Bahasa Inggris di Era Disrupsi: Pengelolaan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran

Bahasa Inggris merupakan bahasa universal yang berkembang sangat pesat dalam pendidikan di Indonesia. Penggunaan dan pembelajaran bahasa Inggris telah menjadi suatu hal yang mutlak dipelajari bagi seseorang dalam merespon dan menghadapi tantangan pendidikan yang muncul di era disrupsi ini.

Dalam kamus bahasa Indonesia kata disrupsi berarti perubahan masif yang mengubah sistem tatanan. Disrupsi sendiri akan menyebabkan adanya inovasi-inovasi dan kreatifitas baru. Dalam sistem pendidikan era disrupsi akan mengubah sistem tatanan pendidikan terhadap sistem pembelajaran yang didapatkan oleh murid dan pola pengajaran yang dilaksanakan oleh pengajar.

Daniel Berg menjelaskan, “sistem pembelajaran yang banyak melibatkan teknologi, membuat siswa lebih termotivasi dan lebih cepat menyerap pembelajaran yang dilakukan oleh guru”. Dalam perkembangan pembelajaran bahasa inggris di Indonesia, era disrupsi selayaknya benar-benar dimanfaatkan dan dapat dijadikan pijakan awal pembaharuan tatanan belajar bahasa asing.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Pentingnya Metode Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Usia Dini

Pembelajaran bahasa Inggris di tengah era disrupsi semestinya tidak lagi menekankan kepada tata bahasa dan merakit kalimat. Keberadaan guru dan dosen adalah untuk memberi ruang kepada siswa agar bisa mengembangkan nalar, dan rasa penasaran, yang akhirnya berujung kepada berpikir kritis dengan menggunakan bahasa Inggris.

Disrupsi dunia pendidikan terutama dalam pembelajaran bahasa menginovasi kegiatan belajar dan mengajar yang secara sadar konsekuensinya akan berdampak kepada masifnya penggunaan inovasi teknologi digital dalam proses belajar dan mengajar (cyber system), sehingga pewarisan ilmu pengetahuan dan kompetensi dapat berlangsung secara kontinu tanpa harus selalu bertatap muka di kelas.

Dengan kata lain, materi ajar dapat sampai ke peserta didik setiap saat, tanpa terbatas ruang dan waktu. Gumawang Jati dari British Counsil menjelaskan teknik pelaksanaan pendidikan era disrupsi yaitu:

(1) Menyiapkan  perangkat teknologi digital untuk pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM), (2) Menyiapkan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman, dan, (3) Memastikan tenaga pendidik mempunyai kecakapan dalam memanfaatkan IT untuk pembelajaran.

Era digitalisasi penggunaan bahan ajar bukan merupakan suatu kendala yang besar bagi pelajar dan pembelajar bahasa, khususnya untuk belajar bahasa Inggris. Mudahnya untuk mendapatkan sumber belajar dan bentuknya yang beranegaragam menjadikan pembelajaran bahasa inggris akan semakin mudah.

Baca Juga: ‘Meme’ sebagai Sarana Belajar Bahasa Inggris

Bahan ajar berupa bacaan, video, live radio voice, dan permainan interaktif sangat mudah didapat. Bahkan dalam kegiatan belajar saat ini untuk menulis kini ada kecerdasan buatan yang membantu pemakainya memperbaiki tata bahasa.

Contoh sederhananya ialah program Microsoft Word yang bisa mengecek kesalahan ejaan, tanda baca, dan pemakaian kata ganti yang tepat. Lebih canggih lagi, di internet sudah banyak laman dan aplikasi yang bisa membantu menata ulang seluruh tulisan hingga mengusulkan pemakaian frasa yang lebih bernuansa.

Oleh karena itu, walaupun Era disrupsi pembelajaran bahasa membawa peserta didik pada berbagai kemudahan dalam belajar. Guru dan dosen bahasa Inggris harus memberi hal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi, yaitu motivasi dan pengembangan nalar.

Kemampuan siswa dan mahasiswa menganalisis serta membangun argumen di dalam benak dengan memakai bahasa Inggris. Bukan dipikir dalam bahasa Indonesia, lalu diterjemahkan ke bahasa Inggris. Dalam pengelolaan berfikir kritis dalam pembelajaran bahasa inggris, guru dan dosen harus memberikan kebebasan jaminan berekspresi positif kepada siswa.

Merubah mindset belajar bukan lagi tentang proses interaksi langsung antara siswa dan guru. Melainkan telah bergeser menjadi proses tunggal mencari tahu dari segala sumber dan mengetahui bahwa peserta didik pada era ini, adalah user-user otodidak yang sangat mengandalkan teknologi dalam menjalani aktivitas belajarnya sehari-hari.

Baca Juga: Haruskah Remaja Muslim Belajar Bahasa Inggris?

Siswa wajib berbahasa inggris dalam kegiatan pembelajaran dan selama di area pembelajaran, mengekspresikan pendapat mereka dalam berpendapat, mengadu argumen akan fenomena-fenomena hangat yang terjadi di kalangan masyarakat atau negara.

Kemampuan berfikir kritis akan merefleksi daya belajar bahasa siswa dan mengembangkan sifat berfikir logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Berpikir kritis dalam konteks pendidikan bahasa inggris menyangkut kegiatan berbahasa yang mendorong siswa melakukan interpretasi, kolaborasi dalam latihan penggunaan bahasa Inggris.

Menggunakan konvensi dalam kemampuan menulis, menerapkan pengetahuan budaya, memecahkan masalah tentang topik yang dibicarakan, merefleksi penggunaan bahasanya dan menciptakan wacana.

Pandangan ini diringkas oleh Kern (2010) menjadi pendekatan proses belajar mengajar berbasis literasi yang melibatkan 3R: respon, revisi, dan refleksi. Lebih jauh, Kern membandingkan beberapa perbedaan peran guru dan siswa pada pengajaran bahasa dalam tabel berikut ini. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah:

Tabel. Peran Guru dan Siswa Sesuai Pendekatan Pengajaran Bahasa Inggris

StrukturalKomunikatifLiterasi
Guru dan siswa sebagai ahli dan pebelajar filologi/linguistikGuru dan siswa sebagai penuturGuru dan siswa sebagai analis wacana dan penjelajah budaya
Guru mengajar dan melatihGuru mengajar dan melatih dalam konteks komunikasiGuru mengajar dan melatih secara kritis dalam konteks komunikasi
Guru mengoreksi mengacu pada aturanGuru menanggapi tujuan komunikasiGuru menanggapi, merefleksi dan merevisi penggunaan bahasa
Siswa menyerap pelajaranSiswa berpartisipasi aktif dalam interaksiSiswa berpartisipasi aktif dalam refleksi dan revisi penggunaan bahasa

Konteks pengajaran bahasa di Inggris, guru menghadapi tugas besar untuk mengaktifkan berpikir kritis siswa. Mengaktifkan berpikir kritis di sini sekedar menghafalkan fakta atau konsep lebih dari itu mengharuskan peserta didik melakukan sesuatu atas fakta-fakta tersebut.

Baca Juga: Indonesia: Kecakapan Bahasa Inggris Kian Melemah

Peserta didik harus memahaminya, menganalisis satu sama lainnya, mengkategorikan, memanipulasi, menciptakan cara-cara baru secara kreatif, dan menerapkannya dalam mencari solusi terhadap persoalan-persoalan baru.

Berfikir kritis dalam bahasa Inggris dibagi menjadi empat kelompok yaitu: pemecahan masalah, membuat keputusan, berfikir logis, dan berfikir kreatif. Untuk melaksanakan penilaian, guru memerlukan instrumen penilaian dalam bentuk soal-soal, baik untuk menguji aspek pengetahuan, sikap, dan maupun keterampilan.

Instrumen penilaian yang digunakan guru untuk menguji hasil belajar peserta didik pada aspek pengetahuan biasanya diambil dari berbagai buku atau kumpulan soal-soal ujian. Soal dapat berupa uraian atau pilihan ganda.

Latar belakang dari digalakkannya pengembangan butir soal berfikir kritis ini adalah berawal dari kesulitan-kesulitan terjadi ketika guru dan dosen, dikarenakan jarangnya membangun sistem pembelajaran bertahap. Selain itu, materi masih ditentukan oleh pengajar.

Kegiatan belajar di kelas harusnya berubah dengan konsep ada dialog untuk melihat topik yang tengah diminati siswa dan mahasiswa. Membaca minat tersebut, pengajar bisa menggunakannya untuk mengajak siswa membangun argumen.

Baca Juga: Channel Pesona Bahasa Belajar Bahasa Asing, Jadi Metode yang Efektif

Tahapannya diatur mulai dari mendasar lalu evaluasi, kemudian jika sudah baik dapat dilanjutkan ke level menengah hingga mahir dengan evaluasi rutin. Selanjutnya rendahnya kemampuan bahasa Inggris peserta didik Indonesia, hal ini diperoleh dalam survey yang dilaksanakan oleh benchmarking internasional seperti PISA (2009) dan PIRLS (2011).

Belajar berpikir kritis tidak langsung seperti belajar tentang materi, tetapi belajar bagaimana cara berpikir kritis dalam penggunaanya untuk memecahkan masalah saling berkaitan satu sama lain. Keterampilan berpikir peserta didik dapat dilatihkan melalui kegiatan di mana peserta didik diberikan suatu masalah dalam hal ini masalah berbentuk soal yang bervariasi.

Data tersebut, perlu kiranya untuk menemukan solusi penyelesaian masalah, yakni bagaimana untuk menciptakan pembelajaran bahasa Inggris yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Semua dilakukan agar siswa dapat mengembangkan ide-ide yang telah mereka dapat untuk selanjutnya dapat melatih mereka untuk berfikir tingkat tinggi.

Pengembangan Soal Berfikir Kritis

Pengembangan soal berfikir kritis dalam bahasa Inggris memerlukan berbagai kriteria baik dari segi bentuk soalnya maupun konten materi subjeknya. Teknik penulisan soal-soal berfikir kritis baik yang berbentuk pilihan ganda atau uraian secara umum sama dengan penulisan soal tingkat rendah, tetapi ada beberapa ciri yang membedakannya.

Terdapat beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis soal dalam hal ini guru untuk menulis butir soal yang menuntut berpikir tingkat tinggi para siswa, yakni materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku sesuai dengan ranah kognitif loom pada level analisis, evaluasi, dan mengkreasi.

baca Juga: Explore Bahasa Gaul Jaksel yang Digunakan Sehari-hari

Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus) dan soal mengukur kemampuan berpikir kritis. Soal pengembangan berfikir kritis selayaknya meminimalisir kemampuan mengingat kembali informasi (recall), tetapi lebih mengukur kemampuan:

  1. Transfer satu konsep ke konsep lainnya;
  2. Memproses dan menerapkan informasi;
  3. Mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
  4. Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah; 
  5. Menelaah ide dan informasi secara kritis.

Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut berpikir tingkat tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks bacaan, paragraf, teks drama, penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar kata/simbol, contoh, peta, film, dan  atau suara yang direkam.

Keterampilan-keterampilan di dalam kemampuan berfikir kritis di dalam Taksonomi Bloom termasuk tiga level tertinggi yaitu analisis, evaluasi, dan mengkreasi. Untuk peserta didik tingkat menengah tidak semua keterampilan dapat dilatihkan melalui pemecahan soal-soal tetapi kita dapat memilih yang sesuai dengan tingkat berpikir peserta didik tersebut dan mendesain menjadi soal yang mendorong peserta didik berpikir tingkat tinggi dalam kemampuan bahasa Inggrisnya. Berikut contoh soal berfikir kritis yang dapat dikembangkan dari sebuah teks bahasa Inggris:

Mengkreasi : Compose a letter of apology from Kancil to Crocodile!

Mengevaluasi : Do you think Kancil has done the right thing? Why?

Menganalisis : In what ways are Kancil and Crocodile different?

Penulis: M. Bambang Purwanto
Mahasiswa S3 Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Semarang & Dosen Politeknik Darussalam Palembang

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/peringkat-dan-capaian-pisa-indonesia-mengalami-peningkatan

Aas, Kjersti, and Daniel Berg. “Models for construction of multivariate dependence–a comparison study.” Copulae and Multivariate Probability Distributions in Finance. Routledge, 2013. 43-64.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI