Dampak WFH (Work From Home) pada Manajemen Komunikasi Keluarga saat Pandemi COVID-19

Dampak WFH Manajemen Komunikasi

Pandemik Coronavirus Disease atau COVID-19 telah mendistorsi kehidupan tatanan sosial umat manusia. Arif Satria (2020) mengistilahkan, wabah COVID-19 menginstall ulang tata seluruh kehidupan manusia.

Hanya dalam kurang tiga bulan, virus ini sudah menyebar hampir di seluruh negara di dunia dan menginfeksi 7.055.619 orang, 403.755 meninggal dan 3.446.882 dinyatakan sembuh. Sedangkan di Indonesia berdasarkan data worldmeters info per tanggal 07 Juni 2020, jumlah orang yang terinfeksi mencapai 31.186 orang dengan jumlah meninggal dan sembuh berturut-turut sebanyak 1.851 dan 10.498.

Walaupun demikian, konsep ini biasanya diberlakukan dalam kondisi normal dan bukan karena adanya pandemik seperti sekarang ini. Apalagi kemudian ditengarai kondisi saat ini akan berlangsung setidaknya sampai ditemukan vaksin yang diperkirakan paling cepat akhir tahun 2021.

Bacaan Lainnya
DONASI

Sampai saat itu dan bahkan ditengarai dapat menjadi bagian dari tatanan baru dari kehidupan keseharian kita sehingga penerapan telecommuting menjadi suatu keniscayaan. Semakin sering anggota keluarga bertemu, semakin sering gesekan terjadi.

Wabah COVID-19 juga sangat menguji ketahanan keluarga. Pandemik COVID-19 mengajarkan kita memahami bagaimana seharusnya manajemen komunikasi keluarga. Tiap entitas keluarga harus mengerti peran dan tanggung jawabnya.

Pola Komunikasi Keluarga

Rahmawati dan Gazali (2018) menyebutkan pola komunikasi keluarga ialah suatu bentuk interaksi komunikasi dalam keluarga yang melibatkan ayah dan ibu sebagai komunikator dan anak sebagai komunikan. Pola komunikasi ini pun dikenal dengan pola komunikasi serba membiarkan, sebab orang tua bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. 

Baca Juga: Manajemen Komunikasi pada Keluarga dengan Status Sosial Rendah

Pola komunikasi otoriter, di mana orang tua justru melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Dalam pola komunikasi ini, sikap penerimaan orang tua terhadap anak sangat rendah, namun kontrolnya tinggi, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku dan keras, serta cenderung emosional sehingga sering memberikan hukuman pada anak. Pola komunikasi ini pun biasanya akan membuat anak merasa mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mengalami stres serta tidak bersahabat dengan orang lain. 

Pola komunikasi demokratis, pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Pada pola ini, baik orang tua maupun anak maupun orang tua membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama, dan orang tua juga mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Menggunakan perspektif transportasi, bekerja dari rumah mengurangi sepenuhnya perjalanan, sementara bekerja dari kantor cabang hanya mengurangi jarak perjalanan. 

Skema Bekerja

Menurut Heathfield (2019) terdapat beragam skema bekerja diantaranya bekerja leluasa dan bekerja jarak jauh,  bekerja penuh, serta bekerja sementara. Beberapa perusahaan memungkinkan bekerja jarak jauh secara rutin tetapi sebagian hanya memungkinkan pada saat tertentu saja sesuai kebutuhan. Keleluasaan waktu kerja atau waktu kerja leluasa adalah sistem pengaturan kerja yang memberi lebih banyak kebebasan kepada karyawan dalam mengatur jam kerja mereka.

Baca Juga: Peningkatan Komunikasi Keluarga dengan Anak Usia Remaja pada Masa Pandemi Covid-19

Konflik Kerja-Keluarga

Ada dua sisi dari konflik kerja-keluarga, yaitu konflik kerja mengganggu keluarga dan konflik keluarga mengganggu kerja. Munculnya kebijakan WFH di masa pandemi yang mengharuskan suami dan istri untuk bekerja di rumah dapat memudahkan konflik kerja mengganggu keluarga, begitu pula sebaliknya. Interaksi keluarga meliputi interaksi suami-istri, interaksi ibu dan anak, serta interaksi ayah dan anak.

Secara umum, interaksi keluarga pada penelitian Dyoga (2021) berada pada kategori sedang. Interaksi keluarga yang terdiri atas interaksi suami-istri dan interaksi ibu-anak. Stres yang muncul dapat menyebabkan seseorang merasa terganggu, lelah, mudah marah, dan kewalahan sehingga suami atau istri cenderung bersikap lebih dingin, menyalahkan pasangan, dan tidak saling mendukung satu sama lain. 

Sikap tersebut dapat menurunkan kepuasan pasangan terhadap hubungannya dan intensitas interaksi antara suami-istri. Selama masa pandemi ini komunikasi dan interaksi yang baik menjadi peran penting dalam kehidupan keluarga sehingga proses interaksi antara orang tua dan anak menjadi lebih efektif. Masa pandemi juga menjadi ajang para orang tua dan anak untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama.

Keluarga adalah institusi pertama sebagai tempat berlangsungnya pendidikan yang mempunyai peranan pokok serta tanggung jawab yang besar, khususnya pada masa pandemi Covid-19 terutama dalam mengondisikan anaknya, kerabat, ataupun keluarganya menaati peraturan pemerintah terkait protokol kesehatan.

Baca Juga: Komunikasi Berperan Penting pada Keharmonisan Keluarga, Mengapa?

Oleh sebab itu, peranan komunikasi dalam keluarga harus lebih ditingkatkan karena komunikasi yang kurang intensif sangat rentan menjadi penyebab disfungsi komunikasi, dan kemudian menjadi awal terjadinya konflik. Senantiasa menjaga komunikasi antar pribadi, saling bertanggungjawab dalam menjaga kebersihan diri dan keluarga dengan pola hidup yang sehat, serta terbuka dalam mengkomunikasikan segala permasalahan yang ada dalam keluarga. Sehingga sangat perlu dan penting memberikan perhatian yang cukup kepada anak, karena sebagian besar anak yang bermasalah mayoritas berasal dari keluarga yang kurang mengawasi atau memperhatikan anaknya.

Awfil haq
Anna Ardillah Sanmas
Indah Mutiara

Mahasiswa IPB University

Dosen Pengampu: Ir.MD. Djamaluddin, M.Sc, Dr.Irni Rahmayani Johan, SP, MM
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI