Mengenal Sejarah Ilmu Hadist

Mengenal Sejarah Ilmu Hadits

Penulis: Ulvy Muyasssaroh
Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Pendahuluan

Mempelajari suatu ilmu, harus terlebih dahulu mengetahui dan mempelajari sejarah suatu ilmu tersebut. Mengetahui atau mempelajari suatu sejarah tentu memiliki faedah-faedah tertentu.

Faedah dalam memahami sejarah hadits dan ilmunya merupakan salah satu cara untuk mengetahui proses dari berbagai macam pertumbuhannya dari masa ke masa. Selain kepatuhan pada ajaran Islam, umat Islam juga diwajibkan untuk mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Bacaan Lainnya

Berhubungan dengan riwayat-riwayat maupun penulisan-penulisan hadits yang juga merupakan suatu hal yang penting untuk diketahui bagaimana perkembangan hadits beserta ilmu-ilmunya serta hal-hal yang mempengaruhi perkembangan tersebut.

Eksistensi hadits sebagai sumber dasar kedua setelah al-Qur’an menempati posisi penting dalam pendidikan ajaran agama Islam. Dasar hadits yang bersumber dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mendapat pengakuan dan penerimaan dari Sang Pencipta.

Sedangkan hadits bermakna mencakup seluruh perbuatan, perkataan serta ketetapan Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam menerapkan ajaran Islam serta mengembangkan dalam kehidupan umat manusia yang benar-benar membawa kepada ajaran yang rahmatallil’alamiin.

Hadits muncul sejak masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan perhatian para sahabat terhadap hadits sangat besar. Seperti perhatian tabi’in-tabi’in yang mengembangkan hadits dengan cara menghafal, mengingat, menulis, menghimpun serta mengkodifikasikannya ke dalam kitab-kitab hadits yang tidak terhitung jumlahnya.

Tetapi timbul pula kelompok minoritas antar secara individual berdusta yakni dengan membuat, menyebarkan atau bahkan menyandarkan sesuatu yang bukan dari Rosulullah saw. kemudian dikatakan dari Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam. (hadits palsu).

Dalam sejarah penghimpunan dan kodifikasi hadits mengalami perkembangan yang agak lamban dan bertahap dibandingkan perkembangan kodifikasi al-Qur’an. Sedang penulisan hadits pada masa Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam secara umum justru malah dilarang.

Masa pembukuannya juga terlambat sampai pada masa abad ke-2 H dan mengalami kejayaan pada abad ke-3 H.

Berbagai kalangan menempatkan hadits sebagai objek kajian ilmu-ilmu modern yang semakin banyak peminat untuk mengkajinya, sekalipun selama ini ilmu hadits dinilai sudah matang.

Oleh karena itu, para ulama’ bangkit dengan mengadakan riset hadits-hadits yang beredar dan meletakkan dasar kaidah dan peraturan-peraturan yang ketat bagi seorang yang akan meriwayatkan hadits. Pengetahuan mengenai ilmu hadits ini sangat luas, jika diungkap secara mendalam.

Baca juga: Pentingnya Asbabul Wurud dalam Ilmu Hadis

Pembahasan

1. Definisi Ilmu Hadits

Ilmu hadits memiliki dua makna yang berbeda yakni ilmu dan hadits. Ilmu adalah pengetahuan dan hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rosulullah saw. baik berupa perbuatan, perkataan maupun ketetapan. Definisi sederhana dari ilmu hadits yang penulis ambil dari salah satu kitab, yaitu:    

القَوَاعِدِ المُعَرِّفَةُ بِحَالِ الرَّاوِي وَالْمِرْوِيّ    

“Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkannya”.

Pengertian hadits di atas dapat dijabarkan bahwa ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkannya.

Perawi diartikan sebagai orang yang meriwayatkan hadits, seperti Imam Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan lainnya. Hadits terbagi menjadi empat tingkatan yaitu: hadits shahih, hasan, dha’if dan maudhu’. Tingkatan hadits paling tinggi adalah hadits shahih.

Hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit hingga bersambung akhir sanadnya serta tidak ada syadz (kejanggalan) maupun ‘illat (cacat).

Sedangkan tingkatan hadits paling rendah adalah hadits dha’if yakni hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih. Biasanya yang menyebabkan hadits tersebut dha’if dikarenakan perawinya yang hafalannya kurang dhabit atau bermasalah bisa juga dikarenakan dari silsilah sanadnya yang terputus.

Adapun hadits yang palsu biasa disebut dengan maudhu’ pada dasarnya pernyataan atau isi dari hadits tersebut bukan dari Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam melainkan hadits yang dibuat-buat oleh seseorang yang menisbahkannya kepada Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Baca juga: Kritik Sanad Hadis

2. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits

Sedikit menilik sejarah dari perkembangan ilmu hadits ini tidak jauh dari masa Rosulullah saw. sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit.

Ilmu hadits ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadits yang disertai dengan tingginya perhatian para sahabat pada masa itu. Dengan cara yang sangat sederhana, ilmu hadits berkembang sedemikian rupa seiring dengan perkembangan masalah yang dihadapi.

Meskipun pasa masa Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak dinyatakan adanya ilmu hadits, tetapi para peneliti hadits memperhatikan adanya dasar-dasar dalam al-Qur’an dan hadits Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Setelah wafatnya Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, karena kosentrasi para sahabat kepada al-Qur’an yang baru saja dikodifikasi pada masa Abu Bakar radhiallahu anhu masih dalam tahap awal.

Khalifah Abu Bakar radhiallahu anhu tidak mau menerima suatu hadits yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang tersebut mampu mendatangkan bukti (saksi) untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya.

Kemudian kodifikasi ini berlanjut pada masa khalifah Utsman bin Affan yang mana pada masa ini dikenal dengan masa Taqlil ar-Riwayah (pembatasan periwayatan). Para sahabat juga tidak akan meriwayatkan hadits kecuali disertai dengan bukti dan bersumpah bahwa hadits yang diriwayatkan tersebut harus benar-benar dari Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Sumber rujukan utama ilmu riwayat hadits adalah para sahabat, karena hadits pada masa Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan suatu ilmu yang didengar dan didapatkan langsung dari beliau (setelah beliau wafat). Hadits kemudian disampaikan kepada generasi selanjutnya dengan penuh semangat dan perhatian yang tinggi serta memiliki daya menghafal yang kuat.

Akan tetapi, setelah terjadinya konflik fisik (fitnah) antar elite politik, yaitu antara pendukung Ali dan Mu’awiyyah yang mana umat Islam terpecah menjadi beberapa golongan, yaitu golongan syi’ah, khawarij dan jumhur muslimin. Kemudian, terjadilah pemalsuan hadits dari masing-masing golongan dalam rangka untuk mencari dukungan politik dari masa yang lebih luas.

Pada periode tabi’in, penelitian hadits dan kritik matan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya masalah-masalah matan yang dihadapi oleh para tabi’in.

Perkembangan ilmu hadits semakin pesat ketika ahli hadits membicarakan tentang daya ingat para perawi hadits yang kuar atau tidak (dhabit), bagaimana metode penerimaan dan penyampaian hadits, hadits bersifat nasikh dan mansukh, kalimat yang sulit dipahami dan lain-lain. Tetapi, aktivitas seperti itu (dalam perkembangan) baru berjalan secara lisan dari mulut ke mulut dan tidak tertulis.

Ketika pada pertengahan abad ke-2 H sampai abad ke-3 H, ilmu hadits sudah mulai ditulis dan dikodifikasi dalam bentuk yang sederhana, belum terpisah dari ilmu yang lain, belum berdiri sendiri masih bercampur dengan ilmu-ilmu lain atau berbagai buku atau berdiri secara terpisah.

Pada zaman sekarang teknologi (media sosial) sudah sangat maju dan sangat canggih, zaman dahulu untuk mencari satu hadits saja, para ulama’ hadits membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan harus menempuh perjalanan yang sangat jauh. Oleh karena itu, waktu berjalan begitu cepat orang-orang zaman sekarang kebanyakan malas untuk mengecek apakah hadits tersebut shahih atau tidak.

Baca juga: Periwayatan Hadis Bil Makna

3. Faedah Ilmu Hadits  

Adapun faedah yang dapat diambil dari mempelajari ilmu hadits yaitu, dapat memahami istilah-istilah yang disepakati ulama’ dalam penelitian hadits, seperti adanya takhrij hadits, jarhu wa ta’dil, ilmu rijalul hadits, kritik hadits dan sebagainya.

Selain itu, dapat mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh oleh para ulama’ dalam menerima dan menyampaikan hadits yang mana juga dapat diambil hikmahnya dalam tiap peristiwa tersebut. Tujuan lainnya yaitu dapat mengenal tokoh-tokoh hadits serta dapat membedakan mana perawi yang dhabit atau tidak.

Mengapa mempelajari ilmu hadits itu penting? Karena di zaman sekarang ini informasi atau berita terkini bisa dengan cepat beredar. Maka sebagai umat Islam yang cerdas harus belajar memahami suatu hadits agar terhindar dari berita atau hadits yang palsu.

Ilmu hadits juga dapat membuat kita tidak seenaknya menyebarkan hadits yang bahkan belum tahu sama sekali apakah hadits itu shahih atau dha’if, misalnya dengan meng-share atau merepost hadits-hadits di media sosial.

Selain itu, umat muslim juga dapat meneliti suatu hadits dengan cara mengecek hadits dari sanadnya. Hal ini bertujuan mengetahui satu persatu rawi yang ada dalam hadits tersebut, apakah perawi itu dhabit atau tidak, kemudian sanadnya bersambung atau tidak.

Tindakan tersebut bisa disebut dengan takhrij hadits. Dengan demikian yang hanya bisa dijelaskan oleh penulis yang meliputi definisi ilmu hadits, sejarah dan faedah ilmu hadits ini untuk dipelajari secara mendalam oleh semua umat manusia terutama bagi umat Islam yang ingin serius mempelajari ilmu agama sebab zaman sekarang banyak sekali golongan-golongan yang ingin merubah tatanan ajaran agama Islam secara sepihak.

Baca juga: Ilmu Jarh wa Ta’dil dalam Menentukan Kualitas Suatu Hadis

Penutup

Kesimpulan

Pada dasarnya, penulisan ilmu hadits baru dimulai sejak abad ke-2 H. Sejarah perkembangan dari masa Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam telah ada dasar-dasar ilmu hadits serta pada masa Rosul masih hidup penulisan hadits dilarang keras oleh beliau, karena khawatir akan bercampur dengan al-Qur’an dengan hadits.

Masa sahabat juga sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits karena kosentrasi sahabat ditujukan kepada al-Qur’an yang baru saja dikodifikasi pada masa Abu Bakar.

Dengan demikian sejarah para sahabat dalam memperjuangkan eksistensi hadits, sebagai seorang muslim yang cerdas tentunya harus pandai-pandai memilih dan memilah hadits dengan baik dalam artian dapat membedakan mana hadits yang shahih dan yang dha’if. Semua ini dilakukan demi menjaga keotentikan al-Qur’an dan hadits.

Referensi

Dr. H. Muhammad Yahya, M. Ag. ULUMUL HADITS “Sebuah Pengantar dan Aplikasinya”. Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar: 2016.

Nilasari, “Pengantar Studi Hadits Tematik”. Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin, Banten.  

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI