Mengalami dan merasakan stress adalah bagian dari cerita kehidupan kita sebagai manusia yang tentunya tidak terhindarkan. Stress bisa terjadi karena adanya perubahan dalam hidup atas pola aktivitas yang cukup signifikan, misalnya dalam kondisi pandemi saat ini.
Tak ayal, hal ini membuat banyak orang mudah merasakan stress dalam menjalani aktivitas sehari-harinya, termasuk bekerja dan belajar. Stress yang berkepanjangan dan kronis ini dapat menimbulkan dampak negatif dalam perubahan motivasi dan memunculkan terjadinya Burnout Syndrome (Greenberg dalam Devi dkk., 2013).
Burnout merupakan sebuah kondisi dimana seseorang merasa kelelahan secara ekstrem, baik kelelahan secara fisik maupun emosional sehingga burnout dapat dikatakan satu tingkat lebih tinggi di atas stress (Pandemi, 2020). Burnout memiliki tiga dimensi di dalamnya, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan dimensi penurunan pencapaian prestasi diri (Maslach, 2003 dalam Devi dkk., 2013).
Hal ini membuat burnout lebih sulit dihilangkan karena kita sedang dalam kondisi yang sudah benar-benar tidak tertahankan dalam menjalani aktivitas yang biasanya kita lakukan (Leadership, 2020). Burnout bisa terjadi ketika semakin banyaknya beban dan tanggung jawab yang harus diselesaikan ataupun akibat adanya aktivitas yang selalu dilakukan secara monoton dan berulang dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Baca Juga: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mata di Era Dominasi Penggunaan Gadget
Apa Ciri-Ciri Kita sedang Mengalami Burnout? Dan Apa Bahayanya Jika Dirasakan Terus-Menerus?
Berikut ada beberapa ciri-ciri dan bahaya jika ketika kita mengalami burnout secara berlebihan dalam Alodokter (2021), yakni sebagai berikut:
- Semangat dan minat dalam menjalani sebuah aktivitas menjadi hilang. Kita masih memungkinkan dalam menjalani aktivitas seperti sekolah maupun bekerja, tetapi karena hilangnya minat tersebut, kita merasa sudah menguras banyak energi sehingga mudah merasakan lelah.
- Benci dengan aktivitas yang biasanya dilakukan, padahal biasanya merasa semangat dalam menjalani aktivitas yang biasa dilakukan.
- Menurunnya tingkat performa produktivitas dalam melakukan aktivitas.
- Mudah marah dan sensitif apalagi dalam hal yang tidak berjalan sesuai ekspektasi.
- Menarik diri dari lingkungan sosial yang ditandai dengan mulainya sinis dan apatis dari lingkungan sekitar.
- Mudah sakit. Hal ini terjadi karena burnout dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh apabila sudah berjalan lama dan tidak diatasi dengan baik.
Melihat dari ciri dan juga bahaya yang ditimbulkan dari burnout, sudah sepatutnya kita harus mampu meningkatkan imunitas tubuh dan juga kesejahteraan mental kita secara menyeluruh. Hal ini disebabkan apabila kita tidak bisa menerapkannya dengan baik dikhawatirkan akan muncul kondisi yang disebut psikosomatis, yakni munculnya keluhan-keluhan fisik yang diakibatkan oleh adanya kondisi psikologis yang kurang baik (PLN, 2020).
Baca Juga: 10 Bahaya Begadang bagi Kesehatan dan Cara Menyiasatinya
Untuk itu, kita harus memiliki kemampuan mengolah burnout ini secara baik dengan istilah yang telah dipaparkan WHO, yaitu Coping Strategy. Nyatanya, Coping Strategy ini telah dikemukakan Folkman dan Lazarus (1991, dalam Lombu, 2016) sebagai upaya kognitif dan perilaku dalam mengelola tuntutan eksternal maupun internal tertentu yang dinilai telah membebani atau melewati batas sumber daya yang ada dalam diri individu.
Tujuan (Maryam 2017, dalam Hardiyanti & Permana, 2019) dari Coping Strategy ini sendiri adalah untuk mengurangi dan juga mengatur masalah-masalah yang timbul dari dalam diri individu maupun dari luar dirinya sehingga mampu meningkatkan kehidupan yang lebih baik.
Dua Jenis Coping Strategy yang Wajib Kamu Ketahui!
Secara garis besar, (Folkman & Lazarus, 1984, dalam Hardiyanti & Permana, 2019) membagi Coping Strategy ke dalam dua jenis, yaitu Problem Focused Coping dan Emotional Focused Coping. Lalu apa beda keduanya? Mari kita bedah lebih dalam mengenai dua jenis ini.
- Problem Focused Coping
Sesuai namanya, yaitu tindakan yang diarahkan dan difokuskan untuk memecahkan suatu permasalahan. Tindakan ini cenderung dilakukan individu saat dirinya memandang masalah yang tengah dihadapi sebagai masalah yang masih dapat dikontrol dan diselesaikan karena diyakini bahwa sumber daya yang dimiliki dapat mengubah situasi.
- Emotional Focused Coping
Berkebalikan dengan Problem Focused Coping, tindakan ini berupaya untuk memfokuskan pada emosi yang dirasakan tanpa melakukan usaha penyelesaian terhadap masalah yang terjadi. Individu yang cenderung bertindak seperti ini merasa mereka tidak mampu mengubah situasi karena tidak adanya kemampuan diri untuk mengatasi situasi dari masalah.
Dari dua penjelasan di atas, kita sudah melihat perbedaan antara satu sama lainnya. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lu et al., (2015) menunjukkan bahwa Problem Focused Coping lebih banyak digunakan dibandingkan dengan Emotional Focused Coping. Hal ini disebabkan Coping Strategy yang berfokus pada masalah cenderung dikaitkan dengan kesehatan mental yang jauh lebih baik ketika berhadapan dengan stress maupun burnout.
Baca Juga: Manfaat Olahraga Teratur untuk Kesehatan Tubuh Manusia
Sebaliknya, jika mengambil strategi Emotional Focused Coping justru akan meningkatkan stress yang nantinya akan banyak reaksi negatif, seperti penghindaran, penolakan masalah, dan menyalahkan diri sendiri (Tesfaye, 2018 dalam Hardiyanti & Permana, 2019)
Lalu, Apa Kita Tidak Boleh Melakukan Emotional Focused Coping?
Bukan tidak boleh, namun perlu ditekankan bahwa jika kita terlalu berlarut dalam emosi, hal ini akan membuat kita semakin lama semakin dalam kondisi stress bahkan burnout. Untuk itu, individu dapat memakai Problem Focused Coping dan Emotional Focused Coping secara bersamaan (Hardiyanti & Permana, 2019).
Bagaimana Cara Menggunakan Dua Coping Strategy sekaligus?
Lakukan Emotional Focused Coping hanya sebagai langkah awal atau ketika individu ingin mengelola emosinya untuk melewati masalah tanpa terlepas dari kontrol diri dan senantiasa memperoleh ketenangan jiwa (Hardiyanti & Permana, 2019). Salah satunya dengan melakukan slow activity (PLN, 2020) yang menyenangkan, seperti menonton film, online shopping, berkebun, berolahraga, dan sebagainya, lalu mulai untuk fokus kepada masalah yang dihadapi.
Kenali dan Pahami Diri Kita Sendiri Itu Penting!
Seperti judul di atas, dua sejoli menggambarkan seperti dua hal yang tidak terlepaskan, tetapi memiliki keterbalikan antar keduanya. Merasakan burnout dalam menjalani aktivitas sehari-hari adalah hal yang lumrah. Namun, hal ini jangan sampai berlarut terlalu lama apalagi dibiarkan begitu saja.
Kita tetap harus mencari cara untuk segera berdamai dengan burnout itu dengan melakukan beberapa cara termasuk dengan Coping Strategy. Untuk itu, pentingnya kita memahami dan mengenali diri sendiri dapat membantu kita dalam memilih bantuan dan obat terbaik dalam mengatasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Alodokter. (2021, September 22). Ketahui ciri-ciri burnout Dan Cara Mengatasinya [Video]. YouTube. https://youtu.be/PzltrPk0c0s
Devi, H. M., Nursalam, & Hidayati, L. (2013). BURNOUT SYNDROM MAHASISWA PROFESI NERS BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR STRESSOR, RELATIONAL MEANING DAN COPING STRATEGY. Jurnal Ners, 8(2), 175-182. https://doi.org/10.20473/jn.v8i2.3819
Hardiyanti, R., & Permana, I. (2019). Strategi Coping Terhadap Stress Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit: Literatur Review. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Edisi Khusus 2019. http://dx.doi.org/10.30651/jkm.v4i2.2599
Leadership, K. (2020, September 10). ‘BURN OUT’?? Begini ciri-cirinya Dan Cara mengatasinya | Leadership VIBES with Angesty Putri [Video]. YouTube. https://youtu.be/Jc-16MjPa2s
Lombu, I. P. (2016). Hubungan Tingkat Stres dengan Strategi Koping Mahasiswa Reguler Profesi Ners di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara [Master’s thesis]. http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/17981/121101056.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Pandemi, C. (2020, December 16). Bijak Atasi burnout | Juliana Saragih [Video]. YouTube. https://youtu.be/ldZTYcVWIZY PLN. (2020, May 1). EAC PLN Series Episode 2 “Stress Management and Coping Skill” [Video]. YouTube. https://youtu.be/IUa7eUaUyVA
Opi Handayani
Mahasiswa Universitas Brawijaya
Editor: Diana Pratiwi