Cancer atau kanker, mungkin sebuah kalimat yang sudah tidak asing lagi kita dengarkan. Kanker telah banyak menyerang manusia belakangan ini, kanker telah menjadi mesin pembunuh yang mengerikan. Lalu bagaimana cara kita agar tetap aman agar tidak terkena penyakit kanker? atau bahkan bagaimana cara kita mengobatinya? Simak ulasan berikut.
Risiko kanker di Indonesia pada tahun 2018 adalah sebesar 1,79 per 1000 penduduk. Informasi lain menunjukkan bahwa tingkat kanker di Indonesia berada di peringkat kedelapan di Asia Tenggara dan peringkat ke-23 di seluruh Asia.
Perilaku dan pola makan berperan penting dalam perkembangan kanker. Data menunjukkan bahwa kelompok usia 25-34 tahun, 35-44 tahun, dan 45-54 tahun memiliki tingkat prevalensi kanker yang signifikan. Mereka lebih rentan terhadap kanker karena perilaku dan pola makan yang kurang sehat.
Baca juga :Â Boraks pada Makanan: Berbahaya tapi Mengapa Masih Digunakan?
Secara keseluruhan, rendahnya asupan sayur dan buah merupakan faktor risiko tertinggi untuk kanker di semua kelompok usia. Di sisi lain, kebiasaan makan makanan yang dipanggang atau dibakar serta konsumsi makanan hewani yang mengandung pengawet cenderung lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih muda.
Menurut penelitian Oemiati (2011), angka kejadian kanker pada perempuan cenderung dua kali lipat lebih tinggi daripada pada laki-laki. Namun, penelitian di Jerman menyebutkan bahwa kasus kanker ginjal pada laki-laki mencapai 66,8%, sedangkan pada perempuan hanya 33,2%. Perempuan seringkali lebih sadar akan kesehatannya daripada laki-laki, sehingga kasus kanker lebih banyak terdeteksi pada perempuan.
Kanker merupakan isu kesehatan signifikan bagi wanita di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kanker serviks dan kanker payudara menjadi penyebab utama kejadian kanker pada perempuan Indonesia. Tingginya angka ini disebabkan kurangnya upaya penapisan yang efektif untuk mendeteksi kondisi prakanker atau kanker stadium awal.
Kanker serviks adalah jenis kanker yang terjadi pada leher rahim (serviks) dan disebabkan oleh infeksi virus Human Papillomavirus (HPV). Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), kanker serviks merupakan penyakit kanker kedua paling umum pada perempuan di seluruh dunia, dengan tingkat insidensi sebesar 6,5% dan tingkat kematian sebesar 7,7%. Sementara itu, kanker payudara menduduki peringkat pertama dengan tingkat insidensi 24,5% dan tingkat kematian 15,5%. Di Indonesia, kanker payudara memiliki insidensi tertinggi dengan tingkat kematian sebesar 30,8% dan insidensi sebesar 15,7%, diikuti oleh kanker serviks dengan tingkat insidensi 17,2% dan tingkat kematian 8%.
Di antara kasus kanker pada perempuan, kanker payudara memiliki tingkat kejadian tertinggi, yaitu sekitar 42,1 per 100.000 penduduk, dengan tingkat kematian rata-rata sebesar 17 per 100.000 penduduk. Kemudian, kanker leher rahim memiliki tingkat kejadian sebesar 23,4 per 100.000 penduduk, dengan tingkat kematian rata-rata sebesar 13,9 per 100.000 penduduk. Peningkatan yang signifikan dalam kejadian kanker di Bogor menjadi perhatian utama yang membutuhkan tindakan khusus. Menurut WHO, sekitar 43% kasus kanker dapat dicegah dengan gaya hidup sehat, dan sepertiga dari total kasus dapat disembuhkan jika gejalanya dideteksi lebih awal.
Baca juga :Â Minyak dan Kesehatan: Membongkar Mitos dan Fakta di Balik Konsumsi Makanan Berminyak
Salah satu pengobatan kanker yang sering digunakan adalah dengan metode kemoterapi. Yang mana kemoterapi adalah salah satu metode pengobatan kanker yang menggunakan obat-obatan khusus untuk membunuh sel-sel kanker atau mencegah pertumbuhannya. Obat-obatan kemoterapi dapat diberikan melalui suntikan, infus intravena, atau diminum. Tujuan utama dari kemoterapi adalah untuk menghancurkan sel kanker dalam tubuh, meskipun sering kali juga mempengaruhi sel-sel sehat yang berkembang cepat, seperti sel darah dan sel-sel rambut. Kemoterapi dapat digunakan sebagai pengobatan utama untuk kanker atau sebagai bagian dari terapi kombinasi bersama dengan operasi, radioterapi, atau terapi lainnya.
Salah satu kelemahan kemoterapi yang paling utama adalah sinar radiasi yang dipancarkan tidak bisa berkerja secara spesifik, yang artinya sel yang normal pun akan ikut dihancurkan juga. Salah satu pengobatan yang relatif aman adalah dengan menggunakan pengobatan herbal dengan tanaman. Tanaman yang sering digunnakan sebagai pengobatan kangker adalah tanaman pegagan, yang telah banyak diteliti oleh banyak orang.
Umumnya, pegagan (Centella Asiatica) mengandung senyawa kimia yang sangat bermanfaat, dan keberadaan senyawa ini memiliki potensi untuk aktivitas farmakologi yang terdapat dalam pegagan (Centella Asiatica).
Penelitian yang dilakukan oleh Babykutty dan rekan (2009) mengenai aktivitas pegagan sebagai agen anti-kanker menunjukkan bahwa ekstrak larutan pegagan memiliki efek sitotoksik pada sel tumor Hep G2 manusia, yang bergantung pada dosis. Penelitian Hussin dan kolega (2014) memeriksa efek ekstrak larutan pegagan pada sel Hep G2 manusia menggunakan uji MTT, dan menunjukkan bahwa konsentrasi jus di atas 0,1% menyebabkan peningkatan kerusakan DNA dan kematian sel apoptosis pada sel Hep G2 manusia.
Baca juga :Â Pentingnya Menjaga Kesehatan dan Menerapkan Pola Hidup Sehat
Dalam penelitian lain, asam asiatik menunjukkan induksi apoptosis dan penurunan viabilitas pada sel melanoma manusia SK-MEL-2, tergantung pada dosis yang diberikan. Asam asiatik yang berasal dari pegagan juga menunjukkan aktivitas antiproliferatif pada sel RPMI 8226, dengan menurunkan tingkat kadar focal adhesion kinase (FAK). Komposisi utama dari ekstrak hasil titrasi C.asiatica adalah asam asiatik, asiatikosida, dan asam madekasik. Asiatikosida berperan dalam mengurangi melanogenesis pada melanoma B16F10 tikus dengan mengatur respon mRNA tirosinase.
Maka, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, akibat tingginya kasus penyakit kanker yang semakin meningkat dan karena terapinya yang memiliki efek samping yang cukup serius, maka masyarakat mulai beralih ke pengobatan alami yang menggunakan daun pegagan sebagai sarana pengobatan. Yang mana sudah banyak penelitian yang menguji tentang aktivitas pegagan sebagai antikangker dan memang betul pegagan memang memiliki aktivitas anti kanker.
Julia Irma
Mahasiswa S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News