Pancasila sebagai Sistem Etika bagi Masyarakat Indonesia

Pancasila Sistem Etika Indonesia

Pendahuluan

Pancasila adalah pedoman bagi peraturan-peraturan bangsa Indonesia, selain itu juga merupakan sistem hipotesa yang dirancang untuk menempatkan tuntutan dan pedoman kepada rakyat negara Indonesia dalam pandangan dan kepribadiannya. Artinya, manusia dituntut untuk mampu meningkatkan dimensi moralitas dalam dirinya, sehingga memiliki kompetensi untuk menunjukkan sikap pengabdian dalam kehidupan sebagai warga negara Indonesia. Dengan harapan menjadi civitas akademika yang pada akhirnya mampu mengambil keputusan secara komprehensif dengan pertimbangan moral. Menurut Yudhyarta (2020).

Pancasila sebagai sistem etika selain menjadi pedoman hidup bangsa Indonesia, juga merupakan struktur pemikiran yang dirancang untuk memberikan tuntunan atau pedoman kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bersikap. Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas pada setiap individu sehingga memiliki kemampuan untuk menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila sebagai sistem etika merupakan pedoman moral yang dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan nyata, yang menyangkut berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam keputusan-keputusan tindakan agar mampu mencerminkan pribadi yang taqwa, utuh, dan berwawasan moral-akademik.

Memahami Pancasila

Pancasila berasal dari dua kata yaitu Pancasila dan Sila. Panca berarti lima, sedangkan sila berarti dasar atau aturan perilaku yang baik, yang penting atau cabul. Jadi, Pancasila adalah lima dasar yang dijadikan acuan dalam bersikap dan bersikap.

Bacaan Lainnya
DONASI

Definisi Sistem

Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang dihubungkan bersama untuk memperlancar arus informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem nilai dalam Pancasila merupakan kesatuan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila yang saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan atau dipertukarkan karena saling berkaitan satu sama lain. Nilai-nilai yang dimaksud adalah:

Pertama, Nilai Ketuhanan: Secara hierarkis, nilai ini dapat dikatakan sebagai nilai tertinggi karena menyangkut nilai-nilai mutlak. Semua nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini (nilai ketuhanan). Suatu tindakan dikatakan baik jika tidak bertentangan dengan nilai, aturan, dan hukum Tuhan. Pandangan seperti itu secara empiris dapat dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, aturan, dan hukum Tuhan, baik yang berkaitan dengan hubungan kasih antar sesama manusia, akan menimbulkan konflik dan permusuhan. Dari nilai ketuhanan menghasilkan nilai-nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. (Ngadino Surip, dkk, 2015: 180).

Baca Juga: Politik Pancasila

Kedua, Nilai Kemanusiaan: Suatu perbuatan dikatakan baik jika sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip utama dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan membutuhkan keseimbangan, antara jasmani dan rohani, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas dan mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat oleh hukum-hukum Tuhan. Peradaban menunjukkan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lain seperti hewan, tumbuhan, dan benda mati. Oleh karena itu, suatu tindakan dikatakan baik jika sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban. Nilai-nilai kemanusiaan menghasilkan nilai-nilai moral, misalnya seperti tolong-menolong, penghargaan, hormat, kerjasama, dan sebagainya. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 180).

Ketiga, Nilai Kesatuan: Suatu perbuatan dikatakan baik jika dapat mempererat persatuan dan kesatuan. Keegoisan dan kemenangan itu sendiri adalah perbuatan buruk, seperti juga sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seolah-olah mendasarkan tindakannya atas nama agama (sila pertama), tetapi jika tindakan tersebut dapat merusak persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila itu bukanlah perbuatan yang baik. Dari nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 180)

Keempat, People’s Values: Dalam kaitannya dengan populisme, ada nilai lain yang sangat penting, yaitu nilai kearifan atau kearifan dan musyawarah. Kata hikmah atau hikmat berorientasi pada perbuatan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas tidak serta merta kalah dengan pandangan mayoritas. Pelajaran yang sangat bagus, misalnya, adalah penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI setuju dengan tujuh kata tersebut, tetapi mengingat beberapa kelompok (dari Timur) yang secara argumentatif dan realistis dapat diterima, pandangan minoritas ‘menang’ atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, suatu perbuatan belum tentu baik jika disetujui atau bermanfaat bagi banyak orang. tetapi perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah berdasarkan konsep hikmah atau hikmah. Dari nilai-nilai kerakyatan menghasilkan nilai-nilai penghargaan terhadap perbedaan, persamaan, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015:181).

Kelima, nilai keadilan: Jika sila kedua menyebutkan kata adil, maka kata tersebut dilihat dalam konteks manusia sebagai individu. Nilai keadilan dalam sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perilaku dikatakan baik jika sesuai dengan prinsip keadilan bagi masyarakat luas. Menurut Kohlberg (1995:37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap individu dan masyarakat. Keadilan mengandaikan satu sama lain sebagai mitra yang bebas dan setara dengan orang lain. Dari nilai tersebut dikembangkan perbuatan-perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu, dikembangkan sikap adil terhadap orang lain, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak orang lain. Dari nilai keadilan juga menghasilkan nilai kepedulian, pemerataan ekonomi,

Pengertian Etika

Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan prinsip atau nilai yang berkaitan dengan moralitas, nilai tentang benar dan salah yang dianut oleh sekelompok orang. Secara garis besar, etika dikelompokkan menjadi:

  1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku pada setiap tindakan manusia.
  2.  Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individu) maupun makhluk sosial (etika sosial).

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Etika merupakan salah satu cabang falsafah Pancasila yang dijabarkan melalui sila Pancasila dalam mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Etika Pancasila cenderung mendekati pengertian etika keutamaan dalam sistem pemerintahan. Hal ini karena konsep deontologi dan teologis terkandung dalam Pancasila.

Deontologi mengandung makna bahwa Pancasila mengandung kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga negara. Teleologi berarti Pancasila adalah tujuan negara Indonesia. Namun, Pancasila tetap berakar pada etika keutamaan. Tidak hanya berorientasi pada kewajiban dan tujuan. Makna tersebut diperoleh dari jenis etika yang selalu berkaitan erat dengan bagaimana manusia berperilaku dengan baik. Etika bersifat universal, berbeda dengan tata krama yang berlaku di tempat-tempat tertentu (misalnya, kebiasaan mengunjungi orang Jawa berbeda dengan kebiasaan mengunjungi orang Batak).

Baca Juga: Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia dan Penerapannya pada Siswa Sekolah Dasar

Etika mencakup norma-norma moral yang berasal dari hati nurani demi kenyamanan bersama. Etika memiliki arti budi pekerti, sikap, adat atau cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan. Etika berkaitan erat dengan kebiasaan dan cara hidup yang baik bagi diri sendiri dan orang lain. Etika cenderung bersifat moral, artinya berasal dari hati nurani setiap orang. Pada hakikatnya etika adalah suatu struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan pedoman kepada manusia dalam bersikap dan berperilaku.

Pancasila sebagai sistem etika berasal dari kehidupan berbagai masyarakat etnis di Indonesia. Selain itu, Pancasila sebagai sistem etika terkandung dalam norma-norma dasar (grundnorm) yang dijadikan pedoman dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Secara politis, Pancasila sebagai sistem etika mengatur perilaku politisi terkait dengan praktik pranata sosial, hukum, kemasyarakatan, struktur sosial, politik, dan ekonomi. Dengan kata lain, penyelenggara negara harus mencerminkan etika Pancasila.

Urgensi Pancasial sebagai Sistem Etika Masyarakat 

Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia antara lain:

  1.  Masih ada kasus korupsi yang melemahkan sendi-sendi kehidupan negara
  2. Masih ada kasus terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga mengurangi toleransi dan menghambat integrasi nasional
  3. Masih terdapat pelanggaran terhadap pemaknaan HAM dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
  4. Adanya kesenjangan antara si miskin dan si kaya serta masih ada masyarakat yang terpinggirkan di beberapa daerah yang merasa terisolir
  5. Masih banyak ketidakadilan hukum dalam sistem peradilan di Indonesia 6. Masih banyak penolakan dalam pembayaran pajak, dan sebagainya.

Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika Masyarakat Indonesia 

Pancasila sebagai sistem etika memerlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup agar tidak terjebak dalam pandangan yang mistis. Misalnya korupsi terjadi karena pejabat diberikan hadiah oleh orang yang membutuhkan agar urusannya berjalan lancar. Dia menerima hadiah itu tanpa memikirkan alasan orang yang memberikan bantuan itu. Jadi mereka tidak tahu apakah tindakan mereka termasuk suap. Hal-hal yang sangat penting dalam mengembangkan Pancasila sebagai sistem etika antara lain:

  1. Menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan menentukan sikap, tindakan dan keputusan yang akan diambil oleh setiap warga negara.
  2. Pancasila memberikan pedoman bagi setiap warga negara untuk memiliki orientasi yang jelas dalam hubungan regional, nasional, dan internasional
  3. Pancasila menjadi dasar analisis kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga mencerminkan semangat bernegara dengan semangat Pancasila
  4. Pancasila merupakan penyaring kemajemukan nilai-nilai yang berkembang di berbagai bidang kehidupan

Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika Masyarakat Indonesia 

Pancasila sebagai sistem etika terletak pada:

  1. Perintah Tuhan mencerminkan bahwa Tuhan adalah penjamin prinsip-prinsip moral. Perilaku setiap warga negara didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang berakar pada norma-norma agama. Ketika suatu prinsip moral didasarkan pada norma-norma agama, maka akan memberikan kekuatan pada prinsip tersebut untuk dilaksanakan oleh para pemeluknya.
  2. Ajaran kemanusiaan memiliki prinsip acta humanus. Tindakan kemanusiaan tersirat melalui sikap yang adil dan beradab dalam rangka menjamin ketertiban sosial antar manusia dan antar makhluk berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang tertinggi (kebajikan dan kebijaksanaan).
  3. Asas Persatuan berarti kesediaan untuk hidup bersama di atas kepentingan individu dan kelompok dalam kehidupan bernegara. Landasannya adalah nilai solidaritas dan semangat kebersamaan yang melahirkan kekuatan dalam menghadapi ancaman perpecahan bangsa.
  4. Sila Rakyat sebagai sistem etika terletak pada konsep musyawarah untuk mufakat.
  5. Sila Keadilan sebagai perwujudan dari sistem etika tidak hanya menekankan kewajiban (deontologi) atau tujuan (teleologi). Namun lebih menitikberatkan pada kearifan (etika kebajikan).

Alasan Perlu Pancasila sebagai Sistem Etika Masyarakat Indonesia 

Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem ketatanegaraan. Bayangkan jika dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi pedoman bagi penyelenggara negara, negara pasti akan hancur. Ada beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, antara lain sebagai berikut:

Pertama, korupsi akan merajalela karena penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Penyelenggara negara tidak bisa membedakan mana yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (baik dan buruk). Pancasila sebagai sistem etika berkaitan dengan pemahaman kriteria baik (baik) dan buruk (buruk). Archie Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk adalah dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk ada dalam kehidupan manusia, artinya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan berpeluang melakukan perbuatan buruk (korupsi), maka hal ini bisa menimpa siapa saja. Oleh karena itu, Archie Bahm menyimpulkan, “Maksimalkan yang baik, meminimalkan yang buruk” (Bahm, 1998: 58).

Kedua, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda, telah membahayakan kelangsungan hidup negara. Generasi muda yang tidak mendapatkan pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia akibat globalisasi sehingga kehilangan arah. Dekadensi moral terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, melainkan nilai-nilai eksternal yang dominan. Contoh dekadensi moral antara lain penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, kurangnya kejujuran, tawuran antar pelajar. Semua ini menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika menuntut kehadirannya sejak dini,

Baca Juga: Aktualiasasi Nilai Pancasila di Era Modern

Ketiga, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya rasa hormat seseorang terhadap hak orang lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang diberitakan di berbagai media, seperti penganiayaan pekerja rumah tangga (PRT), penelantaran anak yatim oleh pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain. Semua ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan secara optimal. Oleh karena itu, selain sosialisasi tentang sistem etika Pancasila, perlu juga diterjemahkan sistem etika tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia.

Keempat, kerusakan lingkungan yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi mendatang, pemanasan global, perubahan cuaca, dan sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran akan nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang layak di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia saat ini cenderung memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, ingin menang sendiri, keuntungan sementara, tanpa memikirkan dampak dari tindakannya. Contoh paling nyata adalah pembakaran hutan di Riau yang menimbulkan kabut asap. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan pada peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku kebakaran hutan, baik individu maupun perusahaan yang terlibat.

Septiana Firdayanti
Yosi Wiworo Jati
Seyla Antriana Devi
Mahasiswa Universitas Nusantara PGRI Kediri

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI