Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Dalam demokrasi, rakyat tidak hanya menjadi objek dari kebijakan, melainkan juga subjek yang aktif dalam menentukan arah pembangunan bangsa.
Sebagai suatu prinsip dan sistem politik, demokrasi menjunjung tinggi nilai partisipasi, kebebasan, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dalam konteks Indonesia, demokrasi bukan hanya warisan pemikiran politik modern, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun demikian, pelaksanaan demokrasi di Indonesia tidak lepas dari tantangan, terutama dalam hal penegakan hukum, kebebasan sipil, serta dominasi kekuatan politik tertentu.
Dasar Hukum Demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia tidak berdiri tanpa landasan hukum yang kuat.
Justru, sistem demokrasi Indonesia secara normatif dijamin oleh konstitusi dan sejumlah undang-undang yang merefleksikan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, partisipasi warga negara, serta penghormatan terhadap kebebasan sipil.
Berikut ini penjelasan analitis atas dasar-dasar hukum tersebut:
Pembukaan UUD 1945
Kalimat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia bertujuan “untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia … dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia …”
Frasa tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia dibentuk atas dasar kedaulatan rakyat dan ditujukan untuk kepentingan rakyat secara luas.
Hal ini memberikan legitimasi filosofis dan ideologis bahwa kekuasaan negara bukanlah milik elite tertentu, melainkan berasal dari rakyat dan harus dijalankan untuk rakyat.
Dengan demikian, demokrasi merupakan amanat konstitusional sejak awal berdirinya bangsa ini.
Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Pasal ini adalah fondasi konstitusional dari demokrasi di Indonesia.
Kedaulatan rakyat diakui sebagai prinsip utama, yang berarti seluruh legitimasi kekuasaan pemerintahan berasal dari rakyat.
Namun, pelaksanaannya dibatasi oleh hukum (konstitusi), yang mencerminkan model demokrasi konstitusional, yaitu demokrasi yang tunduk pada aturan hukum untuk mencegah kekuasaan absolut.
Pasal 28 UUD 1945
Pasal ini dan pasal-pasal turunannya (28A–28J) mengatur secara eksplisit hak-hak dasar seperti kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat dan berkumpul, hak atas informasi, dan hak berpartisipasi dalam pemerintahan.
Kebebasan-kebebasan tersebut merupakan pra-syarat demokrasi yang sehat.
Tanpa jaminan atas kebebasan berekspresi dan berserikat, rakyat tidak dapat menyampaikan aspirasi, mengorganisir kepentingan, atau mengkritik kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, pasal-pasal ini memberikan jaminan substansial terhadap pelaksanaan demokrasi dalam praktik.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
UU ini merupakan perangkat hukum teknis yang menyelenggarakan mekanisme utama demokrasi elektoral di Indonesia: pemilu. UU ini menjamin pelaksanaan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL).
Demokrasi tanpa pemilu yang transparan dan akuntabel berisiko jatuh pada otoritarianisme terselubung.
UU Pemilu ini menjadi alat legal untuk memastikan bahwa rakyat dapat memilih wakilnya secara sah dan pemerintah mendapatkan legitimasi demokratis.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU ini memperkuat demokrasi dari sisi norma HAM, khususnya pada Pasal 23 yang menjamin “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya, berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat.”
Hak-hak ini esensial dalam proses demokratis karena memungkinkan rakyat terlibat aktif, kritis, dan setara dalam kehidupan bernegara.
Demokrasi tidak bisa berjalan hanya dengan prosedur elektoral; ia harus didukung oleh budaya politik yang terbuka dan inklusif, yang dijamin oleh perlindungan HAM.
Dasar hukum demokrasi di Indonesia mencerminkan suatu sistem yang tidak hanya prosedural (pemilu), tetapi juga substansial dan normatif (HAM, partisipasi, kebebasan).
Kerangka hukum tersebut mengarahkan Indonesia pada model demokrasi konstitusional, di mana rakyat menjadi sumber kekuasaan, dan kekuasaan itu dijalankan dalam koridor hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Namun, tantangan implementasi masih besar: misalnya, pelanggaran kebebasan berpendapat, politik uang, hingga pembatasan terhadap organisasi masyarakat sipil.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap dasar hukum demokrasi harus diiringi dengan komitmen kolektif untuk mengawalnya secara nyata dalam praktik kehidupan politik.
Apa Itu Demokrasi?
Secara etimologis, kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani: demos yang berarti rakyat, dan kratos yang berarti kekuasaan atau pemerintahan.
Jadi, demokrasi secara harfiah berarti “pemerintahan oleh rakyat”. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Sedangkan menurut Hans Kelsen, demokrasi merupakan sistem politik yang memberikan ruang bagi rakyat untuk terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan publik, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih secara bebas.
Dengan demikian, demokrasi bukan sekadar prosedur elektoral, tetapi juga mencakup nilai-nilai kebebasan, persamaan, toleransi, dan supremasi hukum.
Demokrasi ideal harus memberikan ruang kepada semua elemen masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, mengkritik kekuasaan, serta ikut serta dalam proses pengambilan keputusan publik.
Mengapa Demokrasi Penting?
Menjamin Partisipasi Rakyat
Demokrasi menjamin bahwa rakyat bukan hanya objek kebijakan, melainkan subjek utama dalam proses pengambilan keputusan politik.
Dalam sistem ini, setiap warga negara memiliki hak yang setara untuk memilih, dipilih, dan menyuarakan aspirasinya, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih.
Partisipasi ini bukan hanya terbatas dalam pemilu lima tahunan, tetapi juga dalam bentuk keterlibatan dalam forum publik, konsultasi kebijakan, petisi, hingga unjuk rasa.
Ketiadaan partisipasi rakyat membuka jalan bagi oligarki politik, di mana segelintir elite mengendalikan keputusan publik tanpa akuntabilitas.
Maka, demokrasi merupakan mekanisme legal dan moral untuk melegitimasi kekuasaan, sekaligus mencegah penyalahgunaannya oleh elite yang tidak representatif.
Salah satu contohnya yaitu, dalam Pilkada langsung, masyarakat desa memiliki kesempatan yang sama untuk memilih pemimpinnya secara langsung, tidak lagi ditentukan oleh kekuasaan pusat atau elite lokal tertentu.
Menjaga Hak dan Kebebasan Sipil
Kebebasan sipil termasuk kebebasan berpendapat, beragama, berserikat, dan berkumpul merupakan fondasi non-negotiable dalam demokrasi.
Tanpa jaminan atas kebebasan ini, demokrasi hanya menjadi prosedur kosong tanpa substansi. Dalam sistem demokratis, perbedaan pendapat tidak hanya ditoleransi, tetapi diakui sebagai bagian penting dari dinamika sosial-politik.
Kebebasan berbicara memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengkritik pemerintah dan mengajukan alternatif kebijakan.
Kebebasan pers menjadi alat kontrol publik terhadap kekuasaan. Jika kebebasan ini ditekan, yang tumbuh adalah otoritarianisme terselubung yang menyebut dirinya demokratis, tetapi pada praktiknya anti terhadap kritik dan transparansi.
Salah satu contohnya yaitu demonstrasi mahasiswa menolak RKUHP tahun 2019 adalah bentuk partisipasi sipil yang dijamin oleh demokrasi.
Meski memunculkan konflik, ruang ini menunjukkan demokrasi berjalan sebagai sistem yang hidup.
Menjadi Mekanisme Pengawasan Kekuasaan (Check and Balance)
Salah satu kekuatan utama demokrasi adalah mendistribusikan kekuasaan dan menciptakan sistem kontrol internal.
Dalam negara demokratis, kekuasaan eksekutif tidak bisa berjalan tanpa kontrol dari legislatif dan yudikatif, serta pengawasan horizontal dari masyarakat sipil dan media.
Sistem ini penting karena sejarah politik di seluruh dunia menunjukkan bahwa kekuasaan yang terpusat dan tanpa pengawasan rawan menghasilkan penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan pelanggaran HAM.
Demokrasi memberikan struktur kelembagaan untuk mencegah dan mengoreksi penyimpangan kekuasaan.
Salah satu contohnya yaitu dalam kasus korupsi oleh pejabat tinggi, keberadaan KPK sebagai lembaga independen adalah perwujudan prinsip check and balance dalam demokrasi Indonesia.
Mendorong Keadilan dan Kesetaraan
Demokrasi tidak berhenti pada hak memilih, tetapi juga menuntut pemerataan dalam akses terhadap sumber daya dan pelayanan publik.
Demokrasi yang berkeadilan menjamin kesetaraan di hadapan hukum serta perlakuan yang adil tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, jenis kelamin, atau status sosial.
Keadilan dalam demokrasi bukan hanya berarti perlakuan yang sama, tetapi juga adanya affirmative action (kebijakan keberpihakan) bagi kelompok-kelompok rentan dan minoritas.
Demokrasi harus menjamin bahwa pembangunan tidak hanya dinikmati oleh kelas ekonomi atas, melainkan juga oleh masyarakat marjinal.
Salah satu contohnya yaitu kebijakan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen mencerminkan prinsip demokrasi yang memperjuangkan kesetaraan substantif, bukan sekadar formal.
Menumbuhkan Stabilitas dan Perdamaian
Demokrasi bukan hanya tentang kompetisi politik, tetapi juga pembentukan mekanisme damai dalam penyelesaian konflik.
Dalam negara yang demokratis, konflik horizontal atau vertikal dapat disalurkan melalui dialog, mediasi politik, atau jalur hukum, bukan melalui kekerasan.
Dengan adanya saluran legal untuk mengekspresikan ketidakpuasan, masyarakat memiliki kepercayaan bahwa perubahan dapat dicapai tanpa perlu revolusi atau kekerasan.
Demokrasi juga membentuk budaya toleransi, kompromi, dan menghormati perbedaan, yang semuanya sangat penting dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia.
Salah satu contohnya yaitu Reformasi tahun 1998 yang mengakhiri rezim Orde Baru dan membuka jalan bagi demokratisasi adalah bukti bahwa mekanisme damai dapat membawa perubahan sistemik yang besar jika didukung oleh partisipasi publik yang luas.
Demokrasi penting bukan hanya karena memberi rakyat hak suara, tetapi karena ia menjaga hak-hak fundamental, memperbaiki distribusi kekuasaan, menciptakan ruang publik yang sehat, serta memastikan keadilan dan stabilitas jangka panjang.
Demokrasi bukan sekadar sistem politik, tetapi cara hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk dan dinamis.
Tantangan terhadap demokrasi tetap ada seperti politik uang, intoleransi, atau represi terhadap kebebasan sipil tetapi hal ini justru menegaskan pentingnya demokrasi untuk terus dipelihara, diawasi, dan diperjuangkan bersama oleh seluruh elemen bangsa.
Tantangan dalam Pelaksanaan Demokrasi
Meski Indonesia telah menjalankan sistem demokrasi sejak Reformasi 1998, berbagai tantangan struktural dan kultural masih menghambat terwujudnya demokrasi yang substantif.
Tantangan ini tidak hanya teknis, melainkan juga menyentuh akar dari ketimpangan sosial-politik yang sistemik, antara lain:
Politik Uang dan Oligarki
Salah satu tantangan paling serius adalah maraknya politik transaksional, di mana suara rakyat dipengaruhi oleh imbalan materi.
Fenomena ini menciptakan demokrasi yang mahal, tidak sehat, dan menguntungkan elite ekonomi-politik.
Dalam sistem seperti ini, yang terpilih bukan yang paling berintegritas, melainkan yang paling kuat modalnya.
Lebih jauh, kekuasaan politik seringkali berkelindan dengan kekuatan ekonomi, membentuk oligarki, yaitu kekuasaan yang dikendalikan oleh segelintir orang atau kelompok.
Oligarki merusak esensi demokrasi karena membajak institusi negara untuk kepentingan kelompok tertentu, bukan untuk kesejahteraan rakyat banyak.
Contoh nyata yaitu banyak calon legislatif yang “membeli” suara dalam kampanye, lalu ketika terpilih fokus pada “balik modal” melalui korupsi atau kolusi.
Minimnya Pendidikan Politik
Demokrasi hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melek politik, yaitu paham terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Sayangnya, literasi politik masyarakat Indonesia masih rendah, terutama di daerah pedesaan atau kelompok masyarakat termarjinalkan.
Kondisi ini membuat rakyat rentan terhadap hoaks, politik identitas, atau populisme semu yang dieksploitasi oleh aktor politik untuk meraih simpati secara instan.
Tanpa pemahaman politik yang kritis, rakyat akan terus menjadi korban manipulasi kekuasaan.
Contohnya yaitu banyak pemilih yang memilih kandidat hanya karena ikatan kedaerahan atau agama, bukan karena rekam jejak atau visi-misi yang rasional.
Represi terhadap Kebebasan Berekspresi
Secara normatif, demokrasi menjamin kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, termasuk kritik terhadap pemerintah.
Namun, dalam praktik, ruang kebebasan ini sering kali dibatasi secara halus maupun terang-terangan.
Pembungkaman terhadap aktivis, kriminalisasi jurnalis, hingga penggunaan UU ITE untuk mengintimidasi pengkritik negara menjadi bukti bahwa represi terhadap kebebasan berekspresi masih terjadi, bahkan dalam rezim yang mengklaim demokratis.
Contohnya yaitu Penangkapan aktivis HAM, mahasiswa, atau warga karena unggahan di media sosial yang dinilai “menghina pejabat”, menunjukkan ironi dalam demokrasi prosedural.
Korupsi dan Lemahnya Supremasi Hukum
Demokrasi mensyaratkan adanya lembaga negara yang transparan, akuntabel, dan tunduk pada hukum.
Namun, korupsi masih menjangkiti hampir seluruh lini birokrasi dan pemerintahan. Supremasi hukum seringkali hanya berlaku tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Lemahnya penegakan hukum memperparah krisis kepercayaan publik terhadap demokrasi, karena rakyat melihat bahwa hukum dapat dibeli dan tidak semua orang diperlakukan setara di hadapan hukum.
Contohnya yaitu vonis ringan terhadap pejabat korup atau kriminalisasi terhadap pembela lingkungan menunjukkan adanya ketimpangan keadilan dalam sistem hukum.
Upaya Memperkuat Demokrasi
Untuk menjamin kualitas demokrasi di Indonesia, berbagai upaya perlu dilakukan secara terstruktur dan konsisten, di antaranya:
Pendidikan Demokrasi Sejak Dini
Demokrasi yang sehat berakar pada budaya politik partisipatif dan toleran, yang harus ditanamkan sejak usia dini.
Pendidikan formal perlu memasukkan kurikulum tentang Hak dan kewajiban warga negara, etika politik, nilai-nilai kebhinekaan, dan Toleransi serta anti-kekerasan.
Dengan demikian, generasi muda tidak hanya menjadi pemilih, tetapi juga pelaku aktif dalam demokrasi yang rasional dan bertanggung jawab.
Penguatan Lembaga Demokrasi
Lembaga-lembaga seperti KPU, Bawaslu, Mahkamah Konstitusi, dan DPR harus dijamin independensinya dari tekanan politik dan intervensi kekuasaan.
Pengangkatan pejabat lembaga-lembaga ini harus berdasarkan kompetensi dan integritas, bukan afiliasi partai atau loyalitas politik.
Tanpa lembaga demokrasi yang kuat dan netral, mekanisme demokrasi akan dibajak oleh elite politik, yang akhirnya hanya mereproduksi kekuasaan dan ketimpangan.
Peran Aktif Masyarakat Sipil
Masyarakat sipil (LSM, organisasi mahasiswa, akademisi, media independen) memiliki peran vital sebagai penjaga moral dan pengawas sosial.
Mereka harus terus diberdayakan agar dapat mendorong keterbukaan pemerintah, mengadvokasi kelompok rentan, melakukan kontrol terhadap kekuasaan secara kritis.
Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil, bukan menstigmatisasi atau menekan mereka sebagai oposisi.
Reformasi Sistem Pemilu
Sistem pemilu di Indonesia perlu dievaluasi secara mendalam untuk mencegah politik uang, manipulasi suara, dan dominasi elite politik.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan menyederhanakan sistem partai, meningkatkan transparansi dana kampanye, mendorong keterwakilan kelompok rentan (perempuan, disabilitas, minoritas), dan memperbaiki mekanisme pemilihan legislatif agar lebih berbasis program, bukan popularitas atau uang.
Kesimpulan
Demokrasi bukan hanya milik lembaga negara atau elite politik, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia.
Mewujudkan demokrasi yang substansial membutuhkan keterlibatan semua pihak pemerintah, masyarakat sipil, media, dan individu.
Demokrasi tidak cukup hanya dengan pemilu lima tahunan; demokrasi harus hidup dalam keseharian kita: saat kita menghargai pendapat orang lain, menolak intoleransi, serta berani menyuarakan kebenaran dan keadilan.
Membangun demokrasi yang kuat dan bermartabat bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan keharusan jika kita ingin hidup dalam masyarakat yang bebas, adil, dan damai.
Masa depan Indonesia bergantung pada kualitas demokrasinya. Mari kita jaga demokrasi, bukan hanya dengan suara di bilik suara, tetapi juga dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis: Samsuri Baidowi
Mahasiswa Prodi Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Surabaya
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News