Setiap saat kita tidak bisa terlepas dari yang namanya iklan (Kriyantono, 2013). Iklan adalah proses komunikasi satu arah, bersifat impersonal yang bertujuan untuk mempengaruhi orang untuk membeli produk, disebarluaskan melalui media massa atau media massif dan pemuatannya mensyaratkan membayar slot waktu untuk radio, televisi atau film dan luas kolom untuk media cetak dan luas ruang untuk media luar rumah, seperti billboard, spanduk, display di jalan raya, dan baliho (Kriyantono, 2013). Sebagaimana kita ketahui media adalah sebuah alat atau perantara untuk menyampaikan pesan kepada khalayak (secara individu maupun massa). Iklan berupa informasi atau pesan ersuasif yang dikomunikasikan antara perusahaan dan konsumen disebut komunikasi kepada konsumen (Priansa, 2017). Komunikasi kepada konsumen merupakan pertukaran ide, gagasan, masukan, informasi, dan kritik yang memiliki tujuan tertentu (Priansa, 2017, h. 2). Di dalam sebuah media terdapat manajemen untuk mengatur dan menjaga keberlangsungan dari suatu media.
Untuk keberlangsungan suatu media mengharuskan roda perekonomian dari suatu media berputar, salah satu penyumbang terbesar pemutaran roda ekonomi dari suatu media adalah iklan. Dulu televisi menyumbang belanja iklan paling besar tapi semenjak adanya peningkatan pengguna internet kini berubah, belanja iklan lambat laun bergeser ke dalam belanja iklan digital (internet). Data dari Zenith Optimedia menunjukkan bahwa setelah beberapa dekade mendominasi belanja iklan global, media televisi menemukan titik deklinasinya pada 2015-2016, cenderung mengalami stagnasi dan hanya mencatatkan pertumbuhan satu persen dalam beberapa tahun, dominasi belanja iklan televisi pun dengan cepat digantikan oleh belanja iklan digital (internet) (Sudibyo, 2019, h. 42).
Berbicara tentang iklan dalam penggunaan penyaluran “iklan” dari suatu perusahan yang bergerak di bidang produk atau jasa, sering kali menggunakan agensi iklan (di luar dari perusahaan produk atau jasa yang digunakan) akan tetapi ada juga beberapa perusahaan yang memiliki bagian untuk memproduksi iklan tanpa menggunakan agensi. Di Indonesia terdapat tiga agensi iklan terbesar yaitu Matari Advertising, Lowe Indonesia, dan Dwi Sapta Advertising. Agensi periklanan merupakan suatu orang yang menjahit dalam artian menciptakan (membuat) iklan, berencana bagaimana, kapan dan di mana harus disampaikan kepada klien (khalayak) (Arti, 2015).
Agensi iklan dapat diartikan sebagai perencana dari sebuah perusahaan terkait produk atau jasa yang akan ditawarkan kepada khalayak. Fungsi dari iklan adalah memberikan informasi penting, mempersuasi, mengingatkan, memberi nilai tambah, mendampingi upaya-upaya lain dari perusahaan (Priansa, 2017 h. 180) terkait suatu produk atau jasa. Sebuah media atau perantara untuk beriklan itu sangat penting, karena berkaitan dengan kegiatan dalam mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, naik dalam bentuk tulisan, suara gambar, suara dan gambar, data serta grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak , media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia (Priansa, 2017, h. 191). Media tradisional kini harus mencari cara baru untuk mempertahankan kepemilikan dan kontrol atas konten mereka (Sinclair, 2016). Diharapkan media lama atau tradisional dapat bersaing dengan cara kreatif.
Saat ini khususnya media iklan tengah mengalami disrupsi luar biasa, kini iklan tidak lagi didominasi oleh segala sesuatu yang berbau cetak dan mahal, dengan adanya perkembangan internet kini media iklan beralih menggunakan internet, pesatnya peningkatan penetrasi penggunaan internet melalui smartphone. Para pelaku bisnis iklan atau agensi iklan kini semakin kreatif dalam merancang berbagai program iklan, dan iklan yang ditampilkan sering dikaitkan dengan berbagai kondisi aktual atau trend yang sedang terjadi, baik dalam skala global maupun skala nasional (Priansa, 2017). Industri atau agensi periklanan dengan adanya kemajuan internet kini beradaptasi merancang strategi agar efektif dalam beriklan menggunakan media internet karena terdapat ciri khas yang terdapat dalam internet dibandingkan media iklan lainnya. Karakteristik iklan yang ada di internet salah satunya akan tersimpan selamanya di dalam Big Data, jadi hal ini dirasa lebih memangkas ongkos beriklan dan juga beriklan menggunakan media internet lebih murah dibandingkan televisi. Media baru atau yang sering disebut internet di sini pada beberapa tahun terakhir banyak peminat atau pengguna, media tradisional seperti televisi, radio, dan cetak tetap ada pengguna, pengguna yang sama-sama dijual kepada pengiklan. Kedua media (baru dan tradisional) memiliki karakteristik yang berbeda seperti media baru mengaburkan antara batasan ruang dan waktu, sedangkan media tradisional masih mempunyai batasan ruang dan waktu (Sinclair, 2016). Dengan adanya internet yang menjadi sebuah media baru dalam melakukan iklan, media lama kini tidak mampu mengatasi internet (Sinclair, 2016).
Data-data di atas menunjukkan pergeseran perusahaan (agensi) dalam memilih media dalam beriklan, media konvensional (televisi, radio, majalah, surat kabar, dan koran) terancam terganggu terkait ekonomi dalam medianya, karena kini trend yang ada di masyarakat banyaknya menggunakan aktifitas media melalui internet. Sekarang, salah satu cara agar agensi iklan tetap digunakan oleh perusahaan adalah agensi periklanan kini telah memenuhi perkembangan iklan pencarian dengan cara mengembangkan internet atau membentuk divisi khusus (digital) sehingga agensi periklanan dapat menyarankan strategi yang ingin dilakukan kepada perusahaan (pengiklan) yang ingin beriklan di internet (Sinclair, 2016).
Industri periklanan kini merancang strategi terkait isu Covid-19 pada produk-produk kesehatan yang ada di Indonesia. Menurut Nielsen selaku lembaga yang fokus kepada riset media, pada awal bulan Maret kategori vitamin menayangkan 300 spot iklan per hari, di tanggal 18 Maret iklan kategori produk vitamin tayang 601 spot iklan per hari (mengalami kenaikan) dengan total belanja iklan Rp. 15 miliar per hari. Selain di televisi kategori iklan produk vitamin dan suplemen juga meningkat belanja iklannya di media digital (internet). Kenaikan belanja iklan ini karena semakin tinggi masyarakat memantau terkait Covid-19 melalui media (Sugianto, 2020).
Disrupsi seperti pedang bermata dua karena suatu hal-hal yang baru akan membawa dampak positif dan juga negatif. Disrupsi di bidang teknologi khususnya periklanan, dahulu hanya mengenal beberapa media konvensional untuk beriklan kini dengan adanya internet berubah, seperti orang berbondong-bondong beriklan melalui internet karena internet banyak pengguna dan dengan adanya artificial intelligence iklan lebih bisa sesuai dengan target pasar yang dinginkan. Artificial intelligence membaca semua data pengguna kemudian dijual kepada pengiklan agar lebih sesuai dengan target produknya, ini berbeda dengan media konvensional. Media internet bisa menjangkau lebih spesifik target pasar dari hasil membaca kebiasaan pengguna internet, selain itu untuk beriklan dalam sebuah media internet dinilai lebih murah dan tidak kadaluarsa.
Penulis: Handika Arisandy
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Daftar pustaka
Arti, Peran, dan Jenis Agensi (n. d.). Juni 29, 2015. https://www.trigunadvertising.com/news-article/31-arti-peran-dan-jenis-agensi-advertising
Kriyantono, R. (2013). Manajemen Periklanan: Teori dan Praktek. Malang: Universitas Brawijaya Press (UB Press).
Priansa, D. J. (2017). Komunikasi Pemasaran Terpadu: pada era media sosial. Bandung: Cv. Pustaka Setia.
Sinclair, J. (2016). Advertising and Media in the Age of the Algorithm. International Journal of Communication 10(2016), 3522–3535.
Sudibyo, A. (2019). Jagat Digital: Pembebasan dan Penguasaan. Jakarta: PT. Gramedia.
Sugianto, D. (2020). Sejak Darurat Corona, Produsen Vitamin Iklan hingga Puluhan Miliar. Maret 23, 2020. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4950230/sejak-darurat-corona-produsen-vitamin-iklan-hingga-puluhan-miliar/2