Petani Tulang Punggung Sistem Feodalisme

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Feodalisme di Indonesia biasa diartikan sebagai pembagian kekuasaan untuk menguasai wilayah. Melalui feodalisme penguasa akan semakin berkuasa atas wilayah dan rakyat biasa hanya akan tetap pada tempatnya.

Melalui sistem feodalisme, petani berperan penting dalam berjalannya kehidupan dan menjadi tulang punggung bagi suatu pemerintahan.

Feodalisme secara umum dapat diartikan sebagai sebuah sistem sosial politik yang dijalankan oleh orang-orang keturunan bangsawan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan. Ciri dari Feodalisme sendiri adalah tidak memberikan ruang bagi orang lain.

Bacaan Lainnya
DONASI

Feodalisme sendiri adalah istilah yang berkembang di Eropa pada abad pertengahan, namun seiring dengan perkembangan zaman istilah feodalisme sudah jarang diterapkan, karena feodalisme dianggap hanya efektif jika diterapkan dalam jangka pendek.  Feodalisme pernah diterapkan di Indonesia, yakni pada masa kerajaan-kerajaan kuno seperti mataram kuno dan juga pada era kolonial.

Era Mataram

Pada saat kerajaan Mataram berdiri, kerajaan ini menggunakan ideologi manawa, yang mana arti dari bunyi kitab manawa adalah “semua tanah dan tenaga kerja yang ada diatas tanah adalah milik kerajaan bukan milik pribadi” atau dengan kata lain Raja adalah pemilik segalanya.

Sistem sosial yang dibangun juga menggunakan sistem Feodalisme, dengan tingkatan sebagai berikut:

  1. Bangsawan
  2. Patuh

Tingkatan bangsawan diisi oleh raja dan tingkatan Patuh diisi oleh pemegang hak lunggu.

Untuk pemegang hak lunggu (patuh) terbagi menjadi 2, yakni:

  1. Nayaka

Nayaka merupakan perangkat administrasi raja, misalnya sekretaris raja.

  1. Sentana

Sentana merupakan kerabat raja, baik keluarga, selir, dan masih banyak lagi.

Lunggu sendiri merupakan gaji bagi para Patuh, lunggu ini bukan berupa nominal uang melainkan hak atas kekuasaan rakyat hingga tanah. Tanah lunggu tidak ditentukan berdasarkan seberapa luas tanah melainkan dengan berapa jumlah penduduknya (cacah).

Misalnya seorang Patuh menerima tanah seluas 200 cacah, ini berarti Patuh tersebut menerima tanah yang cukup luas sehingga dapat digarap oleh 200 keluarga petani.

Dalam mengelola luasan lunggu, Patuh tidak secara langsung turun dan mengawasi, namun Patuh menggunakan pejabat tingkat desa yang disebut bekel.

Era Kolonial

Belanda hadir yang kemudian memanfaatkan sistem feodalisme yang ada pada pribumi dengan berkolaborasi dengan elit pribumi (Rodi).

Beberapa contoh dari kolaborasi antara feodalisme pribumi dengan Belanda adalah sebagai berikut:

  1. Pembangunan Jalan Anyer-Panarukan.
  2. Tanam Paksa.

Sayangnya dalam kolaborasi tersebut terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah pribumi, misalnya saja pada sistem Tanam Paksa. Sistem tanam paksa adalah sistem dari Belanda yang mewajibkan pribumi untuk melakukan penanaman tanaman ekspor. Berikut aturan-aturan yang diberikan oleh Belanda dan penyimpangan yang terjadi.

Belanda memberikan aturan-aturan sebagai berikut:

  1. Tanam Paksa wajib dilakukan pada satu perlima dari luas lunggu setiap garapan sikep;
  2. Tanaman yang wajib ditanam adalah nila dan kopi;
  3. Waktu penggarapan maksimum 75 hari;
  4. Lahan tanaman wajib bebas pajak;
  5. Gagal panen tanpa kesalahan sikep, bukan tanggung jawab sikep melainkan tanggung jawab pemerintah.

Penyimpangan:

  1. Lahan tanaman yang seharusnya satu perlima dari luas lunggu diubah menjadi 80% lahan tanah dari luas lunggu setiap garapan sikep;
  2. Wajib menanam semua tanaman;
  3. Waktu penggarapan lebih dari 75 hari;
  4. Lahan tanaman terkena pajak;
  5. Gagal panen merupakan kesalahan sikep dan menjadi tanggung jawab sikep.

Itu tadi informasi seputar feodalisme dan peran petani sebagi tulang punggung feodalisme. Semoga informasi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dimanapun berada.

Penulis: Felianti Kusumaningtyas
Mahasiswi Semester 1 Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Naskah ini diketik untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik.

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI