Reformasi Pendidikan di Era Kabinet Merah Putih: Terobosan atau Kebijakan Tanpa Arah

Reformasi Pendidikan di Era Kabinet Merah-Putih:Terobosan atau Kebijakan Tanpa Arah
Reformasi Pendidikan di Era Kabinet Merah-Putih:Terobosan atau Kebijakan Tanpa Arah

Abstrak

Artikel ini membahas kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2025. Melalui pendekatan kualitatif berbasis opini dan studi literatur, artikel ini menganalisis dampak kebijakan terhadap kualitas pendidikan, kesenjangan akses, serta kesejahteraan guru. Hasil kajian menunjukkan bahwa kebijakan ini berpotensi melemahkan sistem pendidikan nasional jika tidak disertai strategi evaluasi dan mitigasi yang komprehensif. Artikel ini merekomendasikan transparansi kebijakan, pemanfaatan teknologi digital, serta eksplorasi sumber pendanaan alternatif untuk menjamin keberlanjutan sistem pendidikan Indonesia.

Kata Kunci: Pendidikan, Anggaran, Reformasi, Kebijakan, Kemerataan

Abstract

This article discusses the Indonesian government’s education budget cut policy in 2025. Through a qualitative, opinion-based approach and literature study, this article analyzes the impact of the policy on education quality, access gaps, and teacher welfare. The results of the study indicate that this policy has the potential to weaken the national education system if not accompanied by a comprehensive evaluation and mitigation strategy. This article recommends policy transparency, the use of digital technology, and the exploration of alternative funding sources to ensure the sustainability of the Indonesian education system.

Keywords: Education, Budget, Reform, Policy, Equality 

Bacaan Lainnya

1. Pendahuluan

Semenjak dimulainya kabinet baru periode 2024-2029 yang dikenal dengan sebutan Kabinet Merah Putih, berbagai sektor di Indonesia mengalami reformasi dan perubahan signifikan, termasuk sektor pendidikan yang kembali menjadi sorotan utama.

Tentunya pendidikan merupakan fondasi yang sangat penting untuk kemajuan sebuah negara, maka tidak heran jika pendidikan selalu menjadi perhatian publik yang senantiasa dibahas masyarakat. Di era pemerintahan baru ini, Indonesia mengalami begitu banyak transformasi dalam bidang pendidikan, mulai dari perubahan kurikulum pembelajaran, penataan ulang kebijakan pendidikan, sistem akademik, hingga strategi percepatan menuju visi besar “Indonesia Emas 2045”.

Namun hingga kini, perencanaan skema pendidikan yang sedang dijalankan oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menggapai Indonesia Emas masih belum ditemukan titik terangnya. Seperti yang diungkapkan oleh Guru Besar FEB UGM, Prof. Dr. Agus Heruanto Hadna, “Tanpa pendidikan, tidak akan ada peradaban. Negara maju sudah berkomitmen untuk berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia.” 

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam skema pendidikan Indonesia adalah ketidakkonsistenan arah kebijakan yang kerap berubah dari masa ke masa, yang pada akhirnya menciptakan kesenjangan sistem pendidikan dan ketimpangan akses pendidikan di berbagai wilayah Indonesia. Perubahan yang terlalu sering tanpa evaluasi menyeluruh menyebabkan kualitas pendidikan tidak berkembang merata, khususnya di daerah terpencil.

Menurut Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dr. Dyah Mutiarin, “Jika biaya operasional kampus-kampus berkurang, otomatis cara yang dilakukan untuk menutupnya adalah dengan menaikkan UKT. Tentu itu berat bagi masyarakat Indonesia yang saat ini saja sedang mengalami penurunan daya beli. Akibatnya, siswa dan mahasiswa dari kalangan kurang mampu semakin tertinggal dari segi fasilitas, kesempatan, dan mutu pembelajaran.

Baca Juga: Sekolah Sudah Banyak, Tetapi Mengapa Kualitas Pendidikan Masih Memprihatinkan?

Artikel opini ini mengangkat isu pemangkasan anggaran pendidikan yang terjadi pada awal tahun 2025 sebagai titik kritis dalam pembahasan kualitas dan pemerataan pendidikan di Indonesia. Pemangkasan ini bukan hanya mencerminkan tantangan dalam efisiensi anggaran negara, tetapi juga membuka kembali diskusi penting mengenai komitmen pemerintah terhadap hak dasar warga negara atas pendidikan yang layak dan berkualitas.

Tahun 2025 menjadi momen penting bagi sistem pendidikan Indonesia, anggaran yang tepat akan berpengaruh besar terhadap akses pendidikan yang merata, arah perbaikan sistem belajar, dan juga bagaimana mahasiswa bisa bebas berekspresi dan berkembang sesuai potensinya. Dengan membedah kebijakan ini secara kritis, artikel ini bertujuan untuk menganalisis dampak pemotongan anggaran terhadap masa depan pendidikan Indonesia, serta menawarkan strategi alternatif yang lebih solutif dan berkelanjutan. 

2. Metode

Pendekatan kualitatif berbasis opini merupakan metode yang penulis gunakan dalam menyusun dan menulis isi dari artikel ini. Pendekatan ini berfokus pada pemahaman terhadap pandangan dan pendapat masyarakat, ahli, serta pemangku kebijakan mengenai kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan di era Kabinet Merah Putih.

Pendekatan ini dipilih karena isu pendidikan tidak hanya dapat dilihat dari angka-angka atau data statistik, tapi juga perlu dilihat dari sisi sosial dan dampaknya terhadap masyarakat. Data yang digunakan dalam penyusunan berasal dari berbagai sumber terpercaya, seperti pernyataan tokoh pendidikan, laporan media, serta regulasi pemerintah seperti UUD 1945 dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025. Selain itu, opini masyarakat yang muncul di media sosial dan aksi mahasiswa juga dijadikan bahan analisis.

Baca Juga: Krisis Moral Generasi Muda di Era Digital Melalui Gagasan Pendidikan Karakter KH. Ahmad Dahlan

Peneliti menganalisis data ini secara deskriptif-kualitatif, yaitu dengan menjelaskan dan menafsirkan isi dari berbagai pendapat yang ada. Tidak ada wawancara langsung atau survei yang dilakukan dalam penelitian ini, karena data sudah tersedia dari sumber yang terbuka dan dapat dipercaya. 

Tujuan dari metode ini adalah untuk melihat bagaimana masyarakat menanggapi kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, serta memberikan masukan dan rekomendasi agar kebijakan yang dibuat lebih tepat sasaran dan berdampak positif. 

3. Pernyataan Opini

Kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan yang diberlakukan pada awal tahun 2025 mencerminkan lemahnya perencanaan strategis dalam sistem pendidikan nasional. Alih-alih menjadi solusi efisiensi, kebijakan ini justru memperburuk tantangan yang selama ini belum terselesaikan, seperti ketimpangan akses pendidikan antar wilayah, rendahnya kesejahteraan guru terutama di daerah tertinggal, serta ancaman nyata terhadap keberlangsungan program-program beasiswa yang telah menjadi tulang punggung bagi pelajar dari keluarga kurang mampu.

Pemangkasan anggaran dilakukan tanpa adanya kajian dampak atau evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas program sebelumnya, yang seharusnya menjadi langkah awal dalam menentukan kebijakan fiskal yang rasional. Pemerintah seharusnya memahami bahwa pendidikan bukanlah sektor yang dapat diperlakukan sebagai pos pengeluaran biasa melainkan investasi jangka panjang yang membentuk kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa di masa depan.

Baca Juga: Membangun Lingkungan Aman: Menyikapi Kekerasan Seksual di Institusi Pendidikan dan Kesehatan

Pemotongan yang dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa arah justru menimbulkan ketidakpercayaan publik, memperlemah legitimasi pemerintah, dan pada akhirnya menurunkan kualitas pendidikan nasional secara keseluruhan.

Lebih dari itu, kebijakan ini memperlihatkan absennya komitmen terhadap hak dasar warga negara atas pendidikan yang berkualitas dan merata. Dalam konteks globalisasi dan revolusi industri 4.0, negara seharusnya berlomba-lomba meningkatkan investasi di sektor pendidikan, bukan justru menguranginya.

Pemangkasan anggaran mengancam akses pelajar terhadap fasilitas pembelajaran yang layak, memperlambat pengembangan kurikulum yang relevan, serta menurunkan daya saing tenaga pendidik akibat minimnya pelatihan dan insentif.

Padahal, untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, peningkatan kualitas pendidikan harus menjadi prioritas nasional yang dilindungi dari dinamika politik jangka pendek. Oleh karena itu, transparansi anggaran, penguatan akuntabilitas kebijakan, pendekatan berbasis data, serta pelibatan semua pemangku kepentingan menjadi syarat mutlak agar reformasi pendidikan yang dijalankan tidak menjadi kebijakan reaktif dan populis.

Baca Juga: Kurikulum Pendidikan Islam di Era Modern yang Tidak Seimbang

Melainkan langkah terukur dan berorientasi masa depan. Jika arah kebijakan tidak segera diperjelas, maka generasi muda akan terus berada dalam ketidakpastian, dan kesempatan Indonesia untuk menjadi negara maju akan semakin menjauh.

4. Hasil dan Pembahasan

Pada awal 2025, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 yang mengamanatkan pemangkasan anggaran negara, termasuk di dalamnya pemotongan anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar 23,95%, atau sekitar Rp 8,03 triliun, dari total anggaran awal yang mencapai Rp 33,5 triliun.

Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi di sektor pendidikan. Namun, fakta menunjukkan bahwa persoalan terkait kesejahteraan tenaga pendidik, akses pendidikan yang belum merata, serta ketersediaan sekolah yang masih terbatas, masih menjadi tantangan utama.

Pemangkasan anggaran pendidikan dilakukan sebelum solusi konkret untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut dirumuskan, sehingga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat: “Apakah pemangkasan anggaran pendidikan ini dapat menjadi suatu terobosan, atau justru kebijakan tanpa arah?”.  

Pemangkasan ini berpotensi mengancam keberlanjutan program-program strategis seperti beasiswa KIP Kuliah, beasiswa Daerah 3T, ADik, dan ADEM. Program-program ini  bukan sekadar bantuan dana, melainkan jembatan bagi generasi muda dari keluarga miskin untuk memperoleh pendidikan yang layak.

Baca Juga: Mencetak Manusia, Bukan Robot: Pendidikan Islam dalam Krisis Nilai

Pengamat pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Sutrisna Wibawa menegaskan “Apabila anggaran beasiswa dipangkas, tentunya semakin mempersulit masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan tinggi,” terangnya. Hal ini dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat.

Pemerintah tampaknya mengabaikan fakta bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak bisa disubstitusi dengan program-program bersifat sementara. 

Koordinator Nasional Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran pendidikan dapat menyebabkan penurunan kualitas pendidikan secara keseluruhan. “Anggaran yang terbatas berdampak pada kualitas guru yang rendah, fasilitas pendidikan yang buruk, dan akses terhadap sumber belajar yang terbatas.”Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI (Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia).

Selain itu, pemangkasan anggaran juga berpotensi meningkatkan angka putus sekolah, terutama bagi siswa dari keluarga yang kurang berkecukupan yang bergantung pada bantuan pemerintah. Jika penghematan anggaran menyebabkan berkurangnya bantuan, maka siswa yang kurang berkecukupan mungkin tidak mampu lagi membayar biaya sekolah, sehingga angka putus sekolah terus meningkat.  

Ketentuan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen mulai sekarang harus dilaksanakan, mulai dari APBN, APBD provinsi, maupun APBD kabupaten/kota di seluruh Indonesia.” dikutip dari media massa Napitupulu, E. L. (2024, Mei 29). Politik Anggaran Pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, anggaran pendidikan di Indonesia masih jauh dari angka yang ideal.

Sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) dan (4) UUD 1945, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Baca Juga: Tertinggalnya Indonesia dalam Memberikan Pendidikan Berkualitas

Wakil Ketua Komisi X DPR, Maria Yohana Esti Wijaya, mengungkapkan kecemasan bahwa pemangkasan anggaran ini berpotensi melanggar kewajiban alokasi minimal 20 persen dari APBN untuk pendidikan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Beliau meminta pemerintah untuk memastikan apakah pemangkasan ini bersifat sementara atau permanen.

Namun, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah pemangkasan ini bersifat sementara atau sepanjang tahun 2025, dan menyebutkan bahwa informasi yang diterima dari Wakil Menteri Keuangan menyebutkan istilah “blokir efisiensi,” namun tanpa penjelasan lebih lanjut. Hal ini menunjukkan adanya ketidakjelasan mengenai sifat dan dampak pemangkasan tersebut, sehingga diperlukan transparansi lebih lanjut dari pemerintah. 

Kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan ini juga memicu aksi protes dari mahasiswa di berbagai daerah. Mereka menggelar demonstrasi yang dikenal dengan sebutan “Indonesia Gelap” sebagai bentuk penolakan terhadap pemotongan anggaran yang dianggap dapat melemahkan sistem pendidikan dan masa depan generasi muda.

Perspektif ahli menunjukkan bahwa kebijakan pemotongan anggaran pendidikan dapat berdampak buruk pada kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Meskipun pemerintah berupaya mengalihkan dana untuk program makan gratis dengan tujuan mengatasi malnutrisi anak dan meningkatkan ekonomi lokal, para kritikus berpendapat bahwa alokasi sumber dana yang terbatas seharusnya ditujukan pada peningkatan pendidikan tinggi dan penciptaan lapangan kerja. 

Fenomena ini mencerminkan ketidakpuasan yang meluas di masyarakat terhadap arah kebijakan pemerintah saat ini. Aksi ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan tersebut dan menuntut pemerintah untuk lebih transparan serta mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pemangkasan anggaran pendidikan.

“Tanpa transparansi, publik akan terus mempertanyakan arah kebijakan dan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola anggaran pendidikan.”Maria Yohana Esti Wijaya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI”, Terutama dalam hal mengatasi persoalan sektor pendidikan dari kebijakan sebelumnya yang belum juga ditemukan solusi untuk mengatasinya.

Pemangkasan anggaran pendidikan terbit lebih dahulu dibanding solusi untuk mengatasi persoalan pendidikan yang menjadi hambatan untuk menciptakan suatu pendidikan berkualitas di Indonesia. Riset dan evaluasi terkait persoalan sektor pendidikan dari kebijakan sebelumnya belum terlihat. Bagaimana bisa kita dapat memastikan anggaran yang dipangkas termasuk efisien, jika sistem dari ketidakoptimalan pendidikan sebelumnya belum teridentifikasi akar permasalahan dan solusi untuk mengatasinya.

Baca Juga: Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi dampak negatif pemangkasan anggaran Pendidikan, transparansi terhadap masyarakat merupakan hal yg penting. Pemerintah harus memberikan penjelasan yang jelas mengenai pemotongan anggaran pendidikan, termasuk apakah pemotongan ini bersifat sementara atau permanen, pemerintah juga perlu menerapkan strategi yang berbasis data untuk memastikan efisiensi anggaran tanpa mengorbankan kualitas serta akses pendidikan bagi masyarakat.

Hal ini penting untuk menghindari kebingungan dan ketidakpuasan serta memberikan pemahaman terhadap masyarakat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap alokasi anggaran di tahun-tahun sebelumnya menjadi langkah penting untuk mengidentifikasi pengeluaran yang kurang efektif.

Dari hasil evaluasi tersebut, pemerintah dapat memangkas pemborosan tanpa harus mengurangi program-program yang penting, seperti beasiswa, peningkatan kualitas guru, serta pembangunan dan perawatan infrastruktur pendidikan. 

Transparansi dalam pengelolaan anggaran juga perlu diperkuat dengan melibatkan berbagai pihak seperti akademisi, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil yang berguna untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil berdasarkan data yang akurat dan mencerminkan kebutuhan nyata di lapangan.

Selain itu, pemerintah perlu mencari sumber pendanaan alternatif, seperti melalui kemitraan dengan sektor swasta yang dapat mendukung penyediaan fasilitas pendidikan dan program pelatihan guru, optimalisasi dana abadi pendidikan untuk membiayai beasiswa, serta penerapan pendanaan inovatif seperti obligasi sosial yang memungkinkan investor swasta berkontribusi terhadap pendidikan dengan pengembalian investasi berbasis hasil yang dicapai.

Baca Juga: Pentingnya Pendidikan Karakter Anak di Indonesia

Upaya efisiensi juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi digital untuk menekan biaya operasional pendidikan, seperti penggunaan platform e-learning untuk meningkatkan akses pendidikan di daerah terpencil, digitalisasi administrasi sekolah, dan pelatihan guru berbasis daring yang lebih hemat biaya.

Pemerintah juga harus memastikan bahwa kesejahteraan guru tetap menjadi prioritas utama, terutama bagi mereka yang bertugas di daerah 3T, dengan tetap menyediakan insentif yang layak serta program pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pengajaran.

Infrastruktur pendidikan yang memadai juga harus tetap diperhatikan, dengan memprioritaskan perbaikan sekolah yang rusak dan memastikan bahwa setiap wilayah memiliki akses terhadap fasilitas pendidikan yang layak. Selain itu, proteksi terhadap program beasiswa seperti KIP Kuliah, Beasiswa ADik, dan bantuan pendidikan lainnya harus tetap dijaga, karena program-program ini berperan penting dalam mencegah meningkatnya angka putus sekolah, terutama di kalangan siswa dari keluarga yang kurang mampu.

Jika pemangkasan anggaran tidak dapat dihindari, pemerintah perlu memastikan bahwa program beasiswa ini hanya mengalami penyesuaian administratif tanpa mengurangi jumlah penerima manfaatnya. Setiap kebijakan efisiensi anggaran juga harus disertai dengan sistem pemantauan dan evaluasi yang ketat untuk memastikan bahwa pemangkasan anggaran tidak menurunkan kualitas pendidikan atau justru memperlebar kesenjangan sosial.

Untuk itu, dibutuhkan strategi jangka panjang yang matang dalam perencanaan anggaran pendidikan, termasuk penyusunan roadmap investasi pendidikan untuk lima hingga beberapa tahun kedepan, sehingga keberlanjutan sistem pendidikan tetap terjaga.

Baca Juga: Peran Ajaran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan Karakter Anak dengan Menerapkan Ajaran Tripusat Pendidikan

Dengan menerapkan kebijakan yang berbasis data, memperkuat transparansi, memanfaatkan teknologi digital, serta mencari sumber pendanaan alternatif, pemerintah dapat memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak merugikan masa depan generasi muda, tetapi menjadi langkah strategis dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih berkualitas, berkelanjutan, dan inklusif bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

5. Kesimpulan

Reformasi pendidikan di era Kabinet Merah Putih, khususnya kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan tahun 2025, menjadi cerminan krisis arah dalam pengelolaan sistem pendidikan nasional. Alih-alih menyelesaikan persoalan, pemotongan anggaran sebesar 23,95% dilakukan tanpa evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas alokasi sebelumnya dan tanpa strategi mitigasi yang matang.

Kebijakan ini berpotensi memperburuk ketimpangan akses pendidikan, menurunkan kesejahteraan guru, serta mengancam program-program beasiswa yang vital bagi pelajar dari keluarga tidak mampu. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memperlebar kesenjangan sosial dan menghambat pencapaian tujuan strategis Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045.

Pendidikan seharusnya dipandang sebagai investasi jangka panjang, bukan beban fiskal yang dapat dikompromikan secara sepihak. Untuk itu, diperlukan transparansi anggaran, evaluasi berbasis data, serta keterlibatan aktif pemangku kepentingan dalam proses perumusan kebijakan.

Baca Juga: Program Kawasan tanpa Rokok di Institusi Pendidikan: Bagaimana Implementasinya?

Pemerintah juga harus berani mengeksplorasi alternatif pendanaan seperti kemitraan swasta dan dana abadi pendidikan, sembari memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak mengorbankan hak dasar atas pendidikan yang inklusif dan berkualitas.

Reformasi pendidikan yang dilakukan harus konsisten, terukur, dan berorientasi jangka panjang, agar tidak menjadi kebijakan populis sesaat, melainkan upaya nyata untuk membangun masa depan bangsa melalui generasi muda yang unggul dan siap bersaing di tingkat global.

6. Ucapan Terima Kasih

Terima Kasih kepada seluruh tim yang telah membuat artikel opini ini dengan judul Reformasi Pendidikan di Era Kabinet Merah Putih: Terobosan atau Kebijakan Tanpa Arah. Artikel ini memberi perspektif yang mendalam mengenai tantangan dan peluang dalam reformasi pendidikan Indonesia. Dengan analisis, artikel opini ini dapat menggambarkan dampak kebijakan terhadap kualitas pendidikan, kesejahteraan tenaga pendidik, serta akses pendidikan bagi masyarakat. 

Sebagai mahasiswa telah menunjukkan dedikasi luar biasa dalam mengangkat isu-isu penting terkait pendidikan di Indonesia. Semoga tulisan ini menjadi langkah awal untuk terus berkarya, berkontribusi, dan berjuang demi pendidikan yang lebih baik dan lebih merata di Indonesia. Terimakasih atas kerja keras dan kreativitas kepada tim yang telah membuat artikel opini ini. 

Penulis:
1. Lingsie Shaufina
2. Resdo Howel Hutasoit
3. Khansa Syahdira
4. Bryan
5. Muhammad Fahri Alfahrizi Ramadhan
6. Anisyah Nur Fazila
7. Allyah Dwi Firanti
8. Chisha Intania Umaira
9. Fauzia Lailul Rahma
10. Salma Khairunnisa Mardiyah
11. Lidya Martha Parotua Simamora
12. Revalina Laysha Doriz T.
13. Theresia Della Rumondang Togatorop
14. Muhammad Faiz Muhjatun Nafsi
15. Gadieza Afra Nazifa
16. Muhammad Faiz Al-Fadlil
17. William Agustin Hutapea
18. Queenie Ficari Toba
19. Febri Kholijah Mulyono
20. Rachel Keshia Mukitta
Mahasiswa Universitas Internasional Batam 

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

Matraji, U. (2025). Pernyataan mengenai dampak pemangkasan anggaran pendidikan. Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI).

Napitupulu, E. L. (2024, Mei 29). Politik anggaran pendidikan. [Artikel media massa].

Republik Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 31 ayat (3) dan (4).

Republik Indonesia. (2025). Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang Pemangkasan Anggaran Negara.

Wibawa, S. (2025). Pandangan terhadap kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan. Universitas Gadjah Mada.

Wijaya, M. Y. E. (2025). Pernyataan Wakil Ketua Komisi X DPR RI tentang anggaran pendidikan. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses