Representasi Dasar Ajar dalam Merdeka Belajar

Merdeka Belajar
Representasi Dasar Ajar (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Istilah “Merdeka Belajar” telah menjadi familiar bagi kita semua. Kurikulum yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, bertujuan untuk mendorong kemerdekaan berpikir bagi guru dan siswa.

Diharapkan hal ini dapat diwujudkan melalui inovasi guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Selain itu, kemudahan dalam merdeka belajar juga diberikan kepada siswa dengan memberi mereka ruang untuk berinovasi dan mengekspresikan kreativitas dalam proses belajar.

Perubahan kurikulum ini jelas memerlukan dukungan dari seluruh anggota civitas akademik di Indonesia, termasuk guru, siswa, tenaga pendidik, dan bahkan orang tua.

Bacaan Lainnya
DONASI

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susetyo pada tahun 2020, terdapat banyak lembaga pendidikan yang belum siap untuk menerapkan konsep Merdeka Belajar. Hal ini disebabkan oleh perubahan pola pikir yang masih memerlukan waktu untuk berkembang.

Selain itu, persiapan program pembangunan sumber daya manusia, terutama persiapan tenaga pendidik sebagai tulang punggung sistem pendidikan, juga membutuhkan waktu yang cukup panjang. Meskipun demikian, dalam prakteknya, seorang guru diharapkan untuk menjadi agen perubahan yang mengambil langkah-langkah untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik.

Melihat secara mendalam pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, diharapkan bahwa seorang guru memiliki kemampuan untuk merancang metode pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengajaran dan pendidikan.

Pendekatan ini berakar pada konsep dasar ajar yaitu asih, asuh, asah. Penekanan ini sejalan dengan filosofi belajar humanis, di mana proses pembelajaran dipandang sebagai upaya untuk mengembangkan kemanusiaan, dengan peran guru dan murid masing-masing dalam membangun pengetahuan.

Asih, yang artinya memberikan kasih sayang, merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan emosional dasar. Sebagai seorang guru, penting untuk membangkitkan perasaan kasih sayang antara guru dan siswa.

Ketika anak-anak dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kasih sayang dan persahabatan, mereka belajar untuk menghargai cinta dalam kehidupan.

Dalam praktiknya, dalam merencanakan pembelajaran berbasis Merdeka Belajar, guru dapat memberikan penghargaan kepada siswa yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran sebagai bentuk apresiasi.

Asuh mengacu pada peran guru dalam membina siswa. Di sini, guru bertindak sebagai contoh yang baik untuk memberikan bimbingan kepada siswa. Sebagai agen utama dalam mewujudkan Merdeka Belajar, seorang guru harus menyadari perannya sebagai model yang membentuk karakter siswa.

Terakhir,  Asah, yang bermakna mendidik, merupakan upaya untuk tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran, tetapi juga membentuk karakter anak-anak. Kebutuhan akan rangsangan melalui aktivitas bermain dapat menjadi metode untuk membentuk karakter tersebut.

Pendekatan ini juga dapat memberikan hiburan kepada siswa yang merasa jenuh selama proses pembelajaran. Sebagai contoh, penggunaan media pembelajaran berbasis permainan bisa menjadi alternatif yang menarik bagi guru untuk mengintegrasikan kegiatan bermain dalam pembelajaran.

Baca juga: Mewujudkan Merdeka Belajar dengan Menerapkan Dasar Ajar Asih Asuh dan Asah

Merdeka belajar tidak akan berhasil jika semua komponennya tidak bersedia untuk menyesuaikan diri dan belajar agar dapat mencapai tujuan Merdeka Belajar di Indonesia. Semuanya dimulai dari pemahaman akan peran individu dalam memperbarui sistem pendidikan, terutama peran guru sebagai motor utama dalam mewujudkan Merdeka Belajar.

Pendekatan pendidikan yang telah lama diajukan oleh Ki Hajar Dewantara didasarkan pada prinsip kemerdekaan, yang menegaskan bahwa manusia dianugerahi kebebasan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk mengelola kehidupannya, sambil tetap menghormati norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam upaya memajukan konsep Merdeka Belajar di Indonesia, diharapkan bahwa guru memiliki keterampilan pengajaran yang kuat, kemampuan untuk berinteraksi dengan siswa dan komunitas sekolah, serta kemampuan untuk berkomunikasi efektif dengan orang tua siswa. Selain itu, guru juga diharapkan menunjukkan sikap profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya.

 

Penulis: Moch. Ginanjar Yoga T.
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah (Jawa), Universitas Negeri Surabaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI