Paradigma Indonesia Menghadapi Krisis Ekonomi dan Kegagalan Pasar

Paradigma Indonesia Menghadapi Krisis

Kegiatan ekonomi merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh manusia, baik individu maupun kelompok dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari, dapat berupa produksi, distribusi, dan konsumsi. Tentunya, aktivitas tersebut tidak selamanya berjalan secara baik-baik saja, pasti akan ditemukan suatu titik permasalahan yang akan dialami, tak terkecuali krisis ekonomi suatu negara.

Krisis ekonomi merupakan keadaan yang mengakibatkan suatu perekonomian di suatu negara mengalami penurunan secara drastis. Secara umum, negara yang mengalami keadaan tersebut akan mengalami produk domestik bruto (PDB), merosotnya harga properti dan saham, serta kurang stabilnya harga karena inflasi. Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya krisis ekonomi, yaitu:

  1. Hutang negara yang berlebihan sehingga membuat suatu beban bagi negara dengan konsekuensi tidak mampu membayarnya. Sama halnya dengan suatu instansi yang apabila akan memiliki tanggungan hutang yang banyak, namun tidak mampu melunasi, maka instansi tersebut akan mengalami kebangkrutan.
  2. Laju inflasi yang tinggi, serta pertumbuhan ekonomi yang lambat bahkan mengalami kemacetan. Pada hakikatnya, inflasi bukan selalu dapat diartikan sebagai hal yang negatif, karena ia akan selalu ditolok oleh tinggi rendahnya tingkat presentasi inflasi. Semakin lama jangka inflasi, semakin buruk kondisi perekonomian suatu negara. Sementara dampak yang diakibatkan juga bukan merupakan perkara yang dapat dipandang sebelah mata, yaitu terjadinya PHK, pengangguran, serta merebaknya tindakan kriminal yang terjadi secara merajalela.

Baca Juga: Siklus Krisis 10 Tahunan Indonesia, Apa yang Seharusnya Dilakukan?

Dapat kita jumpai sekarang ini, masyarakat sedang marak memperbincangkan keadaan ekonomi Indonesia, khususnya pada masa pandemi COVID 19. Sumber media informasi seperti Kompas.com melansir bahwa sejumlah ekonom memperkirakan bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia akan mengalami hasil yang negatif di kuartal I dan III pada tahun 2020.

Bacaan Lainnya

Tentu hal tersebut benar-benar menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kejadian tersebut menjadi momok yang menakutkan bagi setiap warga negara, sebab akan banyak sekali pihak yang dirugikan jika sampai terjadi suatu krisis ekonomi di suatu negara, terlebih lagi di Indonesia.

Gejala yang muncul saat krisis ekonomi biasanya diawali oleh penurunan belanja dari pemerintah, kenaikan harga pokok yang semakin meningkat, dan pengangguran yang mencapai 50% dari jumlah tenaga kerja. Bahkan, Indonesia sendiri pernah mengalami krisis ekonomi pada 4 fase sebagai berikut:

  1. Pada tahun 1960-1965 yang disebabkan oleh kebijakan ekonomi yang dicetuskan oleh Indonesia. Pada masa itu, inflasi yang terjadi mencapai angka 635%.
  2. Pada tahun 1997-1998 yang disebabkan oleh masalah ekonomi Asia dan dinamika politik. Pada masa itu nilai 1 dolar Amerika Serikat setara dengan Rp.8.000 pada April 1998 dan Rp16.650 pada Juni 1998
  3. Pada tahun 2008 yang disebabkan oleh masalah ekonomi Amerika Serikat. Pada masa itu nilai 1 dolar Amerika Serikat setara dengan Rp.9.161 pada September 2008 dan Rp12.650 pada November 2008, kemudian
  4. Pada tahun 2013, terjadi krisis ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang pada masa itu nilai 1 dolar Amerika Serikat setara dengan Rp.9.753 pada Mei 2013 dan Rp.10.723 pada Agustus 2013.

Baca Juga: Gotong Royong Indonesia dalam Menghadapi Krisis Komunikasi di Tengah Pandemi Covid-19

Krisis ekonomi dan resesi ekonomi merupakan dua hal yang berbeda, kebanyakan dari kita berasumsi bahwa resesi ekonomi pasti krisis ekonomi. Resesi merupakan siklus bisnis dan sesuatu yang wajar terjadi di suatu negara, terlebih lagi pada masa pandemi COVID 19. Justru yang berbahaya adalah krisis ekonomi, sebab krisis ekonomi bukan lagi merupakan siklus bisnis, tetapi merupakan ancaman yang menjadi momok menakutkan bagi negara yang terlibat.

Dalam upaya pemulihan ekonomi yang progresif, pemerintah perlu menyiapkan banyak strategi sebagai upaya pencegahannya, namun tidak dapat dijanjikan pula, bahwa krisis ekonomi akan lenyap dengan mudah. Langkah-langkah antisipasi yang dapat dilakukan diantaranya:

  1. Mempersiapkan keuangan, karena dengan kondisi material dan finansial yang baik, saat perekonomian negara sedang remuk dan tumbang sangatlah berperan penting. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi keparahan krisis ekonomi yang terjadi pada suatu negara.
  2. Mengurangi biaya pengeluaran. Perlu adanya kebijakan untuk memprioritaskan pengeluaran khusus yang merupakan kebutuhan pokok keluarga dan hiburan dengan langkah klasifikasi kantong pengeluaran agar lebih terstruktur dan konsekuen.
  3. Mengurangi hutang. Dimasa jatuhnya suatu negara, banyak orang terancam kehilangan pekerjaan dan segala aset yang dimiliki.

Tanpa kita sadari, jatuhnya ekonomi memengaruhi kehidupan kita secara signifikan. Kehilangan pekerjaan dapat menjadi mimpi buruk dan pemicu stres yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis kita. Oleh karena itu, dukungan keluarga secara emosional dan finansial sangat diperlukan dalam upaya penguatan mental seseorang sebagai upaya pencegahan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Di lain sisi, krisis ekonomi juga menjadi ancaman dan mimpi buruk bagi keluarga dengan klaster menengah ke bawah dengan ancaman terbesarnya adalah kasus “putus sekolah” karena krisis ekonomi. Berbagai upaya pemerintah dalam orientasi memajukan pendidikan Indonesia melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa dampak krisis ekonomi terbilang hampir tidak terduga dan berdampak pada krisis kegagalan pasar.

Baca Juga: Solusi Alternatif Italia di Tengah Krisis Ekonomi Pasca Covid-19

Kegagalan pasar merupakan ketidakmampuan kondisi perekonomian suatu pasar untuk berfungsi secara efisien dalam pertumbuhan ekonomi. Kegagalan pasar kemungkinan besar terjadi ketika sistem harga gagal menghitung semua biaya manfaat dalam pasar. Faktor yang menyebabkan kegagalan pasar diantaranya adalah adanya barang publik, monopoli alamiah, adanya kegagalan informasi, dan eksternalitas.

Pada intinya, problematika ekonomi yang dihadapi suatu negara bukan hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja, namun sebagai warga negara yang baik dan taat pada norma, seyogyanya kita turut berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan solusi mengatasinya.

Seperti yang kita ketahui hingga saat ini, bahwa telah banyak sekali upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program dan kebijakan. Namun, hal tersebut tidak akan mampu berjalan dengan lancar tanpa ada peran masyarakat didalamnya, oleh karena itu, kerjasama antara pemerintah dibutuhkan sebagai jalan terang memecahkan solusi yang menjadi kendala suatu negara.

Mya Tristina
Mahasiswa Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Email: [email protected]

Dosen Pengampu: Idham Badruzaman, Ph.D

Editor: Diana Pratiwi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses