Pemuda dan Bonus Demografi

Jika diperhatikan, masyarakat Indonesia hari ini mulai dari anak-anak, dewasa hingga lansia telah menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk bermain gadget. Ketika mulai bangun dari tempat tidur hingga tidur kembali selalu diantar dan ditemani oleh kecanggihan teknologi yang ada dalam genggamannya. Game, Youtube, Facebook, Instagram dan Twitter telah menjadi sahabat karib kita sehingga seakan-akan tidak bisa hidup tanpa aplikasi tersebut. Aktivitas seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi di negara Indonesia, di negara-negara lainpun memiliki kasus yang serupa. Namun di negara kita memiliki perbedaan dengan negara lainnya dalam menggunakan teknologi dan informasi di era revolusi industri sekarang.

Tidak bisa dipungkiri bahwa data pengguna smarphone atau internet di Indonesia telah mencapai lebih dari 150 juta jiwa. Indonesia memang merupakan sasaran pasar terbesar dalam perputaran perekonomian dunia saat ini. Akan tetapi masyarakatnya masih belum memiliki kecakapan yang memadai dalam menghadapi revolusi industri digitalisasi yang sering kita sebut sebagai revolusi industri 4.0. Hal ini menjadi tanda tanya besar bagi kita semua, apa yang menjadikan masyarakat kita khususnya pemuda memiliki kendala yang cukup serius dalam beradaptasi dengan kehadiran dari canggihnya teknologi. Adakah faktor dari sifat pemuda yang menyukai sesuatu yang instan dan ketidakpekaan terhadap kemajuan zaman? Atau memang masyarakat kita hari ini yang biasa dengan gaya hidup malas-malasan? Dan mungkin juga karena buta akan literasi digital?

Kita hari ini telah dimanjakan oleh kecanggihan teknologi, segala sesuatu kita dibantu oleh smartphone yang ada dalam genggaman. Sehingga pemuda atau masyarakat tidak lagi memiliki aktivitas yang lebih positif. Alih-alih melakukan sesuatu yang lebih memperkaya intelektual dan mengisi ruang-ruang yang ada untuk edukasi dan mengembangkan sesuatu hal memiliki nilai inovatif maupun produktif melainkan hanya asyik bermain dengan gadget-nya masing-masing.

Bacaan Lainnya

Pengaruh dari kemajuan teknologi dan informasi memang suatu hal yang tidak bisa dihindari oleh semua lapisan elemen masyarakat dalam era industri 4.0. Ironisnya, percepatan teknologi dan informasi yang begitu masif tersebut tidak sebanding dengan pemanfaatan yang dilakukan. Terlebih perilaku masyarakatnya lebih bersikap apatis-pragmatis khususnya para pemuda itu sendiri. Padahal pemuda sangat diharapkan dalam pengembangan e-commerce, start-up maupun ekonomi digital kedepan.

Pemuda Krisis Nilai

Dengan teknologi yang semakin canggih dan dilengkapi dengan kemudahan dalam penggunaannya, ternyata juga telah banyak merubah perilaku dan kepribadian dari pemuda maupun masyarakat. Perilaku pemuda hari ini bukanya menjadi lebih baik. Justru yang terjadi malah sebaliknya yakni mengalami penurunan dan bahkan semakin tidak memiliki nilai yang ditandai dengan rusaknya nilai-nilai moral, spiritual, maupun mental.

Pemuda sedang mengalami masa krisis yang amat kronis, masa yang dikarenakan oleh kurangnya kesadaran dan bentuk tangung jawab yang dimiliki olehnya. Ini menjadikan pemuda semakin miskin akan rasa, dan kering terhadap ilmu yang ditandai dengan miskinnya gagasan dan atau bahkan cacat secara moral. Krisis nilai (crisis of value) pada pemuda membuatnya tidak lagi memiliki pendirian dan melemahkan kekuatan jiwa. Benar yang dikatakan oleh Herbert Mercuse, salah seorang sosiolog jerman yang mengungkapkan bahwa manusia atau pemuda hari ini hanya menjadi manusia satu dimensi saja, yakni manusia yang tidak memiliki kekuatan imajinasi yang baik untuk masa depannya, manusia yang tidak memiliki perasaan untuk peradaban akhlaknya.

Tentunya krisis ini, dapat menjadi ancaman bagi masa depan suatu Negara. Sebagai pemuda harusnya memiliki kesadaran bahwa mereka adalah objek yang menjadi tumpuan masa depan bangsa. Pemuda yang memiliki paradigma baru dan memiliki visi futuristic. Terlebih presiden Jokowi pada pemerintahan periode sekarang (2019-2024) akan menjadikan program fokus terhadap pengembangan sumber daya manusia bagi masyarakatnya. Tentu program tersebut menginginkan masyarakat ataupun pemudanya memiliki tingkat daya saing yang tinggi, maka hal ini tidak bisa dicapai jika pemuda hanya terus menerus membudayakan aktivitas yang tidak memiliki arti secara substansial.

Pemuda jangan sampai dimuat malu ketika dulu bapak revolusi Ir. Soekarno percaya bahwa dengan 10 pemuda saja, dunia akan diguncangkan olehnya. Bahasa yang penuh dengan makna filosofi tersebut dapat menjadi tamparan keras bagi pemuda jika cita-cita dan keinginan suatu bangsa hari ini tidak dapat diwujudkan. Tidak hanya itu, pemuda juga harus memiliki rasa optimisme yang kuat agar tidak mengalami kesulitan dalam menentukan arah dan sikap yang dipilih di masa depan. Karena dalam percepatan pengembangan teknologi informasi saat ini pemuda Indonesia akan menghadapi persaingan yang cukup kuat terlebih dengan datangnya bonus demografi yang tidak lama lagi.

Tantangan Pemuda dalam Ancaman Bonus Demografi
Berdasarkan data pusat statistic (BPS) 2018. Jumlah angka usia produktif (Bonus Demografi) yang ada di Indonesia mencapai angka 68,75% dari total populasi yang ada. Artinya, data tersebut menjadi lampu kuning untuk Indonesia sebagai negara yang harus mewaspadai adanya bonus demografi.

Ancaman bonus demografi bisa dikatakan akan bermulai di tahun 2020 dan memuncak di tahun 2045 dan seterusnya, ini menjadi ancaman nyata bagi Indonesia jikalau tidak mampu mengendalikannya dengan baik. Tidak hanya bagi suatu Negara tetapi juga sesame pemuda akan saling sikut dalam persaingan.
Dalam menghadapi kasus tersebut kaum muda yang merupakan suatu identitas potensial harus mampu menjadi mesin pendorong dalam rangka menggerakkan serta memajukan bangsa. Oleh karenanya, pemuda harus memiliki daya inovatif dan memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik dalam menghadapi era indurstri tersebut apalagi hari ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita prediksikan perubahannya.

Pemuda harus mempersiapkan diri dengan matang dan sedini mungkin, mengingat persaingan dalam dunia industrial tidak bisa dihadapi dengan tanpa persiapan. Terlebih, pemuda Indonesia masih memiliki kelemahan pada standar kompetensi yang sangat rendah. Karena itulah kita harapkan kepada pemerintah untuk dijadikan masalah ini sebagai pekerjaan rumah perioritas dan serius untuk memberikan solusi apalagi jargon dari kabinet Indonesia Maju sekarang adalah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga Indonesia dapat memiliki masyarakat atau generasi muda yang memiliki daya saing tinggi dan siap berdiri di garda terdepan sebagai agen penggerak perubahan bangsa yang lebih baik.

Ahmadiansyah
Pegiat Literasi di NTB

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI