Menjadi Komunikan yang Bijak dalam Memilah Informasi

Pemahaman literasi media sangat diperlukan bagi komunikan untuk mengakses, menyeleksi, mengevaluasi  informasi yang didapatkan. Terlebih lagi, era saat ini dimana informasi sangat mudah diperoleh dari berbagai platfrom media.

Pentingnya keahlian dalam memilah informasi yang akurat dan valid. Sebab, arus kuatnya informasi yang bisa didapatkan dalam hitungan perdetik. Maka diperlukan pemikiran yang kritis dalam memperoleh informasi. Guna menepis informasi yang hoax ataupun tidak berdasarkan fakta yang menyebabkan dampak buruk bagi sendiri dan masyarakat.

Dengan membaca literasi media dapat membuat kita bijak dan kritis dari informasi yang diterima. Terhadap infomasi yang dibentuk dan disajikan melalui berbagai platfrom media. Termasuk di dalamnya narasi dan laporan yang diberikan. Tentunya, dengan kemampuan tersebut dapat membuat kita tidak mudah terkena propraganda, opini dan hoax yang didasarkan oleh fakta.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca juga: Literasi Digital sebagai Kunci Menghadapi Tantangan Hoaks dalam Kampanye Politik di Media Digital

Oleh karena itu, kita dapat memahami informasi dibalik hal tersebut. Tidak jarang hal ini meliputi latar belakang budaya, sosial bahkan politik. Contohnya, tentang suatu agenda yang mempunyai kepentingan dibalik suatu iklan yang bisa membantu khalayak melihat dan mengetahui agenda tersebut. Sehingga ekstabilitas agenda tersebut meningkat.

Berdasarkan data Global Webindex bulan Januari 2020, pengguna Youtube mencapai 140,8 juta, WhatsApp 134,4 juta, Facebook 131,2 juta, Instagram 126,4 juta, , twitter 88,6 juta, line 80 juta, Facebook Messenger 80 juta, Linkedin 56 juta, Pinterest 54,4 juta, Wechat 46,4 juta.

Sekian banyak pengguna media sosial diperlukannya bagaimana dalam memahami cara kerja media yang mengkonsumsi informasi dengan bijak agar dapat mendukung debat yang bermutu dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dan pandai dalam memilih pemimpin. Maka dari itu, literasi media bukan menjadi masalah individu, akan tetapi terdapat masalah publik yang mempunai dampak luas terhadap keadilan sosial dan demokrasi. Sebab, literasi media menjadi kunci dalam berpartisipasi masyarakat.

Mengkutip dari kumparan.com salah satu kasus Zikria Dzatil yang melakukan penghinaan kepada Wali Kota Surabaya melalui postingan dari akun platfrom media sosial Facebook. Zikria Dzatil dinilai menebar kebencian dan menyebarkan berita bohong dan pada akhirnya ditangkap sambil tangisan yang terisak tangis. Hingga, Zikria Dzatil berunjung menyesal atas perbuatannya.

Perbuatan ini adalah kurang bijak dalam mengelolah informasi dan sebagai tanda rendahnya literasi media di Indonesia.  Literasi Indonesia memerlukan perhatian khusus terhadap berbagainya kekurangan pendidikan literasi media, banyaknya konten negatif, kurangnya kesadaran masyarakat serta peran sekolah.

Mudah terbawa arus informasi yang datang lalu hanyut ikut-ikutan hanya menghabiskan energi. Kecuali memiliki manfaat bagi kedaulatan personal. Pada konteks ini, mungkin saja sedikit egois demi menjaga diri tidak terbawa arus informasi yang digerakkan oleh kepentingan politik kekuasaan dan ekonomi. Bisa jadi, ratusan tawaran setiap hari datang, kedaulatan untuk memilih dan memutuskan tak boleh digunakan dengan kalap. “Sesal dahulu pendapat, sesal kemudian tak berguna. Pikir itu pelita hati,” demikian kata pepatah menasehati. (Abdullah, 2020)

Baca juga: Efek Pengaruh Media Sosial terhadap Remaja

Seharusnya literasi media merupakan kesadaran dalam memahami fungsi dari berbagai media. Tidak cukup hanya menerima informasi. Akan tetapi, pentingnya akal budi dalam memilah dan memilih informasi dari berbagai postingan media. Pentingnya berfikir bijak dan kritis dalam mengkonsumsi informasi. Dengan memastikan sumber informasi dan isi dalam sebuah unggahan tersebut.

Pada dasarnya komunikan hanyalah penikmat dalam pesatnya kemajuan teknologi yang menjadi pion bagi para produsen untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Sehingga merasa lebih tau dari pada yang lain dan melakukan junawa kepada orang lain. Akan tetapi, sesungguhnya sudah lahirnya kebodohan yang sedang ditanam agar tetan kukuh dalam melihat kenyataan.

Guna mendapatkan jalan yang benar dan tidak tersesat. Maka perlunya menguasai literasi media yang mempunyai cara main nya benar dan tepat. Terhadap pemahaman spiritual  yang menjadikan kedaulatan personal agar tidak terlalu termakan informasi hoax. Sebab, informasi yang didapatkan tidak mendapatkan terklarifikasi yang baik.

Sering kali banyak orang yang sudah terbawa arus senang dengan keadaan buruk bagi diri sendiri. Hilangnya kedaulatan diri dan fomo dalam wacana yang sedang dimainkan. Memang saat ini hampir seluruh orang mempunyai smartphone. Akan tetapi, minimnya kesadaran dalam bermedia sosial hingga menimbulkan polemik bagi negeri wakanda ini.

Rakyat Indonesia menggunakan internet rata-rata 7 jam per hari. Melewati angka global yang hanya 6-7 jam per hari masih ada 46 persen lagi Masyarakat Indonesia yang belum mengakses internet (Abdullah Khusairi, 2020). Lebih dari setengah Masyarakat Indonesia sudah menggunakan internet. Tandanya, literasi menjadi kunci penting bagi rakyat Indonesia guna pandai dan bijak dalam mengelolah informasi. Namun, skor literasi membaca Indonesia masih rendah.

Berdasarkan Studi PISA 2022, skor literasi hanya mencapai angka 359 poin. Sebelumnya, pada tahun 2018 skor indonesia mencapai 371 poin. Dilihat dari pada tahun 2000, skor Indonesia paling rendah sejak mulainya berpartisipasi dalam PISA.  Selain itu, kurangnya kebisaaan dalam membaca dari kecil serta lingkungan yang tidak mendukung. UNESCO menerangkan bahwasanya, minat baca indonesia sangat menjadi perhatyaan, hanya 0,001%. Ibarat dari 1.000 orang hanya satu orang yang rajin membaca.

Tidak hanya itu, hasil survei Badan Pusat Statistik menunjukan 14,92% penduduk yang di atas usia 10 tahun membaca surat kabar dan majalah. Padahal 15 tahun sebelum, minat baca surat kabar dan majalah mencapai 23,79%. Hal ini sebagai tanda minat baca Indonesia semakin menurun. Demikian pula kondisi dari berbagai penyebab dan akibat literasi media Indonesia saat ini.

Baca juga: Mengubah Dunia: Dampak dari Revolusi Industri 4.0 dalam Kehidupan

Sehingga saat ini kita perlu menverifikasi sumber informasi sebelum mempercayai dan menyebarkan informasi serta memastikan sumber tersebut. Tidak hanya itu, sumber perlu dilihat dari reputasi, kredibel, dan lain sebagainya. Selain itu, perlu memahami dari berbagai konteks baik dari latar belakang, maksud dan tujuan. Tidak hanya, dilihat dari judul ataupun ringkasan. Akan tetapi, membaca keseluruhan dari laporan, artikel dan lain sebagainya.

Setelah itu, berfikir kritis dalam melihat kelemahan dan argumen ataupun metode yang digunakan. Tidak boleh menerima begitu saja. Kemudian, arif dalam berbagi informasi yang benar-benar relevan, akurat, dan bermanfaat. Bukan menyebarkan informasi rumor dan tanpa vertifikasi. Terakhirnya, menjadi komunikan yang bijak dan teladan dalam membentuk budaya informasi yang sesuai dengan alur semestinya.

Penulis: Irvan Mufadhdhal Zulis

Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Editor: Anita Said

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI