Membongkar Ketidakadilan dan Kehangatan Hati: Sebuah Refleksi dari Film Miracle in Cell No. 7

Film Miracle in Cell No. 7
Miracle in Cell No. 7 Movie (Sumber: Penulis)

Film asal Korea Selatan yang bertajuk Miracle in Cell No.7 ini dirilis pada tanggal 19 Juli 2013. Film ini disutradarai oleh Lee Hwan Kyung dan berhasil mendapat 4,6 juta penonton dalam kurun waktu dua minggu pertama setelah rilis dan mendapatkan penghargaan yaitu Baeksang Art Award. Film ini berhasil membuat para penonton terharu dengan jalan ceritanya.

Film ini bak rollercoaster karena membuat emosional para penonton menjadi campur aduk, film ini akan membuat penontonnya tertawa, lalu akan membuat mereka menangis. Seperti saya saat menonton film ini dibeberapa scene membuat saya tertawa dengan kekonyolan para napi di sel tersebut, namun di beberapa scene kemudian saya meneteskan air mata karena saya ikut merasakan apa yang dialami oleh karakter utama dari film tersebut.

Tentang Miracle in Cell No.7

Bagi kamu yang belum menonton, film ini memiliki alur campuran yaitu maju-mundur. Alur yang pertama merupakan alur maju yang menampilkan scene berlatar ruang sidang, yaitu menceritakan tentang Ye Seung yang telah dewasa (Park Shin-Ye) dan menjadi pembela sekaligus saksi dalam sidang kasus sang Ayah, Lee Yong Gu (Ryu Seung Ryong).

Bacaan Lainnya
DONASI

Dalam scene ini, Ye Seung berusaha membersihkan nama ayahnya dengan memberikan pembelaan yang dapat mematahkan dakwaan terhadap ayahnya. Ye Seung juga menghadirkan beberapa saksi diantara lain kepala sipir dan beberapa narapidana sel 7 yang membantu mengungkap kebenaran dari kasus ayahnya, Lee Young Gu.

Lalu alur yang kedua adalah alur mundur, Dimana scene tersebut memperlihatkan Lee Dong-Gu dan Ye-Sung yang masih berusia 9 tahun (Kal So-Won) sedang menonton sambil menyanyikan lagu dari cuplikan kartun Sailor Moon di depan sebuah toko yang juga menjual tas Sailor Moon.

Mereka sudah lama memandangi toko tersebut karena Ye-Seung menginginkan tas itu untuk dipakai di hari pertamanya masuk sekolah dasar. Namun tas tersebut ternyata sudah dibeli oleh orang lain, lantas Lee Dong-Gu mendatangi toko tersebut dan mengatakan bahwa tas itu milik putrinya, Ye-Seung. Karena keterbelakangan mental yang diderita oleh Lee Dong-gu, Ia tidak bisa berbicara lancar seperti orang pada umumnya.

Ternyata pemilik baru dari tas Sailor Moon itu adalah seorang anak kecil yang seumuran dengan Ye-Seung. Ayah dari anak tersebut tidak terima karena Dong-Gu dianggap mengganggu anaknya lantas memukulnya hingga harus dilerai oleh pemilik toko tersebut.

Keesokan harinya, anak kecil yang merupakan pemilik dari tas Sailor Moon itu tidak sengaja bertemu dengan Lee Dong-Gu. Anak kecil itu mendatanginya lalu mengajaknya untuk pergi ke toko lain yang menjual tas Sailor Moon. Ketika sudah mendekati tempat yang dituju, Dong-Gu teralihkan oleh suatu hal sehingga Ia tidak mengikuti anak kecil tersebut.

Beberapa saat kemudian terdengar suara barang jatuh sehingga Dong-Gu menghampirinya. Hal yang tak terduga terjadi, anak tersebut sudah tergeletak tak sadarkan diri di jalan dengan kondisi bersimbah darah, juga terdapat sebuah batu di sebelahnya.

Dong-Gu yang sempat mempelajari ilmu pertolongan pertama (CPR) mencoba untuk menolong anak tersebut. Saat sedang berusaha menolong, datanglah seorang ibu-ibu yang kebetulan melewati daerah itu dan melihat Dong-Gu dan anak kecil yang terkapar tidak berdaya sontak berteriak dan berasumsi bahwa Dong-Gu telah melecehkan anak kecil tersebut dan membunuhnya.

Konflik yang dihadapi Film Miracle in Cell No.7

Lee Dong Gu terjebak dalam kasus besar yang membuatnya harus mendekam di sel tahanan. Ia diancam, dipaksa untuk mengakui perbuatan keji yang tidak dilakukannya, hingga diiming-imingi oleh anggota kepolisian agar kasusnya cepat selesai.

Hal itu dilakukan atas perintah seorang Jendral Komisaris Kepolisian, yang ternyata korban dari kasus tersebut adalah anaknya. Mereka memanfaatkan penyakit mental yang di derita Lee Dong Gu, karena mereka tau bahwa tidak ada yang bisa dilakukan oleh seorang berpenyakit mental selain pasrah dengan keadaan.

Meski tidak ada bukti yang cukup kuat dalam memberatkan dakwaannya, Lee Dong-Gu dijerat atas kasus pemerkosaan dan pembunuhan sehingga Ia divonis hukuman mati.

Dipersidangan yang kedua ini dilaksanakan karena Lee Dong-Gu dibantu oleh kepala sipir yang juga merasa bahwa dia memang tidak bersalah, dan juga dibantu oleh teman-teman dari satu selnya yang mengajukan petisi agar sidang banding Lee Dong-Gu disetujui.

Namun sesaat sebelum sidang dimulai, Jendral Komisaris Kepolisian yang merupakan ayah dari korban kasus tersebut menyiksa dan mengancam bahwa anaknya akan menjadi sasarannya jika tidak mau melakukan apa yang disuruh.

Ia tau kelemahan Lee Dong-Gu adalah anaknya, Ye-Seung. Lee Dong-Gu disuruh untuk berbohong di persidangan nanti bahwa ia memang melakukan hal keji itu. Karena Dong-Gu sangat menyayangi Ye-Seung, Ia rela melakukan apapun termasuk mengorbankan dirinya.

Sehingga di persidangan yang kedua ini, Lee Dong-Gu tetap mendapatkan hukuman mati karena tidak membela dirinya. Hal itu membuat Lee Ye-Seung bertekad untuk membersihkan nama ayahnya dengan mengajukan banding atas kasus ayahnya tersebut saat dirinya telah beranjak dewasa.

Kualitas Acting para Pemain yang Sukses dalam Memerankan Karakternya

Beberapa aktor dan aktris yang ikut memeriahkan film ini seperti Ryu Seung Ryong, Park Shin-Ye, Park Won Sang, Kal So-Won, dan masih banyak lagi. Acting dari para aktor dan aktris yang memukau saat memerankan karakter film tersebut terasa nyata sehingga pesan yang disampaikan oleh film Miracle in Cell No.7 ini sampai kepada para penonton.

Karakter dari pemeran Ryu Seung-Ryong dan Kal So-Won bisa dibilang sukses memerankan karakternya sebagai sebuah keluarga kecil. Chemistry yang mereka sebagai sebuah keluarga sangat terbangun dalam film tersebut.

Di mana tergambar seorang ayah yang menyayangi anaknya dengan caranya sendiri dan kepedulian sang anak kepada ayahnya yang memiliki keterbelakangan mental.

Ryu Seung-Ryong memainkan karakter sebagai Lee Dong-Gu yang digambarkan sebagai seorang ayah yang memiliki keterbelakangan mental.

Menurut saya tidak mudah untuk memerankan peran seperti itu karena sangat jauh berbeda dengan kehidupan aslinya, dan saya sangat salut dengan kerja kerasnya yang dapat menjiwai perannya tersebut dengan sempurna dan membuat penonton bersimpati padanya.

Selanjutnya peran Kal So-Won yang memerankan karakter Lee Ye-Seung, seorang anak kecil yang merupakan anak dari Lee Dong-Gu. Anak kecil yang terbilang sukses memainkan perannya dengan baik dan mendalami karakternya.

Pesan Moral yang disampaikan oleh Miracle in Cell No.7

Pesan yang saya dapatkan setelah menonton film Miracle in Cell No.7 ini ada tiga. Pertama, bahwa ditengah keterbatasan yang dimiliki oleh seorang ayah tidak akan menghilangkan kasih sayangnya kepada sang anak. Saat orang tua memberi kasih saying yang tulus kepada anaknya, maka anak pun akan membalas kasih sayang itu tanpa diminta.

Pesan kedua yaitu, jangan memandang orang sebelah mata. Seorang pengidap keterbelakangan mental pun merupakan manusia juga yang patut kita hargai dan kita beri perlakuan yang sama sebagai mana mestinya seorang manusia. Meski Lee Dong-Gu diperlakukan kasar bahkan tidak adil, Ia tetap berperilaku baik kepada orang lain.

Pesan moral terakhir yang saya dapatkan adalah jangan hanya melihat suatu permasalahan hanya dari satu pihak, karena belum tentu apa yang disampaikan oleh pihak lain itu benar. Bisa jadi apa yang disampaikan itu berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi.

Seperti kasus yang menimpa Lee Dong-Gu ini. Ia dituduh melakukan pemerkosaan dan pembunuhan kepada anak kecil karena perkataan seorang saksi yang hanya melihat apa yang Ia lihat saja bukan secara keseluruhan.

Kenyataan yang terjadi adalah Lee Dong-Gu berusaha untuk menyelamatkan anak kecil tersebut dengan memberikan pertolongan pertama dari yang Ia pelajari di tempat kerjanya, yaitu CPR. Dari kasus tersebut bisa kita simpulkan untuk tidak menerima informasi dari satu pihak secara mentah-mentah.

Kita juga harus mendengarkan informasi itu dari pihak lain dan mengkorelasikannya dengan matang, sehingga kita tau mana informasi yang benar dan mana yang tidak.

Penulis: Maisha Indira
Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI