Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Warga Negara

Pancasila dalam Kehidupan
Ilustrasi: istockphoto

Sebagai negara yang merdeka, tentunya Indonesia memiliki dasar negara yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan rakyatnya. Namun, apakah hanya sebatas pedoman? Pancasila adalah dasar negara yang dimiliki oleh rakyat Indonesia.

Sejak awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat untuk membentuk lima dasar yang dimuat di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 dan juga Piagam Jakarta yang dikenal dengan nama Pancasila. Pancasila lebih dari sekadar dasar negara.

Bagi rakyat Indonesia, Pancasila merupakan suatu tujuan hidup Bersama yang akan dicapai oleh seluruh bangsa Indonesia. Rancangan tujuan yang akan dipakai sebagai visi yang akan diraih oleh bangsa kita.

Bacaan Lainnya
DONASI

Pancasila juga merupakan ideologi bangsa Indonesia. Apa yang dimaksud dari pancasila sebagai ideologi ini sendiri? Pancasila diartikan sebagai suatu konsep tentang sistem nilai baik secara perorangan maupun suatu kumpulan yang dipandang sebagai suatu prinsip hidup yang ideal yang diimpi-impikan untuk direalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia.

Sebelum masuk lebih dalam tentang bagaimana penerapannya, kita akan masuk ke penjelasan secara rinci tentang sejarah pembuatan Pancasila. Semua bermula saat Jepang membentuk BPUPKI sebagai jaminan atas janji kemerdekaan yang akan diberikan kepada rakyat Indonesia.

BPUPKI yang saat itu diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat, mengadakan rapat untuk membahas kemerdekaan, salah satunya pembahasan mengenai dasar negara. Rapat ini menjadi rapat pertama BPUPKI yang berlangsung pada 29 mei hingga 1 Juni 1945. Disini ada tiga tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan dasar negara, yaitu:

1. Mr. Moh. Yamin

Moh. Yamin menyampaikan gagasan dasar negara pada sidang tanggal 29 Mei 1945, yang terdiri atas:

  • Peri kebangsaan;
  • Peri kemanusiaan;
  • Peri ketuhanan;
  • Peri kerakyatan;
  • Kesejahteraan rakyat.

2. Mr. Soepomo

Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menjabarkan tiga teori yaitu teori tentang jenis negara.

  • Yang pertama ada negara individualistik, merupakan negara yang disusun atas kontrak sosial antar rakyatnya yang mengutamakan kepentingan pribadi;
  • Lalu ada negara golongan, seperti yang dipaparkan oleh Marx dan Lenin;
  • Lalu yang terakhir, ada negara integralistik atau negara kesatuan. Negara ini tidak berpihak pada satu golongan ataupun mengutamakan kepentingan pribadi, namun negara integralistik adalah negara yang berdiri di atas semua kepentingan demi diwujudkannya persatuan.

Dari ketiga konsep ini, Mr. Soepomo menyukai teori ketiga, yaitu negara integralistik. Beliau pun menyarankan agar dibentuk negara yang integralistik atau negara persatuan.

3. Ir. Soekarno

Beliau mengusulkan bahwa Indonesia harus didirikan berdasarkan philosophise grondslag (filsafat, fundament, dan pikiran sedalam mungkin yang diatasnya dilaksanakan atau didirikan negara Indonesia merdeka). Beliau mengusulkan lima dasar negara, yaitu:

  • Kebangsaan atau Nasionalisme;
  • Kemanusiaan (internasionalisme);
  • Musyawarah, mufakat, perwakilan;
  • Kesejahteraan sosial;
  • Ketuhanan yang berkebudayaan.

Kelima dasar ini dinamakan sebagai Pancasila. Jika lima usukan dasar itu ditolak, dapat diperas menjadi Trisila, dan bila tidak disenangi lagi, dapat diperas menjadi Ekasila, yaitu gotong royong. Ekasila inilah yang merupakan dasar asli bangsa Indonesia.

Dari usulan ketiga tokoh inilah, lahir apa yang kita sebut sebagai Pancasila, dasar negara Indonesia. Sumber yang menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi rakyat Indonesia. Sebagai rakyat Indonesia, Pancasila bukan hanya sebatas dasar dan pedoman, tapi lebih daripada itu, Pancasila merupakan suatu tujuan yang akan dicapai dan  dirayakan bersama-sama.

Di dalam Pancasila, ada banyak nilai-nilai terkandung yang menjadi dasar kehidupan bernegara dan berbangsa. Mencakup nilai ketuhanan, keadilan, persatuan, kemanusiaan, dan juga musyawarah.

Kelima dasar ini lah yang nantinya akan menjadi sumber segala hukum tertulis dan tidak tertulis yang harus ditaati seluruh rakyat Indonesia. Menaati Pancasila tak semata adat simbolis sebagai rakyat Indonesia, namun juga wujud nasionalisme dan upaya perwujudan cita-cita bangsa.

Di zaman sekarang, Indonesia sudah membaur dengan negara dan juga bangsa dari seluruh belahan bumi. Hal itu membuat batas-batas yang menjadi pembeda menjadi kabur. Apakah ini buruk? Tentu tidak.

Karena globalisasi yang terjadi, akses terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan semakin mudah, pengetahuan semakin luas, perkembangan IPTEK demi kemajuan umat manusia, dan keuntungan lainnya.

Namun, setiap hal mempunyai dua sisi, begitupun globalisasi. Batas-batas yang hilang ini juga mengaburkan pentingnya penanaman rasa nasionalisme dalam diri anak bangsa, sehingga rasa nasionalisme itu mulai luntur.

Westernisasi yang sedang marak menimbulkan sifat-sifat hedonisme dan perasaan takut ketinggalan zaman. Hal-hal inilah yang membuat rasa bangga sebagai anak bangsa mulai hilang, dan ini berbahaya bagi keberlangsungan negara ini kedepannya.

Anak muda yang merupakan masa depan bangsa, seharusnya bisa menjadi harapan bangsa yang penuh rasa nasionalisme. Jika Pancasila tidak bisa dijadikan pedoman berbangsa dan bernegara bagi generasi masa depan Indonesia, keberlangsungan negara akan ada dalam masa yang genting.

Hal ini membuktikan bahwa penanaman rasa nasionalisme sejak dini di dalam diri anak muda merupakan suatu hal yang sangat penting.

Tak hanya berperan dalam sesuatu yang besar, namun di kehidupan sehari-hari pun juga. Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari kita itulah yang nantinya akan membentuk anak muda dengan Pancasila yang mengakar kuat di dalam dirinya. Sebagai ideologi dan pedoman yang berdiri kukuh.

Pancasila merupakan modal awal yang diperlukan bangsa ini, merupakan tujuan, yang nantinya akan dijadikan masa depan bersama. Menjadi arah hidup bangsa yang harus diwujudkan. Semua itu bisa terlaksana dengan penerapan nilai Pancasila, sejak dini.

Penulis: Amalia Syafitri Taufik
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI