Pandemi covid-19 yang melanda dunia sangat mempengaruhi kehidupan manusia dari segala aspek. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah aspek ekonomi.
Persoalan kelangsungan hidup masyarakat dalam menghadapi pandemi sampai saat ini semakin berimplikasi pada kesejahteraan mereka akibat berkurangnya permintaan dan penawaran dalam memproduksi barang maupun jasa.
Hal ini juga berdampak pada berkurangnya jumlah tenaga kerja yang berujung pada bertambahnya pengangguran.
Dikutip dari nasional.tempo.co, ada berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah di masa pandemi covid-19, dimulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), stimulus pariwisata, membentuk Komite Penanganan Covid-19, serta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Walaupun telah berjalan, namun beberapa kebijakan tersebut belum cukup efektif untuk mengatasi pandemi covid-19 dan dampaknya bagi perekonomian negara.
Hal ini sejalan dengan data yang diperoleh dari WHO dan PHEOC Kemenkes pada 31 Desember 2022, menyatakan bahwasanya Pemerintah Republik Indonesia telah melaporkan sebanyak 6.718.775 orang terkonfirmasi positif covid-19 dan terdapat 160.583 kematian terkait covid-19 yang dilaporkan serta 6.544.228 pasien yang telah sembuh dari penyakit tersebut.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter untuk memperbaiki keadaan perekonomian di Indonesia.
Tentunya ada beberapa indikator yang berpengaruh untuk mengukur perkembangan suatu negara, yaitu pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran.
Keberadaan APBN ini menjadi tonggak penyeimbang berbagai tujuan untuk mendukung kesinambungan penanggulangan pandemi dan mendorong pemulihan ekonomi dan konsolidasi fiskal.
Upaya reformasi struktural di tahun 2023 akan meletakkan dasar perekonomian yang kuat, kompetitif, produktif, dan inovatif untuk memungkinkan terjadinya transisi ekonomi menuju Indonesia Maju.
Pengangguran di Indonesia bukanlah sesuatu yang kita anggap remeh. Mengingat pandemi Covid-19 belum juga berakhir dengan melihat bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah angkatan kerja Indonesia yang beriringan dengan tingkat pengangguran yang terus meningkat setiap tahunnya, terutama bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan sarjana.
Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya pengangguran terdidik memiliki kesempatan kerja yang terbatas. Apalagi dari situasi saat ini, dampak pandemi menyebabkan banyak perusahaan tutup karena mengalami kerugian menyebabkan kesempatan kerja menjadi semakin terbatas.
Kesempatan kerja yang terbatas telah menghambat pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Seperti kita ketahui bersama, pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan negara yang mengalami kenaikan secara nasional agregatif ataupun peningkatan output (pendapatan negara) dalam suatu periode tertentu. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin rendah pertumbuhan ekonomi suatu negara maka tingkat pengangguran akan semakin tinggi. dan sebaliknya.
Penurunan pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih besar pada tahun 2023 disertai dengan risiko resesi di sejumlah negara maju. Pada tingkat ekonomi makro, resesi mencakup periode ketika produk domestik bruto (PDB) menurun ketika pertumbuhan ekonomi riil buruk.
Bahkan lebih daripada itu, resesi ekonomi jangka panjang dapat menyebabkan depresi ekonomi yang dapat menyebabkan krisis ekonomi sehingga terjadi kemerosotan situasi makroekonomi yang berdampak pada pendapatan masyarakat yang berkurang dan menciptakan pengangguran.
Lantas bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi resesi ekonomi 2023 terhadap ketenagakerjaan?
Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, bisa kita lihat pada analisis tingkat pengangguran berdasarkan hasil proyeksi penduduk SUPAS 2015.
1. Data TPT Menurut Provinsi
Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2022, TPT mencapai 5.86 persen, yang berarti bahwa dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia, terdapat sekitar 5 orang penganggur.
Hasil Sakernas menunjukkan bahwa TPT di Indonesia mengalami fluktuatif. Hal ini ditunjukkan pada Februari 2022 TPT mengalami penurunan dan mengalami peningkatan pada Agustus 2022.
Apabila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2021, TPT mengalami peningkatan sebesar 0.23 persen poin, sedangkan bila dibandingkan dengan Agustus 2022 mengalami peningkatan sebesar 0.03 persen poin.
2. Data TPT Menurut Jenis Kelamin
TPT berdasarkan jenis kelamin, pada periode Agustus 2020 hingga Agustus 2022 menunjukkan bahwa TPT laki-laki cenderung lebih tinggi daripada perempuan.
Pada Agustus 2022, TPT laki-laki sebesar 5,93 persen, sementara TPT perempuan sebesar 5,75 persen. Apabila dibandingkan dengan kondisi Agustus 2020 dan Agustus 2021, TPT baik pada laki-laki maupun perempuan menunjukkan adanya penurunan searah dengan pola nasional.
TPT laki-laki dan perempuan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,81 persen poin dan 0,36 persen poin jika dibandingkan Agustus 2021.
3. Data TPT Menurut Daerah Tempat Tinggal
Sementara apabila diamati berdasarkan daerah tempat tinggal memperlihatkan bahwa TPT di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi hampir dua kali lipat daripada TPT di perdesaan.
Pada Agustus 2022, TPT di perkotaan mencapai 7,74 persen, sedangkan TPT perdesaan sebesar 3,43 persen.
Apabila dibandingkan dengan kondisi Agustus 2020 dan Agustus 2021, TPT perkotaan dan perdesaan memiliki pola yang sama dengan TPT nasional sehingga mengalami penurunan pada Agustus 2022, masing-masing sebesar 0,58 persen poin untuk laki-laki dan 0,74 persen poin untuk perempuan.
Perlu diketahui bahwa kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sangat menentukan dalam penyerapan tenaga kerja.
Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa keberadaan UMKM dapat menarik minat masyarakat sehingga kegiatan ekonomi dapat berjalan secara produktif. Selain itu, UMKM telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDB dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0 di Indonesia.
Dibalik dampak negatif yang akan dirasakan dari adanya pandemi covid-19 terhadap perekonomian Indonesia dalam bidang ketenagakerjaan, adapun dampak positif yang dapat dirasakan, antara lain adanya penggunaan teknologi dalam bekerja sehingga membuat waktu dan ruang bekerja menjadi fleksibel atau biasa disebut dengan Work from Home (WFH).
Dari adanya upaya ini membuat para pekerja tidak harus bekerja di kantor yang menciptakan kerumunan sehingga memudahkan penyebaran virus covid-19 disekitarnya. Upaya inilah yang menjadi tolak ukur dalam mengatasi solusi terhadap tingginya angka pengangguran selama pandemi covid-19 dengan membuka pekerjaan yang dapat dilakukan di luar kantor dengan waktu yang lebih fleksibel.
Dalam hal ini, pemerintah menyatakan langkah-langkah untuk mendukung perekonomian secara bertahap dan fokus pada proses pemulihan ekonomi.
Oleh karena itu, salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah pelaksanaan Program Padat Karya, seperti penerapan Program Prakerja yang menyediakan berbagai macam kurus dalam persiapan karir dan menunjang dalam mencari pekerjaan atau membuka lapangan pekerjaan sehingga masyarakat dapat berpenghasilan dan menambah pendapatan dalam negara.
Selain mendapatkan sertifikat serta ilmu, program ini juga memberikan insentif kepada pendaftar yang mengikuti program prakerja ini sebanyak Rp 2-3 juta per bulan selama empat bulan.
Untuk itu, generasi milenial menjadi penting untuk mendukung kebijakan pemerintah yang membuat perubahan tersebut terjadi sesuai struktur dengan menciptakan persaingan dalam pasar ekonomi.
Selain itu, inovasi dan kreativitas penting dalam pengelolaan dan ruang lingkup aktivitas manusia untuk meningkatkan skill mapun softskill demi kebutuhan ekonomi.
Hal ini akan menciptakan persaingan dengan mendukung proses pemulihan ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan yang menjadi landasan membangun pemerintahan yang demokratis dalam menghadapi resesi tahun 2023.
Penulis: Primazaria Nestson Pangloli
Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, FEB, Universitas Hasanuddin