Oleh: Maslahah
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Covid-19 suatu virus yang merajalela hingga ke berbagai daerah. Virus ini memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif adanya virus ini dengan menetapkan aturan untuk tetap di rumah saja membuat para perantau dapat berkumpul bersama keluarga. Hal ini begitu tampak saat bulan Ramadan, termasuk mahasiswa. Mahasiswa yang mestinya menjalankan aktivitas pembelajaran seperti hari-hari biasa, tanpa harus pulang ke daerah masing-masing dan tanpa bertemu keluarga, karena virus ini mereka tetap bisa mengikuti jalannya pembelajaran dari rumah sehingga dapat berkumpul dengan keluarga.
Seiring mewabahnya virus ini, mengakibatkan banyak kegiatan yang tertunda bahkan perekonomian terhambat bahkan pembelajaran menjadi kurang efektif. Semua jenis kegiatan yang dilakukan yang menggunakan interaksi langsung harus dilakukan di rumah saja yakni dengan menggunakan alat alternatif berupa gadget. Berbagai jenis kegiatan lainnya yang pelaksanaannya resmi terpaksa tidak dilaksanakan. Ujian Nasional di tiap-tiap lembaga ditiadakan. Sistem pembelajaran mulai tingkat pendidikan dasar hingga tingkat universitas dilakukan secara daring. Hal itu memacu para pelajar untuk kurang menggunakan nalarnya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh para tenaga didik. Pembelajaran secara daring memacu pelajar untuk lebih mempermudah pengerjaan tugas mereka tanpa membuang banyak waktu untuk berpikir. Kegiatan pembelajaran yang biasanya diselesaikan dengan kemampuan pemahaman sendiri cenderung mengedepankan ilmu yang tersalur pada berbagai media internet, selain mudah diakses juga menghemat waktu. Keadaan yang seperti itu tidak menutup kemungkinan para pelajar malas belajar.
Di tengah-tengah pandemi ini, penulis banyak mendapati berbagai keluhan dari para pelajar khususnya bagi mereka yang saat ini mengenyam pendidikan di bangku akhir. Mayoritas dari mereka merasa bahwa lulusan mereka tidaklah memberikan kesan apa-apa. Rangkaian perpisahan yang telah mereka rangkai sebegitu indahnya harus sirna begitu saja. Tidak ada keindahan yang menghiasi masa-masa terkahir dimana mereka harus berpisah dengan teman dan guru. Lulusan yang biasa disebut dengan wisuda banyak yang tidak digelar. Begitu pula dengan wisuda yang semestinya di gelar di perguruan tinggi. Wisuda yang seharusnya dilaksanakan bulan April lalu, harus ditunda ke periode wisuda berikutnya. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan wisuda pada periode berikutnya juga ditiadakan. Selama virus Covid-19 terus mewabah, maka semakin kecil kemungkinan untuk menggelar berbagai bentuk acara seperti halnya wisuda. Apakah wisuda tahun ini akan dilakukan secara online pula? Jika melihat pada kegiatan seminar proposal serta sidang skripsi yang dilakukan secara online, bukan berarti wisuda akan dilakukan secara online. Karena yang terpenting dalam kelulusan adalah penentu lulus atau tidaknya pelajar tersebut, bukan pada pergelaran wisuda dan pelepasan yang dilaksanakan. Ketiadaan pergelaran wisuda di tengah pandemi ini, terpaksa tidak dilaksanakan guna berperan dalam pemutusan mata rantai penyebaran virus Covid-19. Jika tidak mampu menangani para penderita positif covid-19,setidaknya membantu dalam menghambat penularan virus tersebut.
Kegiatan kelulusan atau wisuda tidak hanya dilaksanakan oleh pelajar khususnya mahasiswa yang hidup di area kampus saja. Tetapi acara yang seperti itu juga dilaksanakan oleh para orang tua dan keluarga calon sarjana yang pastinya berasal dari beberapa daerah yang berbeda. Sehingga hal itu sangat rentan terhadap terjadinya penularan virus Covid-19. Mayoritas kalangan baik TK, SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi yang paling dinantikan selama bertahun-tahun adalah wisuda berikut momen-momen indah yang tidak mereka dapati di jenjang kelas awal dan pertengahan. Tak jarang para wisudawan beserta anggota keluarganya mengabadikan momen tersebut dengan bersua foto. Hal yang demikian justru terpaksa tidak terlaksana. Di daerah penulis, sebuah lembaga yang lokasinya bisa dikatakan cukup dekat, rencananya tetap akan melangsungkan acara wisuda dan kenaikan kelas seperti tahun-tahun sebelumnya. Para siswa sudah membayar iuran seperti biasa. Sehubungan dengan terus mewabahnya virus Covid-19, maka kepala Yayasan beserta jajaran dewan guru memutuskan untuk tidak melaksanan acara wisuda dan kenaikan kelas pada tahun ini. Bahkan untuk melaksanakan foto pra wisuda, siswa diminta untuk berangkat ke tempat pemotretan secara perorangan dengan selisih waktu yang cukup lama sesuai dengan kesepakatan pada rapat online. Memang sebaiknya acara yang demikian tidak diadakan. Namun di beberapa daerah masih saja bebal dan enggan mengikuti kebijakan pemerintah. Acara-acara yang digelar secara sosialis tetap dilaksanakan bahkan banyak dari mereka yang enggan merealisasikan penggunaan masker saat keluar rumah. Mereka masih saja menyepelekan penyebaran dan penularan virus Covid-19. Masyarakat di daerah tersebut tetap dengan asumsi mereka bahwa virus tersebut tidak akan sampai pada mereka jika Sang Khalik tidak menakdirkannya. Mereka beranggapan bahwa sekuat apapun aparat pemerintah memberikan kebijakan untuk tetap di rumah saja, jika Sang Khalik menakdirkan mereka terserang virus, itu artinya sudah kehendak-Nya. Lalu, apakah asumsi seperti itu tidak ingin diberantas dengan memilih jalur aman dan waspada? Bukankah lebih baik mencegah dari pada mengobati?
Setiap kebijakan pemerintah ialah demi kebaikan dan kesejahteran bersama. Jangan karena suatu oknum bersikukuh untuk tetap mengadakan acara maka memilih untuk tetap dilaksanakan. Berfikir secara logis sangatlah penting untuk suatu keadaan agar benar-benar terhindar dari virus tersebut. Maka sebagai masyarakat yang berada di bawah hukum, untuk menaati aturan serta kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk menjaga kebersihan, hindari keramaian, dan jaga jarak. Dahulukan kesehatan bersama dari pada hiburan semata. Jangan biarkan virus merenggut kesehatan kita dan lingkungan sekitar.