Program Kawasan tanpa Rokok di Institusi Pendidikan: Bagaimana Implementasinya?

Kawasan tanpa Rokok
Sumber: freepik.

Meningkatnya perokok aktif di masyarakat tentu saja menimbulkan keresahan. Tidak lagi dari kalangan orang tua, perokok aktif kini banyak dari kalangan anak-anak dan remaja.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi perokok usia di atas 10 tahun mencapai 28,8%. Khususnya, prevalensi perokok pada kelompok usia 10-18 tahun sebesar 9,1%. Persentase ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2013 yang mencatat prevalensi perokok kelompok usia 10-18 tahun sebesar 7,2%.

Data Riskesdas menunjukkan bahwa sepertiga dari perokok di Indonesia adalah remaja [1]. Sedangkan menurut Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2019 prevalensi remaja perokok aktif di Indonesia tercatat sebesar 18.8% [2]. Menurut data BPS 2023, perokok usia ≥ 15 tahun sebesar 28.62% [0].

Bacaan Lainnya
DONASI

Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2019, diketahui 19,2% pelajar, 38,3% anak laki-laki, dan 2,4% anak perempuan. Para pelajar ini mendapatkan paparan asap rokok dari lingkungan rumah dan di ruang publik tertutup. Pelajar yang menjadi perokok aktif sebanyak 60,6% tidak dicegah saat mencoba membeli rokok di warung [2].

Meskipun persentase perokok remaja cukup tinggi, 81,1% pelajar yang pada saat dilakukan survei merupakan perokok aktif, pernah mencoba berhenti merokok dalam 12 bulan terakhir. Selain itu 80,8% pelajar yang pada saat survey adalah perokok aktif ingin berhenti merokok sekarang juga. Sebanyak 89,0% pelajar mendukung larangan merokok di dalam ruang publik tertutup [2].

Kawasan tanpa Rokok

Program pemerintah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan program yang dirancang untuk menciptakan ruang-ruang yang benar-benar bebas dari segala bentuk pengaruh produk tembakau, mulai dari iklan, penjualan, hingga penggunaannya.

Dalam petunjuk teknis Kawasan Tanpa Rokok, disebutkan bahwa Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau [5].

Di dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 151 disebutkan yang menjadi area atau kawasan tanpa rokok adalah tempat proses belajar mengajar, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat umum dan tempat lainnya yang ditetapkan.

Pemerintah daerah wajib menetapkan dan mengimplementasikan kawasan tanpa rokok di wilayahnya sesuai dengan amanat undang-undang [10].

Dalam proses penerapannya, diperlukan juga penegakan yang disertai dengan inspeksi. Inspeksi dadakan dilakukan untuk melihat bagaimana penerapan KTR di wilayah. Impelementasi KTR akan ditinjau menggunakan beberapa poin inspeksi yang menunjukkan sejauh mana implementasi KTR telah berjalan [5].

Baca Juga: Peredaran Rokok Ilegal Bikin Negara Bangkrut

Implementasi KTR pada Tempat Proses Belajar-Mengajar

Tempat belajar mengajar adalah lokasi di mana proses pendidikan dan pelatihan berlangsung, seperti sekolah, perpustakaan, ruang praktik, laboratorium, auditorium, dan museum. [5].

Penataan KTR di tempat proses belajar mengajar mengacu pada peraturan masing-masing daerah. Implementasi KTR di tempat proses belajar mengajar telah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di daerah yang telah memiliki peraturan daerah terkait KTR [5].

Di dalam petunjuk teknis Kawasan Tanpa Rokok, disebutkan pimpinan atau pengelola KTR di tempat belajar wajib menegur dan mengambil tindakan terhadap siapa pun yang merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, atau membeli rokok di area tersebut [5].

Implementasi KTR di salah satu sekolah menengah atas di Medan, Sumatera Utara dinilai belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh kurang tersosialisasikannya perda mengenai KTR di sekolah tersebut, minimnya media informasi dan promosi KTR yang tersedia, belum adanya kelompok kerja khusus yang mengawal pelaksanaan KTR, dan masih kurangnya dukungan implementasi KTR dari para guru dan staf sekolah [4].

Dalam penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, pada tahun 2021, implementasi KTR di sektor pendidikan masih belum maksimal. Diketahui kawasan tanpa rokok baru diterapkan di sekolah-sekolah formal [3].

Pelaksanaan implementasi kawasan tanpa rokok di sektor pendidikan di Kabupaten Banggai baru mencapai 50%. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Banyaknya sekolah dan luasnya wilayah menyebabkan Dinas Kesehatan sulit melaksanakan sosialisasi terkait KTR. Sementara, kewenangan intervensi terkait implementasi KTR ada di bawah Dinas Pendidikan [3].

Di wilayah lain, tepatnya di salah satu SMA di Kota Takengon, Aceh, penerapan KTR juga dinilai belum maksimal. Penyebabnya, belum adanya regulasi internal terkait penerapan kawasan tanpa rokok di sekolah tersebut yang menyebabkan pelaksana kebijakan kurang memahami penerapan KTR di sekolah [6].

Lemahnya pengawasan dan minimnya media informasi dan promosi terkait KTR juga menjadi penyebab kurang maksimalnya implementasi KTR di sekolah ini. Selain itu, pelanggaran aturan yang dilakukan oleh siswa dan juga para staf serta pendidik di sekolah ini dengan tetap merokok di lingkungan sekolah turut memperlemah implementasi KTR di sekolah [6].

Baca Juga: Waspada Paru-Paru Vape: Akibat Tren Rokok Elektrik

Tidak berbeda jauh dengan implementasi di daerah, implementasi KTR di kawasan perkotaan, salah satunya di sebuah sekolah menengah atas di wilayah Kota Tangerang, juga dinilai belum maksimal.

Kurangnya sosialisasi terkait KTR untuk seluruh warga sekolah, belum adanya regulasi dan SOP yang jelas terkait implementasi KTR di sekolah, belum adanya tim pengawas pelaksanaan KTR, masih adanya pelaksana kebijakan yang melanggar aturan KTR dengan merokok di sekolah menyebabkan pelaksanaan KTR kurang maksimal.

Tidak adanya tata cara pelaporan pelanggaran dan sanksi yang jelas turut menambah daftar penyebab lemahnya implementasi KTR di sekolah kawasan perkotaan [8].

Evaluasi Program Kawasan tanpa Rokok

Tercatat sudah 89.3% kabupaten/ kota di Indonesia telah memiliki peraturan terkait KTR [10]. Namun demikian, implementasi KTR di tatanan pendidikan belum dilakukan dengan maksimal.

Kurangnya komitmen pemimpin institusi, belum adanya regulasi dan SOP internal institusi terkait KTR, minimnya media informasi dan promosi terkait KTR, minimnya sosialisasi terkait KTR, lemahnya sistem pengawasan dan sanksi, dan kurangnya dukungan implementasi KTR dari dalam lingkungan institusi pendidikan menjadi poin-poin yang harus dievaluasi.

Komitmen pimpinan institusi pendidikan menjadi kunci utama keberhasilan implementasi KTR di tataran pendidikan. Komitmen dapat dituangkan dalam bentuk penerbitan regulasi dan SOP internal dan pemberian contoh secara nyata kepada seluruh masyarakat di dalam institusi pendidikan dengan tidak merokok di kawasan institusi pendidikan [7].

Pengalokasian dana yang cukup untuk penyediaan media informasi dan promosi dan kegiatan sosialisasi juga diperlukan untuk kelancaran implementasi KTR. Pembentukan tim pengawas dan pembagian peran yang jelas dibutuhkan untuk melaksanakan pengawasan dan pelaporan dalam proses implementasi KTR di institusi pendidikan [7].

Baca Juga: Upaya Pencegahan Merokok pada Siswa Kelas 12 MIPA SMA Islam Al Azhar 8 Kota Bekasi

Pemberian sanksi yang tegas yang diatur dalam peraturan internal dapat menjadi salah satu penguat terlaksananya implementasi KTR di institusi pendidikan. Perlu adanya kesadaran, komitmen, dan tanggung jawab bersama dari seluruh komponen masyarakat di dalam institusi pendidikan untuk keberhasilan implementasi Kawasan Tanpa Rokok di tataran pendidikan [7].

Penulis: Yunita Wulandari
Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan Universitas Indonesia

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

[1] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Lembaga Penerbit Balitbangkes: Jakarta.

[2] GYTS (Global Youth Tobacco Survey) Fact Sheet, Indonesia, 2019. https://extranet.who.int/ncdsmicrodata/index.php/catalog/926/related-materials. Diakses 21 April 2024.

[3] Bidja, I. (2021). Pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok. Jurnal Wawasan Yuridika5(1), 113-130.

[4] Khairatunnisa, K., & Telaumbanua, I. P. (2021). Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di SMA Negeri 17 Medan. JUMANTIK (Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan)6(3), 247-255.

[5] Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2022. Petunjuk Teknis Penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

[6] Nasyyah, A., & Aramiko, B. (2022). Analisis Implementasi Qanun Kota Takengon No. 10 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Sekolah SMA Negeri 2 Takengon Tahun 2022. Journal of Health and Medical Science, 130-141.

[7] Haristia, W., & Sjaaf, A. C. (2023). Analisis Model Logika dalam Implementasi Kawasan Tanpa Rokok pada Tataran Kota/Kabupaten di Indonesia. Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online)4(2), 1295-1307.

[8] Sari, D. N., & Intiasari, A. D. (2023). Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah Menengah Atas Swasta Wilayah Perkotaan. Jurnal Kesehatan14(1), 62-71.

[9] Badan Pusat Statistik Indonesia. (2 Januari 2024). Persentase Merokok Pada Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Menurut Provinsi. Diakses pada 10 Mei 2024, dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTQzNSMy/persentase-merokok-pada-penduduk-umur—15-tahun-menurut-provinsi.html

[10] Direktorat Jenderal dan Pencegahan Penyakit Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. 2024. Advokasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Buku Advokasi sebagai Upaya Perlindungan Anak dan Remaja dari Dampak Bahaya Rokok. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI