Kepemimpinan Lord Woolton dalam Perang Dunia II

Lord Woolton dalam Perang Dunia II
Ilustrasi Lord Woolton (Sumber: By Yousuf Karsh - [1] Dutch National Archives, The Hague, Fotocollectie Algemeen Nederlands Persbureau (ANEFO), 1945-1989 bekijk toegang 2.24.01.04 Bestanddeelnummer 902-2057, CC BY-SA 3.0 nl, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=37130649)

Frederick James Marquis, 1st Earl of Woolton, ialah seorang menteri yang menjabat sebagai Minister of Food di Britania Raya pada tahun 1940-1943. Dia terkenal karena berhasil menjalankan programnya untuk menjamin suplai makanan selalu cukup saat perang dunia kedua.

Selain itu, beliau juga tegas dalam implementasinya agar diterapkan semua orang baik orang kaya maupun orang miskin, termasuk perdana menteri dan raja. Latar belakang beliau yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dan bukan termasuk anggota partai saat beliau menjabat, membuatnya menjadi pemimpin yang mementingkan rakyat.

Munculnya posisi Ministry of Food

Ministry of Food, dibuat oleh pemerintahan Inggris untuk bertugas memastikan suplai makanan tersedia saat terjadinya perang dunia. Pada saat perang dunia pertama, Britania Raya hanya mengandalkan sistem supply and demand untuk mengatur distribusi makanan saat masa perang.

Bacaan Lainnya
DONASI

Sistem ini gagal karena sangat merugikan kaum tidak mampu. Orang-orang kaya mampu membeli banyak barang dan mengumpulkannya sehingga terjadi panic buying. Harga makanan melonjak tinggi karena permintaan banyak sedangkan stok makanan terbatas.

Oleh karena itu, diciptakannya posisi Ministry of Food agar mencoba mengatur program distribusi makanan yang merata. Akan tetapi, program tersebut gagal saat perang dunia pertama karena pemerintah tidak mampu menjamin ketersediaan stok makanan di seluruh wilayah Britania Raya.

Saat perang dunia terjadi pada September 1939, pemerintah Britania Raya bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut dengan menetapkan batasan pembelian jatah mingguan sebagai program distribusi makanan nasional.

Kepemimpinan Krisis

Kepemimpinan krisis terjadi saat sebuah organisasi mengalami krisis. Krisis biasanya terjadi secara tidak terduga dan tidak terencana. Kepemimpinan krisis dituntut untuk menyelesaikan masalah saat krisis dan berusaha untuk mencegah krisis tersebut terjadi lagi.

Krisis dalam organisasi dapat digolongkan menjadi lima, yaitu: (Ronald, 2021)

  1. Perbuatan Tuhan: Bencana alam, pandemi,
  2. Keamanan: Peretasan atau celah-celah yang mengancam kelangsungan organisasi,
  3. Masalah Sistem: Rusaknya alat-alat kerja, Terlalu letih, sistem yang usang,
  4. Keteledoran Manusia: Performa karyawan yang tidak konsisten, miskomunikasi,
  5. Kepemimpinan: Keputusan pemimpin yang tidak cekatan.

Di saat terjadinya krisis dalam organisasi, terdapat pengaruh dari krisis tersebut yang secara langsung terlibat dalam kepemimpinan krisis. Pengaruh tersebut ialah: (Pfeifer, 2013)

  1. Pengaruh Fisik: Tubuh manusia tidak dirancang untuk adaptasi secara tiba-tiba,
  2. Pengaruh Politik: Banyak kepentingan pihak lain yang ingin memanfaatkan krisis,
  3. Pengaruh Sosial: Keputusan yang bias karena naluri lebih mementingkan kelompoknya,
  4. Pengaruh Operasional: Waktu dan tenaga yang ada terkadang tidak cukup,
  5. Pengaruh Psikologis: Mental manusia terkadang salah dalam menilai suatu urgensi.

Pada saat kepimpinan dalam waktu krisis. Emosi manusia juga berpengaruh agar lebih terjalankan sistem kepemimpinan. (Robbins, 2022). Hal ini terjadi karena dalam waktu krisis, emosi manusia merasa membutuhkan penyelamat yang mampu menolongnya.

Seorang pemimpin dianjurkan untuk bersifat kharismatik agar mampu mengatur emosi anggotanya. Selain itu, pemimpin juga dianjurkan untuk lebih terbuka dan lebih membaur agar mengurangi terjadinya miskomunikasi.

Lord Woolton saat Menjabat Minister of Food

Lord Woolton menyadari bahwa saat perang dunia kedua terjadi, Britania Raya akan terancam kehilangan impor bahan makanan yang merupakan sebagian besar dari sumber makanan Britainia Raya akibat serangan Jerman Nazi.

Oleh karena itu, Ia bertekad untuk membuat sebuah program distribusi makanan yang dapat dijamin pemerintah. Sebagai contoh, Ia menetapkan bahwa daging, susu, telur, margarin, mentega, gula, teh akan dijamin ketersediaannya dengan syarat setiap orang harus dibatasi pembelian setiap minggunya.

Beliau membuat kebijakan setiap penduduk registrasi di satu warung terdekat dan diberi ration book. Buku tersebut hanya bisa digunakan untuk satu warung terdekat yang sudah diregistrasi. Hal ini bertujuan agar menyederhanakan rantai suplai. Hal ini merupakan contoh mengatasi masalah krisis di golongan sistem.

Selain itu, Lord Woolton juga mengupayakan program tersebut untuk membantu mengatasi masalah kesehatan penduduk Britania Raya.

Beliau tidak membatasi pembelian sayur-sayuran seperti kentang, kol, tomat, terong, dan lain-lain. Beliau bahkan mengajar penduduk Britania Raya dengan membuat program “Dig for Victory” yaitu menanam sayuran di pekarangan rumah untuk konsumsi sehari-hari.

Beliau juga mencanangkan kantin sosial bagi para penduduk yang memberikan makanan vegetarian dengan harga murah. Beliau juga tidak memberikan perilaku spesial terhadap siapapun termasuk perdana Menteri. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh sosial berpengaruh terhadap kepemimpinan krisis karena Lord Woolton berasal dari kalangan tidak mampu dan tidak menjadi anggota partai saat menjadi menteri.

Lord Woolton juga dalam memimpin berusaha untuk selalu terbuka kepada rakyatnya. Beliau selalu memilih makanan yang sederhana dan murah. Beliau memerintahkan untuk membuat program kartun sayur-sayuran agar lebih menarik di mata anak-anak. Beliau juga berusaha untuk terbuka kepada jurnalis dan beliau sering memberikan instruksi cara memasak di radio meskipun beliau mengaku tidak pandai memasak (Cresswell, 2023).

Ini menjadi bukti bahwa emosi manusia berperan dalam kepemimpinan krisis. Citra Lord Woolton yang berusaha untuk menjadi “salah satu dari golongan rakyat” membuat masyarakat menjadi lebih percaya padanya sehingga mengurangi adanya miskomunikasi.

Kesimpulan

Lord Woolton selama menjabat sebagai Ministry of Food merupakan salah satu contoh dalam kepemipinan dalam krisis karena jabatan Ministry of Food tercipta saat waktu genting yaitu perang dunia pertama dan perang dunia kedua.

Lord Woolton juga menerapkan pengaruh sosial dalam krisis untuk mencapai perubahan gaya hidup makanan yang simpel namun bergizi. Selain itu, Lord Woolton juga berusaha untuk menyentuh hati rakyatnya agar program distribusi makanan tersebut berjalan semestinya.

 

Penulis: Daffa Satria Jamil
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Indonesia

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi

Cresswell, R. (2023a). Lord Woolton: A life of “social work” and humanitarianism. Cultural and Social History, 20(3), 405–428. https://doi.org/10.1080/14780038.2023.2201055.

Pfeifer, Joseph W. (2013, Maret) Crisis Leadership: The Art of Adaptif to Exteme Events. PCL Discussion Paper Series https://www.hks. harvard.edu/sites/default/files/centers/ researchinitiatives/crisisleadership/ files/Pfeifer%20Crisis%20Leadership– March%2020%202013.pdf, diakses pada 6 Januari 2023.

Robbins, S., & Judge, T. (2022). Essentials of organizational behavior: Global edition. Pearson.

Sims, R. R. (2021). Leadership, leaders and leading. Information Age Publishing, INC.

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI