Sejarah Perkembangan Bank Syariah dan Perkembangan Bank di Indonesia

Perkembangan Bank Syariah

Sebelum mengenal Bank Syariah di Indonesia, kita harus mengetahui unsur-unsur yang ada dan berjalan pada Bank Syariah. Bank itu sendiri memiliki makan antara lain adalah sebagai tempat menyimpan juga sekaligus sebagai tempat bertransaksi dan berputarnya uang. Banyak sekali istilah Bank yang sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita.

Ada Bank lingkungan hidup, ada bank darah, dan ada juga bank data. Semua beroperasi dengan sistem dan juga yang pasti ada yang mengelola dari setiap transaksi di dalamnya. Bank mempunyai istilah sebagai “Lembaga Intermediasi Keuangan” yang sudah menjadi vital dalam perekonomian kita.

Bank biasa atau bisa disebut konvensional memiliki unsur yang dilarang oleh Islam atau Syariah, seperti membayar atau menerima bunga (riba), membiayai atau meminjamkan uang dengan tujuan produksi atau usaha yang tidak Syariah, dan sebagainya. Maka dari itu muncullah Bank Syariah yang berguna untuk meminimalisir tindakan yang dilarang khususnya untuk umat Islam.

Tujuan bank syariah didirikan, memiliki makna yang baik bagi umat, dan juga sebagai promosi serta mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, Syariah dan pastinya memiliki tradisi dalam transaksi perbankan. Untuk prinsip yang ditegakkan dalam Syariah antara lain larangan riba dalam transaksi, melakukan kegiatan transaksi berdasarkan keuntungan yang sah dan juga menerapkan sistem bagi hasil seusai dengan kesepakatan, dan juga memberikan zakat bagi umat atau nasabah.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Peran Perbankan Syariah dalam Mendukung UMKM Selama Pandemi

Dasar manajemen Bank Syariah antara lain zakat, shadaqah, ghanimah (rampasan perang), bai (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta), dan sebagainya. Dalam Al-Quran juga mengandung nilai-nilai mengenai akhlak yang menyebutkan konsep accountability yang berupa perintah terdapat dalam QS (2: 282-283). Ada konsep lain yakni trust (amanah) terdapat dalam QS (2: 283) dan keadilan pada QS (4: 4, 128, 135) (5: 8).

Aktivitas perbankan Syariah pada awalnya terjadi pada zaman Rasulullah SAW, dan mulai terlahir Bank Syariah modern pada tahun 1960’an. Pada zaman Rasulullah SAW, beliau sudah mendapatkan unsur amanah dan terpercaya. Karena Rasul memiliki sifat Al-Amien yang memiliki makna “terpercaya”. Maka dari itu sifat dan sikap Nabi Muhammad diterapkan dalam sistem perbankan Syariah sampai saat ini.

Dalam perbankan Syariah, terdapat 2 macam praktik simpanan (deposit) yang diterapkan pada syariat Islam, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah. Munculnya variasi ini adalah karena perkembangan wacana dari pemanfaatan tipe simpanan tersebut yang dimasa Rasulullah mempunyai konsep awal yaitu sebagai suatu amanah, lalu bergeser menjadi konsep (Arifin, 2009:5).

Selain itu juga ada aktivitas menggunakan metode mudarabah. Metode tersebut diterapkan dalam aktivitas perniagaan Syariah karena sistemnya dengan cara bagi hasil keuntungan. Mudarabah sendiri adalah suatu bentuk kerja sama dengan modal perniagaan berasal dari satu pihak saja. Sedangkan untuk musyarakah adalah bentuk kerja sama kedua belah pihak dengan modal pengelola dari lebih dari dua belah pihak.

Pada awalnya, perbankan Syariah di Indonesia berdiri pada tahun 1990 MUI mendirikan bank Syariah. Disisi lain, pada tahun 1990 3 BPRS mendapatkan izin resmi dari menteri keuangan. Pada Agustus 1991 BPRS Dana Mardhatillah, Berkah Amal, Sejahtera Beroperasi, dan disusul BPRS Amanah Rabbaniyah pada bulan Oktober.

Tahun 1992 Bank Muamalat berdiri.  Bank Muamalat pada tahun tersebut menerapkan 2 sistem banking yakni Bank umum dan juga BPR. Lanjut ditahun 1998 Bank konvensional boleh memiliki UUS (Unit Usaha Syariah). Baru pada tahun 1999 UUS dan BPRS beroperasi berdampingan.

Baca Juga: Ekonomi Syariah sebagai Ekonomi yang Berdaya Tahan

Untuk sejarah bank syariah sendiri dari tahun 1992 BMI, pada tahun 1999 BSM, pada tahun 2004 Mega Syariah, pada tahun 2008 BRIS dan Bukopin Syariah, pada tahun 2009 BCA, pada tahun 2009 Victorian Syariah, pada Panin Subai Syariah 2009, pada tahun 2010 Bank Jabar Banten Syariah dan Maybank Syariah, pada tahun 2014 bank BTPN Syariah, pada tahun 2016 NTB Syariah, Aceh Syariah, dan terakhir pada tahun 2021 BSI dan juga bank net Syariah.

Itulah serangkaian sejarah dari tahun ke tahun perkembangan dari bank Syariah itu sendiri berdiri di nusantara. Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 di Indonesia sudah tercatat kurang lebih terdapat BUS berjumlah 11 buah, UUS 23 buah. Sedangkan pada tahun 2005 sendiri terdapat 3 BUS dan 19 UUS. Perkembangan yang sangat bagus untuk Langkah terbaik dari perkembangan saat ini.

Landasan hukum Islam tentang Pembiayaan dalam sistem perbankan Syariah menurut Prasetyo, (2009:478).

“Al-Qur’an Surah Shad ayat 24 menjelaskan tanggung jawab dalam membentuk aliansi atau kerja sama. Disarankan untuk tidak menimbulkan despotisme kepada orang lain dengan meminta tambahan dari keuntungan yang diperoleh. Ayat ini juga menjelaskan bahwa umat Islam yang tidak merugikan dalam kerja sama dengan pasangannya dikategorikan beriman dan telah melakukan perbuatan baik. Sedangkan Surah An-Nisa ayat 58 menjelaskan tentang tanggung jawab dalam menjalankan amanah.”

Marimin, Romdhoni, dan Fitria (dalam Antonio 2008) menjelaskan seperti berikut ini:

  1. Kelebihan Bank Syariah terutama pada kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabahnya. Dari ikatan emosional inilah dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.
  2. Dengan adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam Bank Islam adalah berusaha sebaik-baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah.
  3. Adanya Fasilitas pembiayaan (Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah) yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap.

Menurut kutipan Imaniyati (2009:24) “Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan dalam peraturan pemerintah” peraturan tersebut di tindak lanjuti dalam peraturan pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Pada undang-undang no.7 Tahun 1992 menjadi “Bank berdasarkan prinsip syariah”. Serta dalam pasal 1 ayat (13) ini menyebutkan sebagai berikut :

“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa Iqtina).” Imaniyati (2009:26).

Baca Juga: Semakin Mudah dan Berkah dengan Dompet Digital Syariah LinkAja

Landasan dan juga kepastian hukum yang kuat bagi para pelaku bisnis serta masyarakat luas ini meliputi:

1. Untuk bank umum harus memiliki pengaturan aspek kelembagaan dan kegiatan usaha yang tercantum dalam pasal 1 ayat 3 undang-undang No.10 Tahun 1998. Isi dari pasal tersebut adalah bank umum dapat memilih untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional atau berdasarkan prinsip Syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut. Jadi untuk bang umun harus memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) dan memiliki kantor cabang syariah. Sedangkan BPR harus memilih metode satu saja. Syariah atau konvensional.

2. Jika bank umum Syariah ingin membuka kantor cabang Syariah wajib melakukan pembentukan Unit Usaha Syariah “USS”, memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan di tempatkan oleh Dewan Syariah Nasional. 

UU No. 21 pada tahun   2008 tentang perbankan Syariah. Pada UU inilah yang memuat 70 pasal dan perbankan Syariah yang berada di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih pesat dan memberikan manfaat lebih besar.

Tentunya hal ini membuat dan membuka peluang usaha bagi perbankan Syariah sesuai dengan UU tersebut, adalah 1. Bank umun Syariah dan bank perkreditan rakyat tidak dapat dikonversi menjadi bank konvensional, tetapi bank konvensional justru dapat dikonversikan menjadi bank Syariah. 2. Penggabungan atau peleburan antara bank Syariah dengan bank konvensional  wajib menjadi bank Syariah. 3. Bank umum konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan apabila UUS mendapat paling sedikit 50% dari total aset induknya.

Daftar Pustaka

Zainul Arifin, M. B. A. (2012). Dasar-dasar manajemen bank syariah. Pustaka Alvabet.
Marimin, A., & Romdhoni, A. H. (2015). Perkembangan bank syariah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam1(02).
Imaniyati, N. S. (2009). Perkembangan Regulasi Perbankan Syariah di Indonesia: Peluang dan Tantangan. Syiar hukum11(1), 21-38.
Syukron, A. (2013). Dinamika perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Economic: Journal of Economic and Islamic Law3(2), 28-53.
Soenjoto, W. P. P. (2018). Tantangan Bank Syariah Di Era Globalisasi. El-Barka: Journal of Islamic Economics and Business1(1), 79-103.
Utama, A. S. (2018). History and development of Islamic banking regulations in the national legal system of Indonesia. Al-‘Adalah15(1), 37-50. Sari, M. D., Bahari, Z., & Hamat, Z. (2016). History of Islamic bank in Indonesia: Issues behind its establishment. International Journal of Finance and Banking Research2(5), 178-184.

Burhan Widi Wijaya
Mahasiswa Perbankan Syariah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor: Diana Pratiwi

Pos terkait