Saring Berita Ala Pakar Hadis

Saring Berita

Seperti yang telah diketahui, manusia kini hidup di zaman dimana arus globalisasi berkembang sangat pesat. Semua hal yang ingin diketahui dapat diakses melalui internet. Tidak perlu menunggu lama, semua informasi akan didapatkan dengan mudah.

Namun tak bisa dipungkiri pula bahwa kemudahan dari arus globalisasi ini akan menimbulkan tindak kejahatan. Ini biasanya terjadi di media sosial yang merupakan alternatif termudah untuk melancarkan aksi para oknum.

Mereka biasanya menyebarkan berita miring atau bahkan mengancam keselamatan masyarakat. Ini yang dikenal dengan hoax.

Bacaan Lainnya

Dengan berkembangnya arus globalisasi ini, pembuat hoax akan memanfaatkan media sosial untuk melancarkan aksinya. Seperti melalui social media atau instant messaging. Tentunya akan lebih mudah, karena mereka terfasilitasi oleh berbagai media sosial yang memadai.

Hoax akan berdampak negatif bagi masyarakat. Seperti yang dikutip oleh majalah KHARISMA berdasarkan hasil wawancara bersama seorang pengamat media sosial Indonesia, Lukman Nuthfie. Dalam wawancaranya, beliau mengatakan bahwa hoax akan menyebabkan pertengkaran di media online, kemudian menyebar ke offline.

Karena literasi masyarakat rendah dalam menyerap suatu berita, maka mereka mudah mempercayai apa yang mereka lihat dan dengar.

Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat, terutama kaum remaja yang merupakan digital natives, harus selektif terhadap berita-berita yang mereka terima. Dan juga tidak mudah menjadi distributor dalam penyebaran berita-berita yang belum jelas kebenarannya. Apalagi jika ia adalah seorang santri, tentunya banyak belajar mengenai ilmu-ilmu agama secara intensif di pondok pesantren.

Sudah seharusnya bagi para santri untuk menerapkan semua ilmu yang mungkin masyarakat tidak mengetahuinya. Salah satu analogi dari permasalahan ini yaitu Ilmu Hadis, terkait syarat-syarat diterimanya hadis untuk dijadikan hujjah. Karena kejadian ini pernah terjadi di masa lampau.

Ketika verifikasi hadis berlangsung, terdapat hadis-hadis yang dianggap palsu karena tidak sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh ulama hadis.

Menurut kesepakatan ulama hadis, sebagaimana yang tertulis dalam buku Ulumul Hadis karangan Dr. Nuruddin ‘Itr, syarat-syarat diterimanya hadis sebagai hujjah ada lima, yaitu bersambungnya sanad, kedhabitan rawi, keadilan rawi, tidak ada illat, dan tidak ada kerancuan.

Dengan demikian, suatu sanad yang tidak memenuhi kelima syarat tersebut adalah hadis yang kualitas sanadnya tidak shahih.

Nah, syarat-syarat tersebut bisa digunakan sebagai acuan dalam melakukan verifikasi berita. Apakah berita tersebut bias dinyatakan sebagai berita fakta atau hanya berita miring/hoax semata. Mari implementasikan ilmu ini untuk tehindar dari berita miring.

Baca juga: Mengenal Sejarah Ilmu Hadist

1. Bersambungnya Sanad

Pertama, bersambungnya sanad. Yang dimaksud adalah bahwa setiap rawi benar-benar menerima hadis dari yang di atasnya, dan begitu seterusnya sampai kepada pembicara pertama (Rasulullah SAW).

Jadi seluruh rangkaian periwayat dalam sanad mulai dari periwayat yang disandari oleh Mukhorrij (penghimpun hadis dalam karya tulisnya) sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis yang bersangkutan dari Nabi, bersambung dalam periwayatan.

Untuk membuktikan apakah antara sanad-sanad bersambung atau tidak, diantaranya dilihat bagaimana keadaan umur dari masing-masing perawi. Apakah antara perawi yang menyampaikan dan yang mendengarkan memungkinkan bertemu atau tidak. Selain itu juga diperhatikan bagaimana pula cara mereka menerima dan menyampaikan hadisnya.

Maka dalam hal ini, hendaknya pembaca melihat terlebih dahulu apakah berita tersebut juga disampaikan oleh media lain. Jika beberapa media juga menyampaikan berita yang sama, maka berita itu nyata adanya. Namun jika hanya di satu media, bisa jadi itu salah. Karena jika berita itu nyata, maka media-media lain tentunya juga akan menyampaikannya.

2. Kedhabitan dan Keadilan Rawi

Kedua, kedhabitan dan keadilan rawi. Sebagian ulama menyatakan dhabit ialah orang yang mendengar riwayat sebagiaman mestinya, dia memahaminya dengan pemahaman yang mendetail kemudian dia hafal secara sempurna. Dan juga dia memiliki kemampuan yang demikian itu, sedikitnya mulai saat dia mendengar riwayat tersebut sampai dia menyampaikannya kepada orang lain.

Sedangkan adil adalah sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliranya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan peritah dan eninggalkan arangan, baik aqidahnya, terpelihara dari dosa besar dan kecil, dan terpelihara akhlaknya dari hal-hal yang merusak muru’ah, disamping ia harus muslim, baligh, berakal sehat dan tidak fasik.

Dalam kasus ini, mengaca pada sumber media tersebut. Jika media di bawah dewan pers, maka boleh dikatakan benar. Jadi, jika selain media di bawah dewan pers, maka harus berhati-hati, terutama berita yang tidak sesuai dengan konsep-konsep jurnalistik.

Baca juga: Pentingnya Asbabul Wurud dalam Ilmu Hadis

3. Tidak ada Illat dan Syadz

Ketiga, tidak ada illat dan syadz. Yang dimaksud illat adalah sebab yang tersembunyi yang meruusak kualitas hadis dan keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi tidak shahih.

Jadi hadis yang tidak ada illat adalah hadis-hadis yang didalamnya tidak terdapat kecacatan atau keraguan dalam matan maupun sanad. Sedangkan syadz ialah hadis yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau lebih tsiqoh.

Jadi hadis yang tidak syadz adalah hadis yang matannya tidak bertentangan dengan matan hadis lain yang lebih kuat atau lebih tsiqoh.

Dalam kasus ini, setelah melihat sumbernya, lalu lihat konten berita. Apakah berita tersebut mengandung manfaat atau hanya menjelek-jelekkan pribadi dan golongan. Jika seperti itu, kemungkinan besar hoax. Karena hoax biasanya dibuat untuk  kepentingan pribadi untuk menjatuhkan lawannya.

Ilmu ini mungkin tidak lagi dipelajari oleh masyarakat. Karena mereka kini hanya menerapkan hadis-hadis Rasulullah SAW, tanpa mengetahui bagaimana para ulama hadis memilah suatu hadis yang diriwayatkan oleh banyak rawi.

Masyarakat berpikir, di era ini tidak mungkin ada lagi hadis, apalagi hadis palsu. Namun siapa sangka, ilmu ini sangat bermanfaat bagi kehidupan sosial. Masyarakat mempunyai landasan dalam melakukan verifikasi terhadap suatu berita.

Karena sama seperti hadis Rasulullah SAW, semua berita harus bisa dinyatakan benar atau salah. Para pembaca berita harus mengetahui antara berita yang nyata dan berita yang dibuat atas kebohongan belaka.

Baca juga: Kritik Sanad Hadis

Cara-cara di atas merupakan salah satu bentuk verifikasi terhadap suatu berita. Jadi yang terpenting, masyarakat harus melihat diri mereka sendiri terlebih dahulu.

Mereka harus bisa berpikir jernih dan tidak boleh terpengaruh hal apa saja. Jika masyarakat tidak bisa menjaga itu, maka mereka akan mudah mempercayai berita dan bisa juga menyebarkannya.

Namun sebaliknya, jika masyarakat bisa berpikir jernih dan mempunyai pengetahuan luas, tentunya mereka akan menyaring dahulu berita yang mereka terima. Dan dengan cara tersebut, masyarakat khususnya kaum santri bisa terus memanfaatkan ilmu-ilmu agama yang mulai terlupakan.

Banyak orang yang tidak mengetahui ilmu-ilmu agama secara spesifik. Akhirnya, dengan begini masyarakat tidak hanya bisa membedakan antara berita nyata dan berita miring. Namun mereka juga bisa mengetahui, bagaimana ulama hadis memilah antara hadis yang bisa diterima dan tidak.

Secara tidak langsung pula, masyarakat pun bisa menyalurkan pengetahuan kepada orang lain tentang bagaimana cara ulama hadis menetapkan hadis yang termasuk kriteria hujjah. Ini merupakan poin tambahan. Apalagi bagi umat islam, tentunya harus selalu berpondasi pada ilmu-ilmu agama islam.

Penulis: Salsabila Anil Jannah
Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Asal Kampus: Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI