Fenomena Kebahasaan: Perlukah Polisi Bahasa?

Fenomena Kebahasaan
Sumber: pixabay.com

Di era sekarang, era industri 4.0, banyak generasi millenial yang dimanjakan oleh kemudahan dan kecanggihan teknologi. Segala sesuatu yang dulu dilakukan secara manual, kini dilakukan secara digital dengan koneksi internet.

Dengan segala kemudahan tersebut, generasi milenial dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi agar mampu bersaing dengan negara-negara lain yang semakin hari penggunaan teknologi semakin cepat dan maju.

Maka dari itu, generasi millenial wajib menguasai media digital guna memperoleh informasi dalam menunjang akademik serta bertukar informasi.

Bacaan Lainnya
DONASI

Penggunaan media terutama media sosial tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat khususnya generasi milenial. Penggunaan gawai saat ini menjadi bagian hidup setiap kalangan terutama dalam menggunakan media sosial untuk mendapatkan dan bertukar informasi.

Penggunaan beragam aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan Tiktok telah menjadi suatu kebutuhan bagi setiap kalangan. Oleh sebab itu, penggunaan media sosial memiliki pengaruh yang sangat besar baik dari segi pola pikir, maupun perilaku karena tidak ada batasan dalam menggunakan media sosial tersebut.

Melakukan interaksi di media sosial tentunya tidak bisa dipisahkan dengan cara kita berbahasa, hal ini sangat berkaitan dengan adanya variasi bahasa yang digunakan generasi milenial untuk berkomunikasi di media sosial.

Variasi bahasa muncul dari berbagai bahasa yang beragam pada setiap daerah, kelas sosial, zaman yang berbeda, dan situasi bahasa yang mengalami perubahan, salah satunya ialah bahasa gaul.

Maraknya penggunaan bahasa gaul dan munculnya berbagai kata dan istilah baru menyebabkan generasi milenial sulit menerima bahasa Indonesia yang baik dan benar dan memahami kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Anak muda saat ini lebih tertarik menggunakan bahasa gaul yang membuat mereka lebih eksis di media sosial. Akibatnya, kemampuan bahasa Indonesia yang baik dan benar tergerus dengan munculnya bahasa gaul dan bahasa asing sehingga keaslian dari sebuah kosakata dalam bahasa Indonesia akan sulit diketahui oleh generasi milenial karena ketertarikan mereka dalam menggunakan bahasa tersebut. Media sosial telah menjadi

kebutuhan di kalangan masyarakat khususnya generasi milenial yang dapat memberikan pengaruh kuat dalam penggunaan bahasa Indonesia. Bahasa gaul yang digunakan secara terus menerus akan menyebabkan anak muda tidak tahu-menahu mengenai kosakata yang baku serta bahasa yang baik dan benar.

Penggunaan bahasa Indonesia telah diatur dalam undang-undang kebahasaan yaitu UU No. 24 tahun 2009 pasal 25 ayat 3 “Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar Pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa”.

Namun, hal tersebut tidak sejalan pada fenomena kebahasaan saat ini, masih banyak pengguna yang melanggar padahal sudah ada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Lalu bagaimanakah pelanggar tersebut, apakah tidak dihukum? padahal jelas-jelas melanggar undang-undang KUHP, apakah tidak ada hukumannya? Perlukah adanya polisi bahasa?

Terlebih banyak ditemukannya kosakata-kosakata baru yang entah siapa penciptanya, yang jelas menyalahi kaidah kebahasaan Indonesia sebagai bahasa nasionalisme. Pada tahun 2021 muncul kosakata baru yaitu ‘jujurly’ dan ‘honestly/sehonestnya’ yang ditemukan di jagat Twitter (sekarang berubah menjadi aplikasi X) menjadi perbincangan warganet.

Pasalnya, penggunaan kosakata tersebut semakin populer tidak hanya pada aplikasi X saja melainkan media sosial lainnya. Hingga saat ini, kosakata tersebut masih eksis digunakan oleh sejumlah anak muda di media sosial.

Fenomena kebahasaan ini menjadi perhatian saat ini, terlebih lagi pencipta kosakata tak berkaidah tersebut ialah generasi millennial, generasi yang nantinya akan mewarisi dan melestarikan semua kekayaan Indonesia termasuk bahasa Indonesia.

Dikutip dari narabahasa.id, pembentukan kata ‘jujurly’ dan ‘sehonestnya’ merupakan penggabungan dua bahasa dalam satu kata. Bentuk dasar dari kata ‘jujurly’ yaitu ‘jujur’ yang bersufiks -ly, sedangkan ‘sehonestnya’ merupakan gabungan antara konfiks se-an dengan kata dasar yang berasal dari bahasa Inggris ‘honest’.

Terlepas dari itu, memang semua orang dituntut untuk sekreatif mungkin agar menarik perhatian semua orang termasuk warganet media sosial.

Namun, perlu diingat bahwa mengunggah konten atau hanya sekadar berkomentar di media sosial dengan menggunakan bahasa gaul supaya terlihat menarik perhatian terutama generasi millenial tidak pantas digunakan.

Bahasa Indonesia selalu dikenal dengan bahasa yang kaku, bukan berarti sebuah unggahan atau konten juga kaku, melainkan ketika menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di media sosial merupakan cara untuk mengajak dan memengaruhi generasi millenial menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kebiasaan menggunakan bahasa gaul akan mempersulit generasi millennial dalam menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah kebahasaan. Kalau generasi milenial terlena dengan istilah-istilah dalam bahasa gaul dan bahasa asing, maka posisi bahasa Indonesia akan sempoyongan mempertahankan identitasnya sebagai bahasa negara.

 

Penulis: Sandy Aulia
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang

 

Editor: I. Chairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI