Revitalisasi Sikkato dalam Rangka Penganekaragaman Pangan Pokok

Revitalisasi Sikkato Pangan Pokok

Indonesia mengalami penyusutan luas panen tanaman padi sejak satu dekade terakhir. Badan Pusat Statistik mencatat luas panen tanaman padi Indonesia di tahun 2021 sekitar 10,5 juta hektar. Luas lahan ini menurun dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 10.6 juta hektar. Sedangkan luas baku sawah Indonesia yang diverifikasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya mencapai 7.4 juta hektar.

Penyusutan lahan sawah memberikan sinyal kepada Pemerintah terhadap risiko kurangnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas komoditas beras. Hal ini dipicu karena tingginya ketergantungan masyarakat terhadap beras yang menjadi bahan pokok nasional.

Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor beras dengan total volume 356 ribu ton di tahun 2020. Nilai ini turun dibandingkan tahun 2019 sebesar 444.5 ribu ton. Diperlukan strategi penganekaragaman atau diversifikasi pangan pokok dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

Bacaan Lainnya
DONASI

Akan tetapi, diversifikasi pangan pokok saat ini kurang berhasil karena pola konsumsi masyarakat yang masih belum beragam. Padahal Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar dan sangat beraneka ragam. Selain itu, besarnya gempuran promosi produk pangan impor seperti gandum menjadikan pangan pokok lokal menjadi inferior dan kurang diminati masyarakat.

Dasar Hukum Diversifikasi Pangan

Sebenarnya, dasar hukum pelaksanaan penganekaragaman pangan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 tahun 2009, tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 43 tahun 2009, tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan ini kemudian diperkuat oleh Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

UU No. 18/2012 mendefinisikan diversifikasi atau penganekaragaman pangan sebagai upaya meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan berbasis potensi sumber daya lokal yang ada untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, mengembangkan usaha pangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga: Makanan Berlemak Sulit Dipisahkan dari Kehidupan Zaman Now

Penganekaragaman konsumsi pangan dapat dilakukan dengan promosi kepada masyarakat, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang, meningkatkan keterampilan dalam pengembangan olahan pangan lokal; dan mengembangkan serta mendiseminasikan teknologi tepat guna untuk pengolahan pangan lokal.

Strategi penganekaragaman pangan pengganti beras harus sesuai dengan karakteristik daerah. Selain itu ditunjang dengan kesesuaian dan ketersediaan lahan. Hal ini disebabkan faktor sumber daya yang tersedia di suatu daerah dikombinasikan dengan budaya masyarakat setempat.

Sejak dahulu pangan lokal sudah menjadi kebudayaan dan warisan masyarakat adat di suatu daerah. Jenis pangan lokal yang berpotensi sebagai pengganti beras di Indonesia antara lain sagu, ubi kayu dan jagung.

Sikkato sebagai Alternatif Pengganti Beras

Sikkato merupakan singkatan dari sinonggi, kasuami, kambose dan kabuto. Sikkato adalah pangan lokal alternatif pengganti beras yang berasal dari beragam suku di Sulawesi Tenggara. Pangan lokal ini mengandung karbohidrat dan berperan sebagai pangan pokok masyarakat selain beras.

Sinonggi adalah makanan yang berbahan dasar sari pati sagu dan berasal dari etnis Tolaki. Pangan lokal ini serupa dengan masakan papeda (bubur sagu) di Kepulauan Maluku dan Papua. Sinonggi bertekstur menyerupai lem bening dan memiliki rasa tawar yang biasanya dihidangkan bersama ikan kuah kuning.

Kasuami merupakan pangan khas yang berasal dari daerah Buton, Muna dan Wakatobi. Pangan lokal ini berbahan baku singkong parut yang ditaburi kelapa. Kasuami disajikan berbentuk kerucut mirip dengan tumpeng. Kasuami di kota Bau-Bau memiliki tampilan bulat lonjong seperti bolu gulung yang dikenal dengan Kasuami Pepe.

Kambose adalah pangan pokok lokal bagi etnis Kepulauan Muna yang berbahan baku jagung. Kambose memiliki tampilan seperti jagung yang sudah pipil tetapi tanpa kulit ari. Makanan ini bertekstur lembut dan sangat mudah dicerna perut.

Baca Juga: 9 Makanan Ini dapat Meningkatkan Imun Tubuh di Kala Pandemi Covid-19, Loh!!

Kabuto merupakan makanan khas etnis Muna yang berasal dari tanaman ubi kayu yang difermentasi. Tampilannya yang berwarna hitam, mirip dengan makanan gatot asal Pulau Jawa. Kabuto memiliki rasa dan aroma yang sangat khas, bertekstur lunak dan lentur saat dihidangkan.

Selain sebagai alternatif pengganti makanan pokok beras, Sikkato bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung indeks glikemik yang rendah. Oleh karena itu, Sikkato dapat berguna untuk mengontrol dan menurunkan kadar gula pada penderita diabetes mellitus.

Sikkato merupakan makanan pokok yang dulunya selalu terhidang di meja makan masyarakat. Seiring kebijakan “beras-isasi” di masa lalu membuat masyarakat mulai meninggalkan makanan tradisional Sikkato. Selain itu, gempuran makanan mancanegara yang serba praktis membuat Sikkato semakin dilupakan, khususnya oleh generasi muda.

Strategi Revitalisasi Sikkato

Revitalisasi pangan lokal sumber karbohidrat pengganti beras perlu dilakukan dengan mempopulerkan kembali Sikkato yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Teknologi pengolahan pangan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing Sikkato dari segi tampilan, daya tahan, rasa dan penyajian.

Selain itu, pemanfaatan teknologi ini dapat diarahkan pula kepada pengayaan nilai gizi Sikkato (fortifikasi). Hal ini berguna untuk meningkatkan citra Sikkato sebagai pangan lokal bergengsi. Dalam skala yang lebih besar, diharapkan dapat menjadi industri pangan lokal yang berbasis sumber daya di daerah tersebut.

Diversifikasi pangan pokok dapat diarahkan pada segmen kelompok umur masyarakat sesuai pola hidup yang praktis. Konsumsi Sikkato bagi orang tua dapat ditekankan dari sisi kesehatan. Untuk remaja dilakukan pendekatan melalui konsumsi pangan lokal Sikkato mengikuti tren (contoh: pizza kabuto, sinonggi kekinian pedas level 10). Sedangkan bagi anak-anak, dilakukan pendekatan dengan tambahan nilai gizi untuk pertumbuhan (misalnya kambose dengan DHA untuk bayi).

Baca Juga: Penularan Penyakit melalui Makanan (Foodborne Disease)

Pendekatan selanjutnya adalah dengan mempertahankan kearifan lokal terhadap budaya pola pangan setempat. Untuk itu, perlu kerjasama antar Pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi dan promosi agar percaya diri bahwa pola konsumsi Sikkato layak dipertahankan baik dari sisi kesehatan maupun pelestarian budaya.

Hal terpenting adalah dukungan seluruh lapisan masyarakat agar tercipta Gerakan Diversifikasi Pangan, yaitu merevitalisasi Sikkato menjadi kaya gizi dan kekinian. Diversifikasi dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, menurunkan konsumsi beras dan menurunkan ketergantungan terhadap bahan pangan impor. Dengan demikian bukan hanya tercapai ketahanan pangan, tapi juga kemandirian pangan.

Diky Suganda
Mahasiswa Halu Oleo

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI