Kajian Kesalahan Berbahasa dalam Media Sosial: Studi Kasus pada Akun Twitter Tokoh Publik

Kajian Kesalahan Berbahasa dalam Media Sosial
Ilustrasi Pengguna Media Sosial (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Abstrak

Artikel ini membahas fenomena kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di media sosial yang semakin marak, khususnya pada platform Twitter. Penelitian dilakukan dengan metode studi pustaka dan pendekatan deskriptif-kualitatif untuk mengidentifikasi bentuk kesalahan berbahasa serta menganalisis faktor penyebabnya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kesalahan terjadi dalam berbagai bentuk seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan pemilihan diksi yang tidak sesuai dengan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Cuitan tokoh publik seperti @sudjiwotedjo dan @andihiyat menjadi sampel penting untuk menggambarkan kesalahan ejaan serta tindak tutur ilokusi yang memiliki implikasi pragmatis dan sosial.

Penggunaan bahasa informal, singkatan, dan emoji turut memperkuat kecenderungan kesalahan berbahasa di ranah digital. Artikel ini menyimpulkan bahwa kesadaran linguistik perlu ditingkatkan agar penggunaan bahasa Indonesia tetap terjaga di era digital.

Kata Kunci: media sosial, kesalahan berbahasa, ejaan, tindak tutur, analisis pragmatik

Bacaan Lainnya

 

Pendahuluan

Bahasa Indonesia merupakan alat utama komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Bahasa merupakan salah satu elemen penting yang dibutuhkan dalam proses komunikasi antarmanusia.

Selain penggunaan bahasa Indonesia, pengaruh dari budaya lain, baik lokal maupun asing, juga turut memengaruhi kebiasaan berbahasa masyarakat Indonesia. Hal ini diperkuat oleh kemudahan akses terhadap berbagai media informasi di era digital saat ini. Akses informasi melalui media sangat terbuka dan mudah dijangkau, baik dalam bentuk cetak maupun elektronik.

Sayangnya, dalam praktik keseharian, khususnya di media sosial, sering dijumpai beragam kesalahan berbahasa yang dianggap lumrah. Kesalahan ini umumnya terjadi dalam bentuk bahasa tulis dan berpotensi memengaruhi cara berpikir serta kebiasaan menulis seseorang, terutama jika dilakukan secara berulang.

Media sosial memberikan pengaruh yang cukup besar bagi penggunanya, terutama karena perkembangan fungsinya yang terus meningkat seiring waktu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) membuat aktivitas manusia menjadi lebih mudah, menjadikan media sosial sebagai kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari (Iftinan, 2021).

Fenomena kesalahan dalam penggunaan bahasa, khususnya terkait ejaan, kini menjadi hal yang umum dijumpai, terutama di media sosial. Hal ini tidak hanya berdampak pada kebiasaan menulis, tetapi juga pada pemahaman terhadap penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah.

Platform media sosial memungkinkan interaksi aktif antar pengguna, yang turut memengaruhi dinamika bahasa. Media sosial seperti Facebook, Myspace, dan Twitter telah membuka ruang partisipasi pengguna dalam berbagi informasi dan berkomunikasi, namun juga turut mendorong terjadinya perubahan dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam KBBI, merupakan sistem lambang bunyi yang digunakan dalam interaksi sosial dan berperan sebagai pemersatu bangsa. Namun, kemajuan teknologi digital dan kehadiran media sosial menghadirkan tantangan baru dalam menjaga kemurnian dan kebenaran penggunaan bahasa.

Misalnya, keterbatasan jumlah karakter pada Twitter mendorong penggunaan singkatan dan gaya bahasa yang santai, yang sering kali mengabaikan aturan ejaan demi efisiensi dan kecepatan komunikasi Fenomena  memperkuat tren penggunaan ejaan tidak baku dalam gaya bahasa informal atau bahasa gaul, yang pada akhirnya memengaruhi pemahaman dan efektivitas komunikasi.

Selama satu dekade terakhir, media sosial, khususnya Twitter, telah membawa perubahan signifikan dalam cara masyarakat, terutama generasi muda, berkomunikasi. Twitter tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat utama dalam berinteraksi. Namun, penggunaan bahasa yang mengabaikan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), termasuk oleh tokoh publik, menyebabkan penyebaran kosakata yang kurang tepat.

Konteks komunikasi yang cenderung informal di media sosial menjadi salah satu faktor penyebab kesalahan penulisan, penggunaan istilah non-standar, serta penyalahgunaan tanda baca. Hal ini diperparah dengan pengaruh bahasa gaul yang kian populer di kalangan pengguna.

Karena media sosial sering dijadikan sebagai acuan dalam berbahasa oleh generasi muda, maka penting untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak hanya di dunia maya tetapi juga dalam interaksi sosial lainnya (Sagita, 2025).

Di tengah arus digitalisasi yang berkembang pesat, peran bahasa dalam komunikasi melalui media sosial menjadi semakin vital. Namun, fenomena ini juga membawa tantangan tersendiri dalam penggunaan bahasa yang sering kali menimbulkan kesalahan.

Keberadaan berbagai platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram menciptakan pola komunikasi yang dinamis dan kompleks. Di satu sisi, teknologi dan media sosial memberikan manfaat dalam mempercepat informasi, tetapi di sisi lain juga menimbulkan tantangan linguistik yang harus diatasi

Salah satu dampak dari perkembangan media sosial adalah munculnya kebiasaan penggunaan singkatan dan akronim yang tidak lazim dalam percakapan sehari-hari. Hal ini berpotensi menimbulkan salah tafsir antar pengguna.

Selain itu, penggunaan emoji dan simbol grafis dalam percakapan digital memberikan warna baru dalam menyampaikan ekspresi, namun juga dapat menyebabkan ambiguitas. Sebagai contoh, emoji dengan ekspresi yang mirip bisa dimaknai berbeda oleh masing-masing individu. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun bahasa digital bersifat visual, tetap diperlukan ketelitian dalam menafsirkan makna yang disampaikan (Nababan et al., 2024).

Baca juga: Pergeseran Makna dalam Era Digital: Telaah atas Perubahan Bahasa di Ruang Komunikasi Virtual

Selain aspek linguistik, perubahan kebijakan privasi serta algoritma pada platform media sosial juga berpengaruh terhadap bentuk dan isi komunikasi. Sebagai contoh, batasan karakter di Twitter dan perubahan tampilan atau fitur pada platform lain bisa memengaruhi cara pengguna dalam menyampaikan pesan.

Ketidaktahuan akan perubahan-perubahan ini berpotensi menimbulkan kesalahan dalam menyusun kalimat maupun dalam memberikan tanggapan terhadap interaksi yang terjadi. Oleh karena itu, pengguna media sosial perlu memahami bahwa penggunaan bahasa di ruang digital juga menuntut pemahaman terhadap aturan dan dinamika yang berlaku (Haliq, 2025).

 

Metode Penelitian dan Landasan Teori 

Metode Penelitian

Artikel ini menggunakan metode studi pustaka sebagai pendekatan utama dalam menggali dan menganalisis berbagai literatur, jurnal ilmiah, buku referensi, serta dokumen terkait lainnya yang membahas penggunaan bahasa Indonesia dalam media sosial, khususnya dalam konteks ejaan, gaya bahasa, dan dampaknya terhadap komunikasi.

Studi pustaka dipilih karena mampu memberikan landasan teoritis yang kuat dan memungkinkan penulis untuk mengidentifikasi tren, permasalahan, serta solusi yang telah dikemukakan oleh para peneliti terdahulu.

Analisis dalam artikel ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif-kualitatif, di mana penulis berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan fenomena penggunaan bahasa tidak baku di media sosial secara sistematis.

Pendekatan ini bertujuan untuk memahami tidak hanya bagaimana kesalahan ejaan terjadi, tetapi juga mengapa hal tersebut dapat menjadi kebiasaan dalam interaksi digital masyarakat modern, khususnya di kalangan generasi muda.

Landasan Teori

Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Dalam bidang linguistik terapan dan pendidikan bahasa, analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu pendekatan penting yang digunakan untuk mengamati, memahami, dan memperbaiki kesalahan dalam penggunaan bahasa.

Menurut Tarigan, Djago dan Lilis Siti Sulistyaningsih (1996/1997:25), analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur sistematis yang mencakup beberapa tahap kerja, yakni mengumpulkan contoh kesalahan berbahasa (korpus), mengidentifikasi jenis-jenis kesalahan tersebut, menjelaskan penyebabnya, mengklasifikasikan bentuk kesalahan, serta menilai tingkat keseriusan atau kekritisan kesalahan tersebut. (Ginting,2020)

Sementara itu, Pranomo (1996) menjelaskan bahwa analisis kesalahan berbahasa merupakan bagian dari kajian teori interlanguage, yaitu bentuk bahasa antara yang digunakan oleh pembelajar ketika sedang dalam proses menguasai bahasa kedua (B2).

Dalam hal ini, kesalahan berbahasa dipahami sebagai hal yang tak terhindarkan dalam proses belajar bahasa. Pranomo juga menegaskan bahwa analisis kesalahan bukan hanya berfungsi sebagai alat evaluasi, tetapi juga sebagai strategi untuk memahami faktor penyebab kekeliruan serta membantu menyusun pendekatan pembelajaran yang lebih efektif. (Ginting,2020)

Dengan demikian, analisis kesalahan berbahasa bukan hanya menjadi alat identifikasi kesalahan semata, tetapi juga sebagai sarana refleksi dalam upaya meningkatkan kompetensi linguistik pembelajar, baik dalam konteks pendidikan formal maupun dalam kehidupan berbahasa secara umum.

Batasan Analisis Kesalahan Berbahasa

Analisis kesalahan berbahasa memiliki cakupan yang cukup luas. Para ahli membaginya ke dalam berbagai tataran linguistik, mulai dari fonologi, morfologi, hingga sintaksis. Masing-masing bidang ini memiliki karakteristik kesalahan yang khas, tergantung pada unit bahasa yang dianalisis. (Ginting,2020)

1. Fonologi

Dalam tataran fonologi, kesalahan berbahasa mencakup bunyi bahasa, pelafalan, dan unsur fonemis lainnya. Menurut Indihadi (tanpa tahun), kesalahan dalam bidang fonologi biasanya bersumber dari ketidaktepatan penggunaan fonem, diftong, kluster, dan pemenggalan kata.

Tarigan dan Sulistyaningsih (1998) menambahkan bahwa kesalahan dalam fonologi dapat berbentuk perubahan fonem (misalnya pelafalan /p/ menjadi /b/), penghilangan fonem, penambahan bunyi yang tidak semestinya, hingga perubahan diftong menjadi bunyi tunggal.

2. Morfologi

Pada aspek morfologi, kesalahan berbahasa berkaitan dengan struktur kata, terutama pada penggunaan afiks (imbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi (pembentukan kata majemuk).

Badudu (1982) menyatakan bahwa kesalahan dalam bidang morfologi muncul akibat penyalahgunaan afiksasi seperti me-, ber-, atau di-, serta kesalahan dalam membentuk kata ulang atau gabungan kata. Indihadi (tanpa tahun) menegaskan bahwa proses morfologis yang tidak tepat menjadi sumber utama kesalahan pada tataran ini.

3. Sintaksis

Kesalahan sintaksis terjadi ketika struktur kalimat tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Menurut Pateda (1989), kesalahan sintaksis sering berakar dari kesalahan morfologis karena kalimat terdiri dari kata-kata yang saling berhubungan.

Jenis kesalahan yang umum termasuk kalimat tidak baku, kalimat tidak jelas, penggunaan diksi yang salah, hingga kalimat yang redundan atau tidak logis. Semi (1990) membagi kesalahan sintaksis ke dalam tiga tingkatan: frase, klausa, dan kalimat.

Hal ini diperkuat oleh Setiawan (2016), yang menekankan bahwa penyimpangan struktur frase atau klausa sering kali menyebabkan kalimat menjadi tidak efektif. Grafura (2008) juga menambahkan bahwa kesalahan urutan kata, kepaduan gagasan, dan susunan kalimat logis merupakan indikator utama dalam analisis sintaksis.

Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa

Tujuan dari analisis kesalahan berbahasa bukan sekadar untuk mencatat kesalahan, tetapi lebih jauh untuk memahami mengapa kesalahan tersebut terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya. Hal ini sangat penting terutama bagi para pembelajar bahasa kedua (B2), karena mereka rentan terhadap pengaruh dari bahasa pertama (B1) dalam proses akuisisi bahasa baru. (Ginting,2020)

Baca juga: Toleransi Berbahasa dalam Interaksi Nonformal Pencegah Terjadinya Perundungan

Tarigan (1997) menguraikan bahwa kesalahan bahasa dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu error (kesalahan sistemik yang konsisten dan berulang) dan mistake (kekeliruan yang bersifat sementara atau tidak disengaja). Kesalahan ini bisa terjadi karena berbagai sebab, antara lain: (Ginting,2020)

  1. Faktor linguistik, seperti keterbatasan pemahaman struktur gramatikal.
  2. Faktor kegiatan berbahasa, misalnya ketidaksesuaian antara bentuk ujaran dan konteks.
  3. Jenis bahasa, baik lisan maupun tulisan, yang digunakan dalam situasi tertentu.
  4. Penyebab kesalahan, termasuk pengaruh budaya, lingkungan, dan latar belakang pendidikan.
  5. Frekuensi kesalahan, yakni seberapa sering kesalahan tersebut terjadi.

Kontak antara bahasa ibu (B1) dan bahasa kedua (B2) sering menimbulkan fenomena yang disebut interferensi. Apabila unsur bahasa yang ditransfer dari B1 ke B2 membantu dalam proses pembelajaran, disebut transfer positif. Namun jika justru menyebabkan kesulitan atau kesalahan, maka disebut transfer negatif atau interferensi.

Oleh karena itu, analisis kesalahan menjadi penting dalam mendeteksi adanya interferensi dan mencari strategi terbaik untuk mengatasinya. (Ginting,2020)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Analisis Pragmatik Cuitan Tokoh Publik

Dalam ranah media sosial, khususnya Twitter, kerap ditemukan berbagai pernyataan atau cuitan yang memiliki keragaman makna dan sering kali menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda antar pembaca.

Perbedaan penafsiran ini dapat disebabkan oleh sifat dasar komunikasi di Twitter yang berbentuk tulisan singkat, tanpa ekspresi wajah, intonasi suara, atau petunjuk non-verbal lainnya. Akibatnya, makna yang ingin disampaikan tidak selalu dipahami sesuai dengan maksud penulis.

Menurut Fawziyyah dan Santoso (2017), bahasa dalam konteks komunikasi berfungsi sebagai alat yang memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama, membangun interaksi, dan mengidentifikasi diri secara sosial.

Di dalam media seperti Twitter, fungsi ini tetap berjalan, namun sering kali mengalami gangguan karena keterbatasan konteks yang menyertai tulisan. Interaksi yang terjadi tidak selalu berjalan lancar; kesalahpahaman atau salah tafsir menjadi hal yang umum terjadi karena pembaca tidak selalu menyaring atau mengkritisi isi dari cuitan yang dibaca. (Marwuni, 2020)

Dalam komunikasi digital, setiap pernyataan tertulis sebenarnya dapat dianalisis dari sudut pandang pragmatik, khususnya menggunakan teori tindak tutur. Tindak tutur mengacu pada maksud dan fungsi dari ujaran yang disampaikan.

Secara garis besar, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu tindak tutur lokusi (apa yang dikatakan), ilokusi (apa maksud dari yang dikatakan), dan perlokusi (apa pengaruh yang ditimbulkan dari yang dikatakan). Dalam konteks ini, penulis memfokuskan analisis pada tindak tutur ilokusi, yakni maksud atau niat pembicara yang tersirat dalam ujarannya. (Marwuni, 2020)

Dalam kajian ini, dilakukan analisis terhadap cuitan dari akun Twitter milik budayawan Indonesia, @sudjiwotedjo, yang dipublikasikan selama bulan Februari 2020. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi maksud ilokusi dari setiap cuitan serta memahami karakteristik khusus dari gaya bahasa yang digunakan oleh tokoh publik tersebut.

Salah satu cuitan yang dianalisis menyatakan bahwa rubrik mingguan Sudjiwo Tedjo telah terbit. Dalam cuitan tersebut terdapat frasa “met membaca”, yang merupakan bentuk sapaan tidak formal dari “selamat membaca”.

Kalimat ini bukan sekadar informasi, tetapi mengandung ajakan halus kepada para pengikutnya untuk membaca rubrik mingguan yang diberi judul “Kura-kura dalam Harimau”. Dengan demikian, tindak tutur ilokusi dalam cuitan ini adalah ajakan atau bujukan, meskipun disampaikan dengan cara yang tidak langsung dan tetap menjaga estetika berbahasa khas sang budayawan.

Dalam cuitan lainnya, @sudjiwotedjo memberitahukan bahwa buku terbarunya berjudul Tembang Tali Jiwo sudah tersedia dan dapat dipesan mulai 1 Maret. Walaupun disampaikan dalam bentuk informasi, secara pragmatis cuitan tersebut memiliki fungsi ilokusi berupa promosi.

Maksud tersembunyi dari pernyataan tersebut adalah mendorong atau mengajak audiens untuk membeli buku barunya. Ini menunjukkan bahwa bentuk ilokusi dalam media sosial tidak selalu eksplisit, namun dapat dikenali dari konteks dan gaya penyampaian. (Marwuni, 2020)

Melalui analisis tindak tutur ilokusi, terlihat bahwa cuitan-cuitan dari akun @sudjiwotedjo memiliki ciri khas tersendiri. Cuitannya tidak hanya menyampaikan pesan secara langsung, tetapi sering kali mengandung sindiran, kritik sosial, dan permainan bahasa yang unik.

Karakteristik utama dari akun ini adalah penggunaan bahasa kiasan, gaya puitis, dan struktur kalimat yang tidak konvensional, yang mengharuskan pembaca berpikir lebih dalam untuk memahami makna sebenarnya. (Marwuni, 2020)

Sudjiwo Tedjo sebagai seorang budayawan dikenal luas karena kerap menyoroti isu-isu sosial, politik, dan moral melalui medium sastra dan media. Topik yang paling sering diangkat dalam cuitannya adalah kritik terhadap perilaku korupsi. Namun, kritikan tersebut disampaikan secara tidak langsung, lewat gaya bahasa satiris atau alegoris yang tidak mudah ditangkap maknanya hanya dengan membaca sekilas.

Hal ini membuat cuitan-cuitan beliau menjadi bahan diskusi yang menarik, sekaligus menantang pembaca untuk lebih kritis dan peka terhadap konteks sosial.(Marwuni, 2020)

Tak hanya di media sosial, gaya penyampaian ini juga konsisten dalam rubrik mingguan dan karya tulisnya. Menurut Marwuni (2020), gaya berbahasa Sudjiwo Tedjo mencerminkan kepekaan budaya dan seni, di mana setiap pernyataan memiliki kedalaman makna yang tidak hanya bersifat informatif, melainkan juga reflektif dan kontemplatif. Cuitan yang bersifat ilokusi ini sering kali bertujuan untuk menggugah kesadaran moral masyarakat tanpa harus menyebut subjek secara eksplisit.

2. Kesalahan Ejaan dalam Cuitan Tokoh Publik

Dalam kajian analisis kesalahan berbahasa, terdapat dua istilah yang sering kali digunakan secara bergantian, namun sebenarnya memiliki makna dan implikasi yang berbeda, yaitu kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake). Kedua istilah ini saling berkaitan dan kerap menimbulkan kebingungan dalam penggunaannya, terutama dalam konteks penelitian linguistik terapan. (Audina, 2023)

Kesalahan berbahasa merujuk pada bentuk penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa yang telah ditetapkan dan berlaku secara normatif dalam suatu bahasa. Kesalahan ini bersifat sistematis dan berulang, yang menandakan adanya kekurangpahaman atau penguasaan terhadap struktur bahasa oleh penutur atau pembelajar bahasa tersebut. Oleh karena itu, kesalahan dalam konteks ini dipandang sebagai pelanggaran terhadap aturan bahasa. (Audina, 2023)

Sementara itu, kekeliruan berbahasa adalah penyimpangan dari kaidah bahasa yang bersifat sementara dan tidak sistematis. Kekeliruan biasanya terjadi karena faktor-faktor situasional, seperti kelelahan, gangguan perhatian, atau pengaruh emosional sesaat.

Berbeda dengan kesalahan, kekeliruan tidak mencerminkan ketidaktahuan terhadap aturan bahasa dan karena itu sering kali diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena tidak dianggap sebagai indikator yang valid terhadap penguasaan bahasa seseorang. (Audina, 2023)

Baca juga: Miris! Kesadaran Berbahasa Generasi Muda Terancam

Temuan Kesalahan Berbahasa pada Cuitan Twitter @andihiyat Penelitian ini berhasil mengidentifikasi sepuluh cuitan dari akun Twitter @andihiyat yang mengandung berbagai bentuk kesalahan berbahasa.

Kesalahan-kesalahan tersebut diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu kesalahan fonologis dan kesalahan gabungan antara fonologi dan morfologi. Sebanyak lima kesalahan berada pada tataran fonologi. Kesalahan ini meliputi penggunaan kata tidak baku yang mengalami penghilangan fonem vokal maupun konsonan.

Fenomena ini biasanya terjadi karena pengaruh dialek lokal atau karena kebiasaan penutur dalam bahasa lisan sehari-hari yang terbawa ke dalam bentuk tulisan. Selain itu, ditemukan pula kesalahan dalam penggunaan kata serapan dari bahasa asing, di mana unsur-unsur bahasa asing tersebut digunakan secara tidak tepat atau tidak mengalami penyesuaian sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. (Audina, 2023)

Lima kesalahan lainnya tergolong sebagai kesalahan gabungan antara aspek fonologi dan morfologi. Kesalahan-kesalahan ini mencakup penggunaan kata tidak baku, pemakaian bahasa gaul (slang), penghilangan fonem, serta bentuk pasif dari kata kerja yang tidak sesuai dengan aturan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.

Dalam aspek morfologi, ditemukan pula kesalahan yang berkaitan dengan struktur kata, seperti penghilangan prefiks dan sufiks yang menyebabkan terjadinya perubahan makna atau pembentukan kata yang tidak tepat. (Audina, 2023)

3. Hakikat Kesalahan Berbahasa, Diksi, dan Ejaan dalam Bahasa Indonesia

Kesalahan berbahasa merupakan bentuk penggunaan bahasa—baik secara lisan maupun tulisan—yang tidak sesuai dengan kaidah atau aturan kebahasaan dalam bahasa Indonesia.

Sementara itu, analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses sistematis yang mencakup kegiatan mengidentifikasi, mengkritisi, memperbaiki, serta mengklasifikasikan bentuk-bentuk kesalahan yang ditemukan dalam penggunaan bahasa, berdasarkan kategori linguistik tertentu.

Kajian ini secara umum berorientasi pada ranah linguistik, yang mencakup berbagai aspek seperti semantik (makna kata), morfologi (struktur kata), leksikal (pemilihan kata), dan fonologi (bunyi bahasa).

Dengan demikian, analisis kesalahan berbahasa tidak hanya bertujuan untuk mengoreksi pemakaian bahasa yang menyimpang, tetapi juga menjadi sarana penting dalam memahami cara kerja bahasa dan pola kesalahan yang umum terjadi dalam komunikasi sehari-hari. (Fajriyani, 2020)

Menurut Supriani dan Siregar (2012), kesalahan dalam berbahasa merupakan fenomena yang melekat erat dalam praktik berkomunikasi, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa sebagai alat komunikasi digunakan secara terus-menerus dalam kehidupan sosial, sehingga sangat rentan terhadap penyimpangan dari norma yang berlaku.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Nurwicaksono dan Amelia (2014) yang menyatakan bahwa kesalahan berbahasa adalah bentuk penyimpangan dari kaidah kebahasaan yang resmi. Johan (2018) juga menegaskan bahwa kesalahan berbahasa mencakup bentuk penyimpangan yang muncul dalam penggunaan bahasa secara umum, baik dalam ucapan maupun dalam penulisan. (Fajriyani, 2020)

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa adalah bentuk penyimpangan dalam penggunaan bahasa—secara lisan maupun tulisan—yang tidak sesuai dengan ketentuan kebahasaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya penguasaan kaidah bahasa, pengaruh dialek, kebiasaan informal, atau pengaruh bahasa asing.

Dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa yang efektif, diksi memiliki peran penting. Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata yang digunakan oleh penulis atau pembicara untuk menyusun kalimat yang sesuai dengan makna dan konteks yang ingin disampaikan.

Pilihan kata ini tidak hanya berhubungan dengan makna leksikal, tetapi juga dengan gaya bahasa, nada, dan tujuan komunikasi. Sumartono (2014) menjelaskan bahwa diksi merupakan pemilihan kata yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran atau perasaan secara tepat dalam pola kalimat yang efektif.

Dengan demikian, ketepatan diksi sangat berpengaruh terhadap kejelasan pesan dalam suatu komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Ketidaktepatan dalam memilih diksi dapat menimbulkan makna ganda, kesalahpahaman, atau bahkan penafsiran yang keliru. (Fajriyani, 2020)

Sementara itu, ejaan mengacu pada aturan-aturan tertulis yang digunakan untuk mewakili bunyi ujaran, termasuk penggunaan tanda baca, pemisahan dan penggabungan kata, serta struktur kalimat secara tertulis. Hadijah (2018) menyatakan bahwa ejaan merupakan sistem aturan yang mengatur bagaimana bunyi diwakili dalam bentuk tulisan, termasuk cara penempatan tanda baca dan aturan dalam penulisan kata secara benar.

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Efrilla, Sari, dan Rahmi (2017), yang menekankan bahwa ejaan memiliki fungsi umum dan khusus, yakni sebagai panduan dalam penggunaan lambang bunyi, penyusunan kata, serta pemakaian tanda baca yang tepat dalam penulisan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap ejaan sangat penting dalam menciptakan teks yang komunikatif dan sesuai dengan standar kebahasaan. (Fajriyani, 2020)

 

Simpulan

Penggunaan bahasa Indonesia di media sosial mengalami pergeseran yang cukup signifikan akibat perkembangan teknologi dan kebiasaan komunikasi digital yang cenderung informal dan efisien. Kesalahan berbahasa, baik yang bersifat fonologis, morfologis, maupun sintaksis, menjadi hal yang umum dijumpai dalam interaksi daring, terutama di Twitter.

Melalui analisis terhadap cuitan tokoh publik, ditemukan bahwa kesalahan ejaan serta penyimpangan dalam struktur kalimat banyak dipengaruhi oleh kebiasaan berbahasa yang tidak mengikuti kaidah EYD dan terpengaruh gaya bahasa gaul.

Selain itu, penggunaan tindak tutur ilokusi yang terselubung menunjukkan bahwa media sosial bukan hanya ruang ekspresi, tetapi juga arena pragmatik yang kompleks. Oleh karena itu, penting bagi pengguna, khususnya generasi muda, untuk membangun kesadaran terhadap pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar tidak terjadi degradasi linguistik dalam kehidupan sosial digital.

 

Penulis: Muhammad Trisnadi

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Tangerang

Dosen Pengampu: Intan Sari Ramdhani

 

Referensi

Audina, F., Anjani, S. R., Wardanah, J. F., & Padang, T. F. (2023). Cuitan Pengguna Twitter@ Andihiyat: Analisis Morfologi. Jurnal Ilmu Komunikasi Balayudha, 3(2), 53-68.

Fajriyani, N., Ridho, Mr, & Laili, Q. (2020). Analisis Kesalahan Berbahasa Di Bidang Diksi Dalam Buku Panduan Upt Perpustakaan Iain Surakarta Edisi 2018. Jurnal Penelitian Humaniora , 21 (1), 55-68.

Ginting, L. S. D. B. (2020). Akbi (Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia). Guepedia.

Haliq, A. (2025). Kesalahan Berbahasa Dalam Media Massa Serta Dampaknya Terhapap Pemahaman Publik. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 10(02), 243-256.

Iftinan, Q. T., & Sabardila, A. (2021). Analisis Kesalahan Berbahasa Pada Status Dan Komentar Di Media Sosial Twitter: Analisys Of Language Errors On Status And Comments On Twitter. Jurnal Bastrindo, 2(1), 45-56.

Marwuni, W. T., & Utomo, A. P. Y. (2020). Analisis Tindak Tutur Ilokusi Di Cuitan Akun Twitter@ Sudjiwotedjo Pada Bulan Februari 2020. Kadera Bahasa, 12(1), 23-33.

Sagita, Ia, Aditia, S., Afiyah, A., Aini, An, & Afkar, T. (2025). Analisis Kesalahan Ejaan Dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Pada Platform Media Sosial: Studi Kasus Menfess Twitter Mahasiswa Upn Veteran Jawa Timur. Dinamika Pembelajaran: Jurnal Pendidikan Dan Bahasa , 2 (1), 129-141.

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses