Pendahuluan
Al-Qur’an memberikan perhatian besar terhadap pentingnya menjaga lingkungan hidup (Noor, 2018). Meski diturunkan lebih dari 14 abad lalu, Al-Qur’an memuat berbagai ayat yang mengandung isyarat, perintah, dan larangan tentang interaksi manusia dengan alam sekitarnya (Kurniawan dan Samiaji, 2017).
Kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi global telah mengikis kesadaran manusia akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, menyebabkan eksploitasi berlebihan, pencemaran, dan deforestasi (Meyresta, et al., 2022).
Konsep Lingkungan Hidup dalam Al-Qur’an
Bumi sebagai Amanah dari Allah
Bumi dan seluruh isinya merupakan amanah dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban, sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab: 72, Allah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, namun mereka enggan memikulnya karena merasa berat.
Akhirnya, manusialah yang bersedia menerima amanah ini, meskipun ia tergolong makhluk yang sering kali berbuat zalim dan bodoh. Sebagai amanah, bumi bukan milik mutlak manusia untuk dieksploitasi sekehendak hati. Manusia hanya pemegang amanah yang wajib menjaga, merawat, dan memanfaatkan bumi sesuai ketentuan Allah.
Allah menciptakan segala sesuatu di bumi untuk kepentingan manusia (QS. Al-Baqarah: 30), namun bukan untuk dieksploitasi tanpa batas (Wijaya et. al., 2022).
Manusia sebagai Khalifah di Bumi
Al-Qur’an menetapkan manusia sebagai khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Khalifah bukan sekadar pemimpin dengan kekuasaan mutlak, melainkan wakil yang mengemban amanah menjalankan kehendak Allah dalam pengelolaan bumi (Rasyad, 2022).
Sebagai khalifah, manusia memiliki tanggung jawab ganda: vertikal kepada Allah dan horizontal kepada sesama makhluk dan lingkungan. Pemanfaatan sumber daya alam harus didasarkan pada prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kemaslahatan bersama.
Sayangnya, banyak manusia yang lupa akan hakikat kekhalifahan ini. Mereka cenderung melihat alam sebagai objek eksploitasi semata, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan mereka.
Akibatnya, kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana, mulai dari pencemaran air dan udara hingga kepunahan berbagai spesies tumbuhan dan hewan. Kondisi ini jelas bertentangan dengan misi kekhalifahan yang bertujuan untuk memakmurkan bumi, bukan merusaknya (Sanusi, 2019).
Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi
Al-Qur’an tegas melarang manusia berbuat kerusakan di bumi (QS. Al-A’raf: 56) yang berbunyi: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan”.
Ayat ini mengandung pesan yang sangat mendasar tentang bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan lingkungan hidup. Allah telah menciptakan bumi ini dalam keadaan yang baik, seimbang, dan harmonis.
Oleh karena itu, manusia sebagai khalifah tidak boleh mengubah keseimbangan tersebut dengan tindakan-tindakan yang merusak (Hidayah, 2024).
Kerusakan (fasad) mencakup segala tindakan yang mengganggu keseimbangan ekosistem, termasuk pencemaran, penebangan hutan, perburuan yang menyebabkan kepunahan, dan penggunaan teknologi tidak ramah lingkungan.
QS. Ar-Rum: 41 menegaskan bahwa kerusakan di darat dan laut disebabkan perbuatan manusia, dan mereka akan merasakan akibatnya.
Larangan berbuat kerusakan selalu diikuti perintah berbuat kebaikan (islah), menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan membutuhkan tindakan positif, bukan hanya menghindari perusakan. Merusak lingkungan dipandang sebagai pembangkangan terhadap perintah Allah, dan pelakunya disebut “mufsidun” (QS. Al-Baqarah: 11-12).
Baca Juga: Mempertahankan Ekstensi Karakter Bangsa Indonesia melalui Sentuhan Ayat-Ayat Suci Al-Qur’an
Pentingnya Menjaga Keseimbangan Alam
Allah menciptakan alam semesta dalam keadaan seimbang dan teratur (QS. Al-Mulk: 3- 4). Allah berfirman: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat? Kemudian ulangi pandangan(mu) sekali lagi (dan) sekali lagi, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu tanpa menemukan cacat dan ia (pandanganmu) dalam keadaan letih.” Ayat ini dengan jelas menggambarkan kesempurnaan dan keseimbangan yang menjadi ciri khas ciptaan Allah.
Dalam ekosistem, setiap unsur memiliki peran dan fungsi masing-masing yang saling terkait dan saling mendukung. Tumbuhan, hewan, air, tanah, dan udara, semuanya merupakan komponen penting yang membentuk jaringan kehidupan yang kompleks. Jika salah satu komponen terganggu, maka keseluruhan sistem akan ikut terganggu.
Misalnya, penebangan hutan secara berlebihan tidak hanya mengurangi jumlah pohon, tetapi juga mengganggu habitat hewan, mengubah pola curah hujan, meningkatkan risiko erosi tanah, bahkan dapat menyebabkan perubahan iklim global.
Menjaga keseimbangan alam berarti menghormati hukum-hukum Allah yang berlaku di alam semesta. Hal ini mencakup pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana dan tidak berlebihan, memperhatikan daya dukung lingkungan, serta menghindari praktik-praktik yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Dalam QS. Al-A’raf ayat 31, Allah memerintahkan: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Memahami dan mengimplementasikan konsep keseimbangan alam dalam kehidupan sehari-hari merupakan bentuk ketaatan kepada Allah sekaligus wujud tanggung jawab sebagai khalifah di bumi.
Dengan menjaga keseimbangan alam, manusia tidak hanya menjamin kelestarian lingkungan bagi generasi mendatang, tetapi juga mewujudkan harmonisasi hubungan antara manusia dengan alam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT (Mubarok et. al., 2020).
Pesan-Pesan Al-Quran tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Air Sebagai Sumber Kehidupan
Air merupakan sumber kehidupan, Dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 30, Allah Swt menegaskan bahwa segala sesuatu yang hidup diciptakan dari air: “Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup…”. Air penting untuk kebutuhan biologis manusia dan berbagai aspek sosial-ekonomi seperti pertanian dan industri.
Pentingnya Menjaga Kelestarian Hutan dan Tumbuhan
Allah menekankan keseimbangan alam dan berbagai nikmat yang telah diberikan (QS. Ar-Rahman: 7-13). “Allah telah meninggikan langit dan menetapkan keseimbangan (keadilan). Janganlah melampaui batas dalam keseimbangan itu. Tegakkanlah keadilan dalam timbangan dan jangan menguranginya. Allah telah menciptakan bumi untuk makhluk-Nya. Di dalamnya terdapat berbagai buah-buahan, pohon kurma yang berkelopak mayang, biji-bijian yang berkulit, dan bunga-bunga yang harum. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman: 7-13).
Hutan dan tumbuhan berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan, menyerap karbon dioksida, menghasilkan oksigen, dan menjadi habitat bagi makhluk hidup. Eksploitasi berlebihan dapat menyebabkan bencana seperti banjir, tanah longsor, dan perubahan iklim.
Oleh karena itu, manusia memiliki kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan sebagai wujud rasa syukur atas berbagai nikmat yang telah Allah berikan.
Larangan Melakukan Pemborosan
Islam melarang pemborosan. Al-Qur’an menyebut pemboros sebagai saudara setan (QS. Al-Isra’: 27). Allah menjelaskan dalam firman-Nya “Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Tafsir Tahlili, yang dimaksud pemboros dalam ayat ini adalah orang-orang yang menghambur-hamburkan harta bendanya untuk perbuatan maksiat yang tentunya tidak sesuai dengan perintah Allah SWT.
Orang-orang tersebutlah yang dimaksud dengan saudara atau kawan dari setan. Pemboros adalah mereka yang menghambur-hamburkan harta untuk perbuatan yang tidak sesuai perintah Allah.
Hewan sebagai Bagian dari Ekosistem
Islam mengajarkan untuk hidup berdampingan dengan satwa dan mengasihinya. Setiap makhluk hidup diciptakan dengan tujuan (QS. Al-An’am: 38).
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
Allah memberi rezeki, menjaga, dan mengatur urusan semua makhluk, termasuk satwa liar. Semua yang telah diciptakan Allah SWT sudah tertulis dan ditetapkan di Lauhul Mahfudz.
Sementara, Allah SWT juga menugaskan manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan dan menjaga keseimbangan ekosistem, di mana satwa liar menjadi bagian di dalamnya.
Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan
Manusia dilarang membuat kerusakan di bumi (QS. Al-A’raf: 56).
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak diterima) dan penuh harap (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS al A’raf : 56).
Tafsir Ibnu Katsir menegaskan larangan melakukan perusakan di bumi secara fisik maupun moral. Sebaliknya, manusia diperintahkan menjaga dan memelihara bumi.
Menjaga Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan
Lingkungan yang sehat dapat mencegah berbagai penyakit, kesehatan sangat erat kaitannya dengan kebersihan. Salah satu manfaat utama menjaga lingkungan adalah melindungi tubuh dari berbagai penyakit, kebersihan lingkungan dapat mencegah penyakit seperti demam berdarah, hepatitis A, tetanus, kolera, dan demam tifoid.
Tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, lingkungan yang bersih juga berperan penting dalam menjaga kesehatan mental, lingkungan bersih dengan udara bersih, air jernih, ruang hijau, dan sanitasi baik meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan mental.
Baca Juga: Fiqih Lingkungan dalam Al-Qur’an
Menjaga Lingkungan dalam Perspektif Al-Qur’an
Lingkungan yang sehat merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia, memberikan perlindungan dari penyakit, meningkatkan kesehatan mental, dan menciptakan kenyamanan tempat tinggal. Pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara berkelanjutan melalui kolaborasi pemerintah dan masyarakat.
Tindakan individu seperti mengurangi penggunaan plastik, menghemat energi, dan memilih transportasi ramah lingkungan juga sangat penting.
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, eksploitasi sumber daya alam, dan industrialisasi dapat dicegah dengan mengelola limbah, menempatkan industri jauh dari pemukiman, mengawasi penggunaan bahan kimia, melakukan penghijauan, dan menegakkan hukum lingkungan.
Al-Qur’an dan hadis berfungsi sebagai pedoman dalam membentuk karakter yang menjunjung nilai kejujuran, tanggung jawab, dan toleransi. Pengintegrasian nilai-nilai ini ke dalam kurikulum formal dan informal memerlukan kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Keluarga sebagai institusi pertama pendidikan anak berperan dalam memberikan contoh akhlak mulia, menyediakan kesempatan praktik, dan mengawasi pergaulan anak.
Dalam perspektif Islam, manusia berperan sebagai khalifah (pengelola) bumi dengan tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan sebagai bentuk ibadah. Al-Qur’an secara tegas melarang tindakan merusak bumi.
Pemerintah memiliki peran sentral dalam menyusun kebijakan lingkungan, mengelola sumber daya alam melalui reboisasi dan pengelolaan air, meningkatkan kesadaran masyarakat, merencanakan tata ruang berkelanjutan, dan mendorong penggunaan energi terbarukan.
Dengan kesadaran dan tindakan nyata dari semua pihak, lingkungan yang lestari dapat terwujud bagi generasi mendatang, mencerminkan ketaatan manusia terhadap perintah Tuhan.
Kesimpulan
Al-Quran, sebagai pedoman hidup umat Islam, memuat pesan-pesan mendalam tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Pesan-pesan tersebut mengingatkan manusia akan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi untuk merawat dan melestarikan alam semesta. Hal ini menekankan bahwa kerusakan lingkungan tidak hanya berdampak pada kehidupan manusia, tetapi juga pada keseimbangan seluruh ekosistem.
Oleh karena itu, kesadaran dan tindakan nyata dari setiap individu sangat diperlukan untuk menjaga lingkungan. Kesadaran ini harus diwujudkan dalam tindakan sehari-hari, seperti mengurangi penggunaan plastik, menghemat energi, dan mendukung praktik-praktik ramah lingkungan. Tindakan nyata ini juga harus didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah dan kerjasama dari berbagai pihak.
Dengan kesadaran dan tindakan nyata yang berkelanjutan, diharapkan tercipta lingkungan yang lestari dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Lingkungan yang sehat dan seimbang akan memberikan manfaat bagi seluruh makhluk hidup dan mencerminkan ketaatan manusia terhadap perintah Tuhan.
Penulis:
1. Sukma Mulia
2. Andhara
3. Rifky Sandi Haikal
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi
- Noor, F. (2018). Pengelolaan sumber daya alam berdasar prinsip fiqh al-bi’ah. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 3(1), 47-55. https://doi.org/10.17977/um019v3i12018p047
- Kurniawan, H. and Samiaji, M. H. (2017). Prinsip pemanfaatan sumber daya alam berbasis biosentris dalam perspektif islam. NUANSA: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial Dan Keagamaan Islam, 14(1), 91. https://doi.org/10.19105/nuansa.v14i1.1314
- Meyresta, L., Fasa, M. I., & Suharto, S. (2022). Etika pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dalam perspektif islam. Jurnal Dinamika Ekonomi Syariah, 9(2), 85-96. https://doi.org/10.53429/jdes.v9i2.389
- Wijaya, L. M., Fasa, M. I., & -, P. S. (2022). Etika pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dalam perspektif islam. Journal of Islamic Economics and Philanthropy, 5(2), 125. https://doi.org/10.21111/jiep.v5i2.6804
- Rasyad, R. (2022). Konsep khalifah dalam al-qur’an (kajian ayat 30 surat al-baqarah dan ayat 26 surat shaad). Jurnal Ilmiah Al-Mu Ashirah, 19(1), 20. https://doi.org/10.22373/jim.v19i1.12308
- Mubarok and Haryanto (2020) “BAGAIMANA PERAN AGAMA TERKAIT PERILAKU PRO LINGKUNGAN?” Inquiry Jurnal Ilmiah Psikologi doi:10.51353/inquiry.v11i2.472
Ikuti berita terbaru di Google News