Lihat Sekelilingmu Saja Dulu!

sampah

Bhinneka Tunggal Ika. Pastinya negara Indonesia tidak lagi asing dengan kalimat tersebut. Bhinneka Tunggal Ika dikenal sebagai semboyan negara Indonesia, yaitu semboyan untuk mempersatukan rakyat dimana arti Bhineka Tunggal Ika itu sendiri adalah berbeda-beda tapi tetap satu.

Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai agama, suku dan budaya. Dimana telah dipublikasikan bahwa di tahun 2022, Indonesia masih menduduki peringkat ke-4 dengan nominasi negara paling banyak penduduk, yang mencapai kurang lebih sebanyak 273 juta penduduk.

Akan tetapi, dengan jumlah penduduk yang terbilang sangat banyak disuatu negara ini, bukan berarti negara itu akan sejahtera.

Bacaan Lainnya

Sejahtera yang diistilahkan secara umum yaitu dalam keadaan yang baik, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata sejahtera adalah aman setosa, Makmur, dan selamat atau terlepas dari segala gangguan.

Baca juga: Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Penguatan Moralitas Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Arus Globalisasi

Dalam cakupan dalam kata “negara”, terbilang bahwa negara yang sejahtera adalah yang masyarakatnya pun sejahtera. Mari kita ingat kembali kepada tujuan negara Indonesia yang sangat memiliki pendirian teguh untuk menegakan dan mensejahterakan rakyatnya (Elviandri et al., 2019).

Kesejahteraan rakyat banyak tercantum pada pasal-pasal didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pun di dalam pembukaan UUD NKRI 1945 pada alinea ke-4 sangat menjelaskan bahwa tujuan Indonesia salah satunya adalah “untuk memajukan kesejahteraan umum”.

Dengan kata lain, Indonesia dibangun untuk membentuk negara kesejahteraan atau welfare state, yang merupakan bentuk atas keterlibatan negara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum (Elviandri et al., 2019).

Namun, dapat dilihat bahwa hal tersebut belum teraplikasikan didalam negara ini. Entah sejahtera dalam aspek ekonomi, pendidikan, sosial maupun budaya. Kita bahas secara garis besar. Dalam aspek ekonomi, masih banyaknya kemiskinan yang dialami oleh masyarakat.

Dalam aspek pendidikan, masih banyaknya anak-anak yang tidak sekolah, dan dipekerjakan secara paksa oleh pihak yang acuh. Dalam aspek sosial, masih banyaknya masyarakat yang tidak sadar akan lingkungan sekitarnya.

Baca juga: Pengamalan Implementasi Nilai-Nilai Pancasila untuk Generasi Milenial

Dan dalam aspek budaya, sangat banyak budaya asing yang masuk kedalam negara Indonesia dan budaya Indonesia sudah mulai pudar.

Dalam pembahasan kali ini, saya ingin mengangkat sedikitnya permasalahan dari aspek yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu ekonomi. Benyamin White menyatakan bahwa perbedaan kriteria tingkat kesejateraan adalah kemiskinan.

Sangat tidak bisa disembunyikan lagi, bahwa ekonomi untuk masyarakat di Indonesia sangatlah tidak merata. Banyak orang yang kehidupannya sangat berkecukupan, namun tidak sedikit juga orang yang tergelincir kedalam jurang kemiskinan.

Terlebih lagi semenjak tahun 2020, bukan hanya Jakarta, bukan hanya pulau Jawa, kondisi dan situasi membawa Indonesia masuk kedalam beberapa kerugian, salah satunya adalah perekonomian negara.

Hal ini menjadi eluhan dari tidak sedikitnya masyarakat yang seakan-akan berbicara bahwa kehidupan seperti biasa aja Indonesia tidak dapat menyeimbangkan perekonomian pada rakyatnya, apalagi didalam kondisi yang seperti ini.

Baca juga: Memudarnya Nilai-Nilai Pancasila di Kalangan Generasi Muda

Pemerintahpun mengadakan berbagai cara untuk menstabilkan ekonomi, namun dengan persyaratan yang membuat jengkel para masyarakat yang memiliki cakupan ekonomi kebawah.

Seperti banyaknya pekerja yang justru di PHK, banyaknya bantuan sosial dari pemerintah yang tidak sesuai atau tidak tepat pada sasaran, harga sembako dinaikan namun gaji UMR tetap atau justru ada penurunan.

Sebenarnya, tidak usah kita jauh-jauh untuk melakukan uluran bantuan ataupun pemberdayaan. Tidak usah merayap dan menetap berminggu-minggu ke daerah terpendil yang berada diluar kota tempat kita tingga.

Karena saya berada di wilayah Jabodetabek, saya mengambil contoh bahwa ditengah gemerlapnya kota Jakarta pada malam hari, tidak terlalu membuktikan bahwa kota Jakarta adalah kota yang diindahkan oleh masyarakat banyak dan dari kota-kota lain. Terdapatnya gedung-gedung elit nan kokoh yang berdiri di kota Jakarta dengan kehidupan yang elit pula.

Namun, jika kita masuk lebih dalam ke kota Jakarta, maka akan sangat terlihat justru banyaknya kesenjangan yang terjadi di kota megah dan mewah. Terdapat suatu kampung yang bernama kampung Gedong. Kampung Gedong ini berada di Jakarta, tepatnya di Jalan TB Simatupang, Jakarta Timur.

Kampung ini kampung terpencil, dan sangat banyak julukannya namun dengan sebutan yang menurut saya justru tidak etis, seperti kampung pemulung. Karena, rata-rata mata pencaharian masyarakat kampung Gedong menjadi pemulung.

Banyak permasalahan yang cukup kompleks dari kampung Gedong ini, entah itu di masyarakatnya dan juga di area dan lingkungannya itu sendiri. Dari aspek kesehatan, pendidikan, perekonomian, sosial dan budayanya.

Hal ini seharusnya bisa mengetuk hati para penempat singgasana dan masyarakat lainnya untuk melakukan pemerataan ekonomi di Indonesia ini.

Seharusnya, dizaman yang maju akan teknologi seperti sekarang sangatlah mudah untuk mewujudkan itu semua, namun kesadaran para makhluk hidup yang disebut “manusia” yang sangat minim.

Sebagai warga Muhammadiyah, yang berkewajiban untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu usaha dakwah yang menjadikan Surah Al-Ma’un sebagai landasan pengimplementasian utamanya.

Terlebih lagi kepada kaula muda yang mayoritasnya terkenal sebagai generasi Z seharusnya menjadi penggerak dan fasilitator untuk hal-hal seperti ini.

Dimana karena rendahnya dukungan pemerintah dan lembaga sosial lainnya terhadap kehidupan warga kecil di sekitar kita dan rakyat kecil umumnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik pula.

Sejatinya, memang sulit untuk membuat dan merubah suatu kesadaran manusia jika manusia tersebut memang belum mau berubah. Maka dari itu, sebagai mahasiswa, kami tergerak dan mencoba menggerakkan hati kita semua untuk sesaat melihat penderitaan serta membantu saudara-saudara kita yang hidup masih jauh dari kata layak.

Sungguh sebuah keegoisan apabila kita terus menerus menutup mata tanpa pernah berbuat sesuatu untuk mereka. Karena sesungguhnya tiap muslimin itu bersaudara, tak ada alasan untuk tidak berbagi dalam bentuk apapun dan berapapun, semua itu berarti bagi mereka.

Karena hal terpenting dari semua itu adalah wujud kepedulian kita sehingga mampu menggugah semangat hidup mereka.

Sheylla Dwi Anersha
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

#DAMNASJAKTIM
#PCIMMJAKTIM
#MELAWAN
#IMMPEDULI
#KEMANUSIAANTANPABATAS
#MAHASISWA

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.