Fakta
Dalam dunia digital yang tersambung saat ini, platform media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Tik-Tok telah menjadi bagian yang sangat penting dari rutinitas sehari-hari, terutama di kalangan anak muda. Media sosial menawarkan akses luas bagi penggunanya untuk terhubung, berbagi berita, dan berkomunikasi tanpa batasan lokasi.
Namun, di balik kemudahan yang diberikan, ada efek negatif yang signifikan yang tidak bisa diabaikan.
Salah satu efek tersebut adalah maraknya penyebaran ujaran kebencian atau hate speech di ranah digital.
Data yang dikeluarkan oleh Cyberbullying Research Center pada tahun 2021 menunjukkan bahawa sekitar 59% remaja mengalami perundungan daring yang mencakup berbagai macam bentuk ujaran kebencian.
Beberapa riset juga mengindikasikan bahwa 1 dari 3 remaja yang aktif berinternet pernah menjadi target hate speech.
Ujaran kebencian ini sering kali muncul melalui komentar atau pesan yang menghina, merendahkan, atau mendiskreditkan identitas individu, seperti ras, etnis, agama, orientasi seksual, atau penampilan fisik.
Tak jarang, konten semacam ini berkembang menjadi tindakan kebencian yang menargetkan kelompok tertentu.
Sayangnya, efek dari hate speech ini tidak hanya mempengaruhi hubungan sosial tetapi juga sangat berdampak pada kesihatan mental generasi muda, yang seharusnya menjadi perhatian serius.
Baca juga: Teknologi dalam Literasi Digital: Pilar Kunci Masyarakat Cerdas di Era Modern
Argumentasi
Pengaruh ujaran kebencian terhadap kesehatan mental kaum muda sangat terasa dan mengkhawatirkan.
Ketik individu sering terpapar hate speech, dampak psikologis yang muncul bisa menjadi sangat merugikan.
Kaum muda yang menjadi target hate speech sering menghadapi isu seperti stres, kecemasan, dan masalah tidur.
Dalam beberapa keadaan, mereka juga berisiko mengalami gangguan makan atau merasa terasing dari lingkungan sosial mereka.
Penelitian menunjukkan bahawa remaja yang terpapar hate speech di platform sosial cenderung memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah dan merasa tidak diterima di tengah masyarakat.
Fenomena ini sangat terkait dengan munculnya rasa tidak aman atau terancam akibat verbal abuse.
Saat seseorang dihina atau direndahkan di hadapan publik, terutama jika tindakan itu berulang, mereka cenderung merasa takut dan khawatir, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.
Kaum muda yang sering melihat konten kebencian mungkin merasa tertekan untuk memenuhi standar kecantikan atau kesuksesan yang tidak realistis, yang sering kali dipromosikan oleh media sosial.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan gangguan mental yang serius seperti depresi, kecemasan sosial, atau bahkan timbulnya niatan untuk melakukan bunuh diri.
Selain itu, ujaran kebencian yang menyerang identitas pribadi, seperti ras, gender, atau orientasi seksual, dapat menyebabkan perasaan keterasingan yang mendalam.
Ini tidak hanya berdampak pada individu yang menjadi korban, tetapi juga dapat memperburuk ketegangan sosial antar kelompok.
Misalnya, pemuda yang merasa dihina atau diserang karena identitas mereka dapat kehilangan rasa percaya diri dan mulai meragukan nilai diri mereka.
Oleh karena itu, peran masyarakat dalam menciptakan ruang yang aman di dunia maya menjadi sangat krusial, karena lingkungan digital yang dipenuhi dengan ujaran kebencian dapat memperparah kondisi mental bagi pemuda yang rentan.
Solusi
Dengan mengamati efek signifikan terhadap kesehatan mental generasi muda, diperlukan tindakan serius untuk menangani penyebaran ujaran kebencian di internet.
Kerja sama antara pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat sangat penting untuk membangun ekosistem digital yang lebih aman dan sehat untuk generasi muda.
Ada sejumlah langkah yang dapat diambil dalam rangka mengurangi dan mengatasi efek negatif dari ujaran kebencian pada kesehatan mental kaum muda.
Baca juga: Bullying dan Hate Speech di Kalangan Pemuda: Fenomena, Dampak, dan Solusi
Peningkatan Literasi Digital dan Pendidikan Etika Berkomunikasi di Dunia Maya
Langkah pertama yang harus diambil adalah meningkatkan literasi digital di kalangan generasi muda.
Literasi digital tidak hanya berfokus pada kemampuan teknik untuk mengakses dan memanfaatkan teknologi, tetapi juga mencakup pemahaman yang lebih luas tentang cara berinteraksi dengan sehat di dunia maya.
Generasi muda perlu diberikan pengetahuan yang lebih dalam mengenai pentingnya etika dalam komunikasi digital, sehingga mereka dapat lebih bijak dalam menyampaikan pandangan serta menghargai perbedaan.
Pendidikan ini seharusnya dimulai sejak usia dini, baik dalam lingkungan sekolah maupun keluarga.
Mengajarkan nilai nilai empati dan toleransi sejak kecil dapat berkontribusi pada pengurangan penyebaran ujaran kebencian.
Di samping itu, pemahaman tentang dampak psikologis yang ditirnbulkan oleh ujaran kebencian juga sangat krusial.
Generasi muda harus di sedarkan bahawa ujaran kebencian dapat menimbulkan efek negatif yang serius baik bagi orang lain maupun diri mereka.
Misalnya, mereka perlu menyadari bahwa berkomentar atau menyebarluaskan materi yang merendahkan orang lain dapat menyebabkan stres atau trauma psikologis yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, pendidikan yang menekankan nilai-nilai saling menghargai dan merawat kesehatan mental akan menjadi bagian penting dalam upaya pencegahan.
Peraturan yang Lebih Ketat Terhadap Penyebaran Hate Speech
Pemerintah dan lembaga terkait harus mengambil tindakan tegas untuk mengatur penyebaran ujaran kebencian di dunia maya.
Beberapa negara telah mula menetapkan undang undang yang lebih ketat mengenai ujaran kebencian di internet, dan Indonesia juga harus memperkuat regulasi ini.
Platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram harus memiliki kebijakan yang jelas dan tegas terhadap penyebaran ujaran kebencian.
Mereka diperlukan untuk memiliki sistem yang efisien dalam mendeteksi, merespons, dan menghapus konten yang mengandung unsur kebencian.
Selain itu, penegakan hukum yang lebih ketat harus disertai dengan edukasi kepada pengguna media sosial agar mereka menyadari bahwa berkomunikasi dengan cara yang menghina atau merendahkan orang lain adalah perilaku yang tidak dapat diterima.
Di sinilah pentingnya peran platform media sosial dalam menciptakan ruang yang aman bagi penggunanya, dengan memberikan perhatian lebih pada keselamatan dan kenyamanan, khususnya untuk generasi muda yang rentan terhadap ujaran kebencian.
Penyediaan Dukungan Psikologis yang Lebih Mudah Diakses
Menanggapi dampak psikologis dari ujaran kebencian, aksesibilitas terhadap dukungan psikologis memiliki peranan yang sangat vital.
Perluasan layanan kesehatan mental yang terjangkau serta ramah bagi generasi muda harus dilakukan, agar mereka yang merasa terganggu atau stres dapat dengan mudah mencari bantuan.
Sumber daya seperti konseling daring, hotline kesehatan mental, dan program intervensi di sekolah atau universitas perlu lebih diperluas.
Ini menjadi penting, karena banyak remaja yang enggan mencari bantuan akibat stigma terkait kesehatan mental atau kendala akses terhadap layanan kesehatan mental di lokasi mereka.
Remaja yang merasakan stres akibat hate speech juga perlu mendapatkan pelatihan dalam pengelolaan stres dan kecemasan, sehingga mereka dapat menjadi lebih tahan banting menghadapi situasi sulit.
Strategi ini dapat menurunkan risiko masalah kesehatan mental jangka panjang dan membantu para pemuda mengatur emosi mereka dengan cara yang lebih konstruktif.
Peningkatan Peran Masyarakat dalam Menciptakan Ruang Digital yang Positif
Akhirnya, masyarakat perlu berperan aktif dalam membangun lingkungan digital yang lebih sehat.
Kampanye anti-hate speech yang melibatkan tokoh terkenal, pemimpin masyarakat, dan institusi pendidikan dapat menjadi metode yang efektif untuk mendidik kaum muda tentang konsekuensi berbahaya dari hate speech.
Melalui platform media sosial, kampanye ini dapat menjangkau lebih banyak orang dan mengedukasi bahwa dunia maya seharusnya menjadi ruang yang inklusif dan aman untuk semua.
Remaja juga harus diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman mereka terkait hate speech dan dampak yang sudah dirasakan.
Dengan mendiskusikan cerita dan pengalaman mereka, mereka akan merasa didukung dan tidak sendirian dalam menghadapi situasi ini.
Ini juga bisa membuka peluang untuk saling mendukung dalam menghadapi tantangan yang ada di dunia digital.
Baca juga: Seminar tentang Bullying dan Hate Speech di Kalangan Milenial
Kesimpulan
Dampak ujaran kebencian terhadap kesehatan mental kaum muda di era digital sangat signifikan dan membutuhkan perhatian yang serius.
Ujaran kebencian tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga dapat menimbulkan masalah kesehatan mental yang serius.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan sehat melalui peningkatan keterampilan digital, regulasi yang lebih ketat, akses dukungan psikologis yang lebih baik, serta partisipasi aktif dari masyarakat.
Melalui langkah-langkah ini, kita bisa membantu generasi muda lebih siap menghadapi tantangan di dunia digital dan menjaga kesehatan mental mereka.
Penulis: ShipsApp 2
Mahasiswa Universitas Internasional Batam
Dosen Pengampu: Mariska Ramadana, S.Ak, MM
Daftar Pustaka
Boyd, D. (2014). It’s complicated: The Social Lives of Networked Teens Yale University
Press.
Cyberbullying Research Center. (2021). Cyberbullying Research Summary: Hate Speech and Harassment Among Teens. https://cyberbullying.org
Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2021). Cyberbullying and Hate Speech Among Adolescents.
Cyberbullying Research Center. https://cyberbullying.org
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2020). Siaran pers: Penanganan Konten Ujaran Kebencian dan Hoaks oleh Kominfo. https://www.kominfo.go.id/
Livingstone, S., & Smith, P. K. (2014). Annual research review: Harms experienced by child users of online and mobile technologies: The nature, prevalence and management of sexual and aggressive risks in the digital age. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 55(6), 635-654. https://doi.org/10.1111/jcpp.12197
Setiadi, R. (2021). Dampak Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja. Jurnal Psikologi Sosial, 19(2), 134-145.
UNESCO. (2015). Countering online hate speech.
https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pfD000233231
World Health Organization. (2021). Adolescent Mental Health. https://www.who.int/news roorn/fact-sheets/detail/adolescent-mental-health
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News