiap aturan, ketentuan-ketentuan diperbolehkan undang-undang mempunyai syarat-ketentuan jelas buat melaksanakan aborsi bila dicoba dengan tidak cocok ketentuan semacam sudah dipaparkan hingga tercantum dalam melenyapkan nyawa seorang.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tegas melarang aborsi dalam alibi apapun, sebaliknya pada Faktor Utama Penjelasan (UUK) Nomor 36 Tahun 2009 pada Pasal 75 butir 1, ā Tiap orang dilarang melaksanakan aborsiā namun, pada Ayat 2 dapat dikecualikan, dengan memperbolehkan aborsi atas bawah gejala kedokteran dengan jelas ialah apabila ditemukan kehamilan yang mengancam nyawa bunda ataupun bakal anak yang mengidap cacat bawaan.
Aksi aborsi hanya boleh dicoba setelah yang bersangkutan memperoleh uraian menimpa hendak terjalin saat sebelum dikerjakannya aksi, dikala aksi serta sehabis aksi diberikan oleh orang yang berkompeten dalam bidangnya (Sylvana, Y,. et angkatan laut (AL), 2021).
Penghilangan hak hidup tersebut diancam dengan hukuman pidana semacam pembunuhan secara berencana, kelalaian yang menimbulkan kematian, serta penganiayaan yang juga menimbulkan kematian. Hal tersebut dapat pula ancaman pidana untuk pembunuhan terhadap balita yang baru dilahirkan, tercantum balita yang masih terdapat isi ataupun aborsi (Sulaksana, S., 2018).
Aborsi sudah diketahui semenjak dini sejarah manusia serta diyakini ialah tata cara yang sangat tua buat menghindari kelahiran yang tidak diidamkan serta hingga saat ini ialah metode yang sangat berisiko sebab tidak sering menimbulkan kematian bunda.
Apabila seseorang perempuan hadapi kehamilan tanpa diinginkannya serta dia tidak bisa menerima kondisi itu selaku nasibnya, hingga mungkin dia hendak melaksanakan seluruh berbagai usaha buat menggugurkan kandungannya.
Undang-undang tidak dapat memberikan penjelasan tentang perbedaan, pengertian menggugurkan kandungan, dan membunuh kandungan, demikian pula mengenai pengertian dari kandungan tersebut. Dari sisi tata bahasa dalam menggugurkan atau menyebabkan kegugur, di mana sama dengan jatuh atau lepas.
Menggugurkan kandungan merupakan membuat kandungan menjadi gugur atau menyebabkan menjadi keguguran. Sedangkan membunuh sama dengan menyebabkan kematian atau menghilangkan nyawa. Membunuh kandungan berarti menyebabkan kandungan menjadi mati atau menghilangkan nyawa kandungan.
Dalam pengguguran kandungan yaitu lepasnya kandungan dari rahim dan keluarga kandungan tersebut dari tubuh wanita yang mengandung.
Sedangkan pada pembunuhan kandungan perbuatan yang dihukum adalah menyebabkan matinya kandungan. Kedaruratan medis, yang mengancam nyawa ibu dan bayi lahir cacat sehingga sulit hidup di luar kandungan.
Aborsi menjadi salah satu aspek yang menyangkut kesehatan reproduksi. Apabila mengacu pasa Pasal 70 Ayat (1) Undang-Undang Kesehatan, kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan (Yanti, E., 2020).
Adanya larangan dalam membahas masalah seks dan reproduksi yang berimbas dalam masalah ini. Hal itu dikarenakan tidak terdapat pasal yang secara jelas mengatur mengenai aborsi terhadap korban perkosaan. Selama ini banyak pandangan yang menafsirkan bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan indikasi medis sehingga dapat dilakukan karena gangguan psikis terhadap ibu yang juga dapat mengancam nyawa sang ibu.
Adanya larangan dalam membahas masalah seks dan reproduksi yang berimbas dalam masalah ini. Hal tersebut berdampak pada proses reproduksi yaitu pernikahan yang tidak direncanakan, pergaulan bebas, dan kekerasan sekssual pada anak yang berpacaran.
Teknologi yang berkembang pesat saat ini membuat para remaja dapat mengakses berbagai informasi mulai dari yang positif sampai yang negatif, dari yang bermanfaat secara ilmiah sampai dengan hiburan termasuk akses pornografi tayangan pornografi dapat merangsang dan menyebabkan orang terbiasa untuk berperilaku dan meniru apa yang telah dilihatnya. Hal tersebut menyebabkan para remaja ini mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia.
Hasil dan Pembahasan
Keterkaitan Hukum Pidana di Indonesia terhadap Kasus Aborsi di Kalangan Pelajar SMA
Tindakan aborsi sendiri merupakan aksi penghentian kehamilan yang disengaja serta dicoba dengan bermacam metode sehingga terjalin pengguguran sebab tidak menginginkan kedatangan balita yang dimilikinya, biasanya dicoba pada masa muda kehamilan saat sebelum tiba umur kehamilan 4 bulan (Muhammad,& Indriana A,. 2020).
Pengguguran isi (aborsi) senantiasa jadi pembicaraan, baik dalam forum formal ataupun tidak formal yang menyangkut bidang medis, hukum ataupun disiplin ilmu lain aborsi ialah fenomena sosial yang terus menjadi hari terus menjadi memprihatinkan.
Keprihatinan itu bukan tanpa alibi, karena sepanjang ini perilaku pengguguran isi banyak memunculkan dampak negatif baik buat diri pelakon ataupun pada warga luas. Perihal ini diakibatkan sebab aborsi menyangkut norma moral dan hukum sesuatu kehidupan bangsa.
Aborsi sudah diketahui semenjak lama, aborsi mempunyai sejarah panjang serta sudah dicoba oleh bermacam tata cara baik itu alami ataupun herbal, pemakaian alat- alat tajam, trauma raga serta tata cara tradisional yang lain. Di banyak negeri di dunia isu aborsi merupakan kasus menonjol serta memecah belah publik atas polemik etika serta hukum.
Aborsi serta permasalahan yang berhubungan dengan aborsi jadi topik menonjol dalam politik nasional di banyak negeri, kerap kali mengaitkan gerakan menentang aborsi pro-kehidupan serta pro-opsi atas aborsi di segala dunia.
Aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) dalam berikan pelayanan serta proteksi kepada wanita korban pemerkosaan dilandasi oleh rasa kemanusiaan, serta dalam menanggulangi permasalahan perkosaan tidak cuma memakai landasan KUHP saja melainkan pula memakai undang-undang di luar KUHP (tidak memakai sangkaan pasal tunggal).
Serta pula rasanya penegak hukum hendaknya mengenali kalau Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 sudah mencantumkan faktor psikologis perempuan selaku korban perkosaan ke dalam alibi gejala kedokteran.
Butuh dicoba pergantian terhadap syarat perundang-undangan yang mengendalikan permasalahan aborsi ialah uraian tentang apa yang diartikan abortus serta abortus untuk korban perkosaan, butuh kerjasama antara penegak hukum ialah pihak kepolisian, kejaksaan serta para hakim dengan pihak dokter forensik, serta pula kedudukan aktif warga dalam menanggulangi permasalahan abortus kriminalis.
Praktik aborsi sendiri sebenarnya dapat dilakukan secara legal dengan beberapa alasan, salah satunya faktor kesehatan dan dilindungi oleh hukum yaitu Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Saputra, A., 2023).
Pemerintah harusnya melakukan perubahan terhadap Rancangan KUHP mengenai aborsi semasih belum diundangkan menjadi undang-undang yang sah. Pemerintah seharusnya mengakomodir kondisi-kondisi tertentu untuk dilakukanya aborsi.
Semata-mata untuk melakukan upaya untuk menyelamatkan nyawa seorang wanita atau ibu yang sedang ingin untuk melakukan aborsi atau menggugurkan kandunganya karena kehamilannya sedang berbahaya taupun hamil karena diperkosa.
Mengatur dan memberi ruang untuk aborsi layaknya seperti UU Kesehatan harusnya terdapat juga pada rancangan KUHP agar wanita yang dalam kondisi demikian tidak merasakan dikriminalisasi oleh negaranya sendiri.
Pasal 194 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut dapat menjerat pihak dokter atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuan yang dengan sengaja melakukannya (Maridjan, G. N. 2019).
Abortus itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (abortus provocatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena perbuatan manusia (abortus spontatus).
Aborsi yang terjadi karena perbuatan manusia dapat terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena wanita yang hamil menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut maka kandungannya harus digugurkan (abortus therapeuticius). Di samping itu karena alasan-alasan lain yang tidak dibenarkan oleh hukum (abortus criminalis).
Aborsi ada yang dilakukan dengan sengaja atau melawan hukum dan tidak sengaja atau tidak melawan hukum. Mengakibatkan kecelakaan serta tidak sengaja dilakukan didefinisikan sebagai aborsi tidak dapat melawan hukum, tentunya tidak menyalahi aturan hukum tindakan tersebut (Pandamdari, E., Djajaputra, G., & Asror, E. M. 2022).
Sementara kandungan digugurkan dapat berakibat hukum dan secara sengaja dilakukan yakni tindakan menyalahi aturan hukum dengan kata lain aborsi dengan tindakan melawan hukum (bisa berakibat pidana penjara menurut KUHP). Undang-undang sebenarnya melarang tindakan aborsi.
Abortus memang erat kaitannya dengan hak asasi manusia, di satu sisi dikatakan bahwa setiap wanita berhak atas tubuh dan dirinya, berhak untuk menjalani kehidupan reproduksi serta kehidupan seksual yang sehat, aman, juga bebas dari paksaan.
Namun di satu sisi lagi, janin ada dalam kandungan juga berhak untuk terus hidup dan berkembang. Dua hal tersebut memang saling bertentangan satu sama lain karena menyangkut dua kehidupan. Jika abortus yang dilakukan adalah abortus krminalis tentu saja hal tersebut sangat bertentangan dengan hak asasi manusia.
Dalam Undang-Undang HAM juga diatur mengenai perlindungan anak sejak dari janin karena sekalipun seorang ibu mempunyai hak atas tubuhnya sendiri tetapi tetap saja harus kita ingat bahwa hak asasi ialah setiap orang tetap dibatasi oleh undang-undang.
Tetapi ketika seorang ibu harus menggugurkan kandungannya dengan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi dapat mengancam nyawa ibu atau janin, secara hak asasi manusia dapat dibenarkan karena si ibu tersebut juga punya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Abortus atau aborsi memang berhubungan dengan hak wanita untuk melakukan reproduksi dan hak atas tubuhnya. Undang-undang kesehatan sendiri juga memuat ketentuan kebebasan setiap orang untuk bereproduksi.
Jika ditafsirkan kebebasan untuk bereproduksi bisa saja membuka cela untuk melakukan abortus, namun yang perlu kita ingat dan tekankan di sini adalah kebebasan setiap orang untuk melakukan reproduksi, kebebasan yang bertanggung jawab yang tentunya tidak bertentangan dengan hak asasi manusia.
Banyaknya kasus aborsi terutama di kalangan anak remaja terjadi karena, adanya kesenjangan informasi mengenai kesehatan repoduksi. Perkembangan teknologi informasi dan mudahnya akses informasi menjadikan anak remaja untuk mudah mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi yang belum tentu benar.
Hal tersebut terjadi dikarenakan pengetahuan anak remaja yang kurang, sehingga terjadi kesenjangan pada anak remaja pada informasi tentang kesehatan reproduksi terutama pada resiko aborsi.
Pengetahuan anak remaja saat tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, karena masa remaja merupakan masa transisi yang pembentukannya juga dipengaruhi oleh usia dan lingkungan sekitar.
Hukum aborsi seharusnya berlaku di Indonesia perlu dikaitkan dengan pengertian aborsi baik dari segi medis maupun psikologis.
Aborsi yang dilakukan secara sengaja (abortus provocatus) merupakan salah satu masalah hukumyang peka berkaitan dengan profesi kedokteran, paling banyak disahkan dan menimbulkan dua pendapat saling bertentangan, di satu pihak tetap menentang dan di lain pihak dengan berbagai pertimbangan agar terdapat pengendoran atau legalisasi hukum.
Hukum positif yang berlaku di Indonesia, masih terdapat perdebatan dan pertentangan, baik pro maupun kontra mengenai persoalan persepsi serta pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan Perundang-Undangan terkait lainnya.
Hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan Abortus Provocatus Medicalis. Aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai Abortus Provocatus Criminalis.
Aborsi itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (abortus provocatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena perbuatan manusia (abortus spontanus).
DampakĀ Aborsi di Kalangan Pelajar SMA
Kehidupan banyaknya kasus pergaulan bebas yang dilakukan oleh oknum-oknum yang dapat dikatakan anak remaja belum dewasa, dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya menyebabkan dampak dan akibat yang memerlukan perhatian salah satunya yaitu melakukan aborsi (Dea, A. K. 2023).
Usaha melakukan aborsi seperti ini tentu saja membahayakan kesehatan ibu yang mengandung. Ibu bisa mengalami pendarahan atau komplikasi medis lainnya. Jika aborsi tidak berhasil, bayi yang dikandung juga dapat menjadi cacat atau mengalami kelainan tertentu. Maka kualitas anak yang dilahirkan dikuatirkan menjadi buruk (Lon, Y. S. 2020).
Meskipun dokter memberi saran untuk melakukan prosedur tersebut, biasanya keputusan tetap berada di tangan ibu hamil, antara lain: Kebanyakan kasus keguguran lebih berisiko bagi kesehatan wanita daripada aborsi. Misalnya saja pendarahan, ketidaksuburan, dan rasa sakit yang berlebihan.
Jadi ketika dokter mengetahui bahwa janin pasti akan gugur (dengan ciri-ciri detak jantung janin sudah tidak ada atau kadar darah menurun drastis), metode aborsi justru lebih dianjurkan untuk dilakukan.
Bayi cacat, teknologi membantu ahli medis untuk mendeteksi apakah ada yang tidak beres dengan kehamilan wanita. Melalui pemeriksaan ultrasonik, tes darah, dan metode lainnya, wanita bisa tahu apakah anaknya berisiko lahir cacat atau tidak. Jika risiko cacat cukup tinggi, biasanya dokter menyarankan untuk melakukan aborsi.
Sebab jika dipaksakan untuk melahirkan, anak juga akan menderita atau bahkan langsung meninggal dan tidak punya kesempatan hidup dalam waktu lama.
Dibandingkan dengan aborsi ilegal yang dilakukan oleh profesional berkualifikasi, kemungkinan terjadinya komplikasi atau kematian setelah aborsi legal sangat kecil. Alasan utama terjadinya risiko ini adalah: Yang pertama adalah sepsis yang disebabkan oleh aborsi tidak lengkap di mana rahim mengandung sebagian atau seluruh produk pembuahan.
Ketiga, efek samping jangka panjang berupa hambatan atau kerusakan; pertama, pendarahan yang disebabkan oleh aborsi tidak tuntas atau cedera pada organ panggul atau usus; dan kedua, pendarahan yang disebabkan oleh aborsi tidak tuntas jika infeksi ini tidak segera diobati akan permanen di tuba fallopi (saluran telur) yang menyebabkan kemandulan (Pardede, M., 2019).
Aborsi dalam keadaan darurat maka dokter boleh melakukan tanpa seizin ibu atau keluarga untuk menyelamatkan jiwanya. Maka tindakan dokter tersebut tidak dapat dipidana, bila keadaan si ibu dalam keadaan pendarahan yang hebat, depresi berat akibat pemerkosaan, kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu.
Aborsi dapat berisiko terhadap segi kesehatan dan keselamatan wanita baik secara fisik dan psikologis. Gangguan kesehatan secara fisik seorang wanita melakukan aborsi antara lain kematian mendadak akibat pendarahan hebat, kematian mendadak karena pembiusan yang gagal, kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan, rahim yang sobek, kerusakan leher rahim, kanker payudara, mandul/ tidak mampu memiliki keturunan lagi, kanker leher rahim, kelainan plasenta/ ari-ari.
Seorang wanita yang melakukan aborsi juga dapat mengalami gangguan kesehatan mental antara lain kehilangan harga diri, berteriak-teriak histeris, mimpi buruk berkali-kali mengenai bayinya, ingin melakukan bunuh diri, mulai menggunakan obat- obatan terlarang, dan tidak bisa menikmati hubungan seksual.
Tindakan dokter yang berimplikasi hukum bagi pelaku aborsi, selain hukuman yang lebih berat, maka dokter, bidan atau juru obat yang membantu kejahatan itu dapat dijatuhi hukuman tambahan pencabutan hak melakukan pekerjaannya sebagai dokter, bidan, atau juru obat.
Sebaliknya apabila dokter, bidan atau juru obat yang membantu menggugurkan atau membunuh kandungan itu justru menolong jiwa atau menjaga kesehatan wanita tersebut, tidak dihukum.
Sekalipun hukum pidana mengenal penghapusan pidana dalam pelayanan kesehatan, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf sebagaimana halnya yang terdapat di dalam yurisprudensi, namun tidak serta merta alasan pembenar dan pemaaf tersebut menghapus suatu tindak pidana bagi profesi dokter.
Salah satu yurisprudensi yang memuat alasan pembenar dan alasan pemaaf dalam pelayanan kesehatan adalah yurisprudensi sebagai peniadaan pidana. Namun demikian, tidak berarti bahwa bagi profesi dokter dibebaskan dari segala tanggung jawab pidana, sebab alasan pembenar dan alasan pemaaf bagi tindakan dokter, hanya terdapat pada pengecualian tertentu.
Upaya Mengatasi Hukum Pidana di Indonesia terhadap Kasus Aborsi di Kalangan Pelajar SMA
Upaya penangkalan abortus provocatus ialah menjauhi ikatan suami istri pada pendamping yang tidak ataupun belum menikah, tingkatkan pengetahuan agama supaya senantiasa bebas dari perbuatan yang dilarang oleh agamanya (Wahyuni, E. 2019).
Upaya meningkatkan derajat kesehatan yang maksimal, banyak perihal yang butuh dicermati. Salah satu antara penyelanggaraan pembelajaran. Pembelajaran nasional ialah upaya terencana dalam mewujudkan proses serta atmosfer pendidikan biar pelajar aktif dalam meningkatkan kemampuan dirinya.
Dengan sistem pembelajaran, diharapkan partisipan didik mempunyai kecerdasan, akhlak, pengendalian diri, ataupun keahlian yang bermanfaat untuk diri sendiri, warga, ataupun negeri.
Oleh karena itu, butuh dicoba upaya proteksi, penangkalan, penanggulangan seks leluasa, penyalahgunaan NAPZA, HIV, AIDS ke arah kelompok ini secara intensif, serta komperhensif. Bermacam wujud pembelajaran kesehatan sudah dicoba sepanjang ini banyak dicoba lewat media elektronik ataupun media cetak, pula dicoba secara langsung baik lewat ceramah ataupun tata cara dialog (Permatasari, D.,& Suprayitno, E,. 2020).
Upaya proteksi anak butuh dicoba secepat bisa jadi, ialah semenjak dari bakal anak dalam isi hingga anak berusia 18 tahun.
Bertitik tolak dari konsepsi proteksi anak yang utuh, merata serta komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban membagikan proteksi kepada anak bersumber pada asas non diskriminasi, kepentingan yang terbaik untuk anak; hak buat hidup, kelangsungan hidup, serta pertumbuhan serta penghargaan terhadap komentar anak.
Pendampingan remaja melalui pendidikan kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan, dan sikap remaja tentang seks pranikah sehingga remaja dapat terhindar dari seks bebas (Susilowati, L., et al, 2020).
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perluperan masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga seperti keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
Upaya pemerintah Ā dalam melaksanakan Undang-Undang Kesehatan diharapkan dapat menyediakan lembaga konseling pra dan pasca aborsi seperti Brook Advisory Centre dan The London Youth Advisory Centre di Inggris. Lembaga konseling tersebut memberikan konsultasi kehamilan, membantu memberikan rujukan untuk aborsi serta tes-tes kehamilan.
Pusat konsultasi ini merupakan sumber informasi, nasihat, dan konseling yang baik dan terpercaya oleh masyarakat yang pelaksanaannya diatur oleh undang-undang (Daryanto, A., 2020). Negara Indonesia dapat mengadopsi kebijakan mengenai pusat konseling pra dan pasca aborsi, seperti yang diterapkan di negara Inggris.
Kebijakan tersebut dapat mencegah tindakan-tindakan yang dapat membahayakan kesehatan reproduksi misalnya praktik aborsi tradisional maupun praktik aborsi ilegal.
Keberadaan lembaga konseling tersebut juga mampu memberikan edukasi kepada perempuan dan laki-laki tentang bagaimana menghargai hak-hak masing-masing orang sebagai individu, sehingga antara perempuan serta laki-laki dapat menghormati dan bertanggung jawab atas hak seksualitas dan hak reproduksi.
Penyuluhan dilakukan di kalangan remaja sebagai salah satu bentuk kegiatan pendidikan non formal yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan terarah guna mencapai peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan upaya mengubah perilaku masyarakat melalui pendekatan pendidikan.
Sangatlah penting mendapatkan penanganan yang serius karena masalah tersebut akan muncul dikarenakan dari pengetahuan dan perilaku yang kurang baik terhadap kesehatan reproduksi.
Salah satu, upaya yang dilakukan untuk menanggulangi masalah aborsi adalah memberikan informasi yang benar melalui pendidikan dan promosi kesehatan tentang bahaya aborsi, khususnya pada remaja usia produktif dengan berpedoman pada pemilihan topik, metode, strategi, maupun media yang memadai.
Pendidikan dan promosi kesehatan terkait masalah reproduksi dan aborsi sangat ideal mulai diberikan pada remaja yang telah menginjak usia 12-15 tahun atau usia pendidikan menengah pertama (SMP).
Ketatnya larangan-larangan mengenai aborsi pada KUHP ini menyentuh segala aspek dan lini yaitu wanita yang melakukan aborsi, yang menghasut maupun yang menyuruh dan membantu pun akan terkena ancaman pidana pencara jika dilihat dari sundut pandang KUHP.
Karena pada dasarnya aspek pemidanaan merupakan puncak dari sistem peradilan pidana untuk memberikan efek jera dan takut bagi para pelakunya. Begitu ketatnya tanpa celah KUHP mengatur tentang larangan dilakukannya aborsi, tidak begitu saja mengurangi wanita Indonesia untuk melakukan aborsi dan aborsi pun tidak cenderung menurun.
Usaha pencegahan atau biasa juga disebut dengan tindakan preventif dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya kejahatan yaitu sebagai usaha perubahan yang positif yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu dan terarah untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.
Sehubungan dengan pengertian usaha pencegahan tersebut, maka dalam rangka merubah perilaku pribadi juga harus mengubah lingkungan dengan mengurangi hal-hal yang mendorong terjadinya suatu kejahatan. Tujuan upaya pencegahan atas kejahatan antara lain untuk pemeliharaan kelestarian hidup manusia. Menjamin adanya kepastian hidup dan rasa aman masyarakat, mempertahankan ketertiban, dan keamanan masyarakat.
Kesimpulan
Bersumber pada konteks tindak pidana permasalahan aborsi sesungguhnya bisa dicoba secara sah dengan sebagian alibi yang terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Aplikasi aborsi gempar dicoba sebab terdapatnya sebagian alibi, antara lain sebab terjalin akibat hasil ikatan hitam ataupun seks leluasa, status para pelakon masih pelajar ataupun sebab tidak menginginkan kedatangan anak walaupun umur telah berusia sebab terjalin di luar perkawinan yang legal serta dikira selaku aib.
Secara hukum agama, spesialnya agama Islam selaku kebanyakan penganut terbanyak di Indonesia, aksi aborsi ialah suatu aksi yang melanggar ketentuan hukum Islam, apalagi melaksanakan perzinahan juga telah tercantum dosa besar, terlebih aborsi ialah aksi menewaskan ataupun melenyapkan nyawa secara disengaja, hingga pelakunya tertentu wajib menerima sanksi hukum.
Suatu postingan dalam undang-undang tindak pidana aborsi telah dipaparkan kalau ada pula yang melaksanakan aborsi secara ilegal baik pihak wanita yang terencana melaksanakannya ataupun pihak dokter yang terencana melaksanakan aborsi ilegal hingga bisa menjerat pihak-pihak yang melaksanakannya pada Pasal 194 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009.
Aborsi pula ditatap melanggar HAM sebab sudah melanggar hak kehidupan seorang yang apalagi belum lahir ke dunia.
Aksi aborsi kerap dicoba secara ilegal sebab ada sebagian metode yang mana pengetahuan hendak metode melaksanakan aborsi bisa diakses dengan gampang oleh siapapun lewat internet, apalagi penjualan obat buat menggurkan bakal anak bisa diakses serta didapatkan di web belanja online, sehingga oraktik aborsi jadi perihal yang biasa serta gampang dicoba untuk kalangan yang mempunyai mental yang kokoh.
Amandemen terhadap aspek Undang-Undang Hukum Pidana tersebut wajib memikirkan bermacam upaya menghindari terbentuknya aksi aborsi secara ilegal, sebab permasalahan aborsi dari tahun ke tahun terus menjadi bertambah. Sehingga mereka bisa merasakan dampak jera dari praktik aborsi yang dikerjakannya.
Memandang keadaan ini, aksi preventif sangatlah berarti serta salah satunya dengan pemberian pembelajaran kesehatan reproduksi semenjak dini.
Terus menjadi dini anak muda menerima pembelajaran kesehatan reproduksi, hingga mereka hendak lebih mempunyai waktu buat mengasimilasi pengetahuan kesehatan reproduksi serta lebih mempunyai peluang buat berlatih mengatur sikap.
Pengaturan aborsi di Indonesia pada waktu yang hendak tiba ataupun bisa dikatakan selaku hukum yang dicita- citakan (ius constituendum) di Indonesia ialah usaha serta upaya pemerintah buat melakukan update hukum pidana di Indonesia.
Rancangan KUHP pula menyentuk kepada aspek pengguguran isi ataupun dalam perihal ini diucap aborsi Rancangan KUHP diprakarsai pada bertepatan pada 2015. Pada Rancangan KUHP aborsi diatur dari Pasal 589 hingga Pasal 592.
Pada pasal-pasal tersebut tidak ada pergantian signifikan daripada KUHP yang lama senantiasa mempunyai konsep melarang aborsi oleh siapapun serta dalam keadaan apapun. Ini berlaku untuk yang melaksanakan, menyuruh serta menolong aksi aborsi tersebut bisa dikenakan hukuman pidana penjara.
Penulis: Linda Ayu Dwi Septiyaningrum
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Editor:Ā Ika Ayuni Lestari
Bahasa:Ā RahmatĀ Al Kafi
Ikuti berita terbaru diĀ Google News
Daftar Pustaka
Daryanto, A. (2020). Pengaturan mengenai pengecualian dalam tindakan aborsi ditinjau dari rancangan kitab undang-undang hukum pidana. Jurnal Education and development, 8(1), 82-88.
Dea, A. K. (2023). Peran Penyidik Dalam Menanggulangi Tindak Pidana AborsiĀ Oleh Anak (Studi di Polda Lampung).
Faridah, H., Marpaung, D. S. H., & Senjaya, O. (2021). Pembaharuan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Aborsi di Indonesia. Juncto Delictio, 1(2), 132-145.
Hibata, N., & Abas, G. H. (2021). Implementasi Penegakan Hukum Tindak Pidana Aborsi Dikalangan Remaja Kota Ternate. Jiip-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 4(8), 786-794.
Lon, Y. S. (2020). Kasus Aborsi Dan Pembuangan Bayi Sebagai Keprihatinan Gereja Dan Imperatif Edukatifnya Bagi dunia pendidikan. JIPD (Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar), 4(1), 12-22.
Maridjan, G. N. (2019). Aborsi Dalam Penerapan Hukum Pidana Di Indonesia. Lex Crimen, 8(6).
Muhammad, indriana A. (2020) āPencegahan Aborsi dan Resiko Bahaya Kesehatan di Kalangan Remajaā. doi: 10.31219/osf.io/ajyq3.
Pardede, M. (2019). Hak Menguasai Negara Dalam Jaminan Kepastian Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah dan Peruntukannya. In Jurnal Penelitian Hukum De Jure (Vol. 19, Issue 4, p. 405). Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM. https://doi.org/10.30641/dejure.2019.v19.40 5-420
Permatasari, D., & Suprayitno, E. (2020). Implementasi Kegiatan Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya dalam Upaya Pencegahan Triad KRR di Pusat Informasi dan Konseling Remaja. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 7(1), 143-150.
Pandamdari, E., Djajaputra, G., & Asror, E. M. (2022). Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pelaku di Indonesia Terkait Tindak Pidana Aborsi. Synotic Law: Jurnal Ilmu Hukum, 1(1), 1-12.
Sulaksana, S. (2018). Implementasi Regulasi Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan Sebagai Bagian Dari Kebijakan Hukum Pidana (Master’s thesis, Universitas Islam Indonesia).
Susilowati, L., Trisetiyaningsih, Y., & Yati, D. (2020). PENDAMPINGAN REMAJA DI PIK-R SMA NEGERI 3 BANTUL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN SEKS BEBAS. Jurnal Pengabdian Masyarakat Karya Husada (JPMKH), 2(1), 47-54.
Sylvana, Y., Firmansyah, Y., & Wijaya, H. (2021). Tindakan Aborsi dalam Aspek HukumĀ Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Ā Pidana Indonesia. Jurnal Medika Hutama, 2(02 Januari), 509-517.
Saputra, A. (2023). Aborsi dalam Kacamata Hukum di Indonesia: Penjelasan dan Kontroversi. Jurnal Mahasiswa Indonesia, 1(01).
Wahyuni, E. (2019). Tinjauan Yuridis Tentang Aborsi di Tinjau Dari Udang-Undang Nomor. 36 Tahun 2009 TENTANG KESEHATAN (Doctoral dissertation, Universitas Panca Marga Probolinggo).
Yanti, E. (2020). Kajian Yuridis Legalisasi Aborsi Bagi Korban Tindak Pidana Pemerkosaan dalam Perspektif Hukum Positif.