Regionalisme Amerika Latin

Gambar Bendera Negara-Negara Anggota Mercosur
Sumber: ShutterStock

1. Dinamika Regionalisme Amerika Latin

A. Pengertian Regionalisme

Regionalisme diartikan sebagai proses asosiatif yang terjadi pada wilayah sistem internasional yang dibatasi secara spasial, yang disebut wilayah makro atau wilayah internasional. Beberapa fitur mendefinisikan wilayah ini. Pertama, meskipun unsur kedekatan atau kedekatan geografis merupakan variabel yang penting, hal ini biasanya dipahami dengan cara yang fleksibel.

Dengan demikian, amerika dianggap sebagai sebuah kawasan, dengan organisasi negara-negara amerika (OAS) sebagai kerangka kelembagaannya.  Wilayah ini dibatasi secara spasial oleh gagasan Belahan Bumi Barat, yang dipromosikan oleh Amerika Serikat sejak akhir abad ke-19. Hal ini mirip dengan Forum Kerja Sama Asia-Pasifik (APEC), sebuah wilayah makro yang negara-negara anggotanya tidak berdekatan secara geografis, namun cakupan spasialnya ditentukan oleh gagasan lingkaran pasifik.

Kedua, wilayah makro internasional dibangun secara sosial. Seperti Björn Hettne dan Fredrik Söderbaum menegaskan, kawasan adalah proyek politik dan sosial, yang dirancang oleh aktor manusia untuk melindungi atau mengubah struktur yang ada. Ketiga, regionalisme adalah proses yang dipimpin negara yang biasanya diformalkan dalam perjanjian internasional.

Bacaan Lainnya
DONASI

Namun hal ini tidak berarti mengecualikan aktor-aktor lain, karena pembangunan daerah melibatkan partisipasi beragam aktor ekonomi, sosial, dan politik. Terakhir, regionalisme adalah suatu proses dengan manifestasi dan intensitas berbeda-beda, yang tercakup dalam inisiatif integrasi ekonomi, kerja sama ekonomi, integrasi politik, dan kerja sama politik. Intensitas modalitas ini bervariasi. Misalnya, integrasi ekonomi regional dapat berkisar dari kawasan perdagangan bebas dasar hingga kesatuan moneter, namun dapat melampaui dimensi perdagangan hingga mencakup strategi integrasi produksi.

B. Dinamika Regionalisme di Amerika Latin

Dalam perjalanannya, regionalisme Amerika Latin telah melalui beberapa fase besar, dan bergerak maju mundur dengan cara yang tampaknya tidak dapat diprediksi. Pada tahun 1990-an, regionalisme dianggap sebagai mekanisme untuk meningkatkan keterlibatan global di kawasan ini, namun sejak tahun 2003 dan seterusnya, proses-proses regional didesain ulang seiring dengan bangkitnya pemerintahan sayap kiri di beberapa negara.

Hal ini membawa pada periode baru regionalisme pasca-liberal atau pasca-hegemoni, di mana penekanan pada perdagangan bebas digantikan oleh penguatan dimensi politik, sosial dan produktif dari inisiatif regional. Regionalisme Amerika Latin berubah pada tahun 2000-an.

Pedro Motta Veiga dan Sandra Rios (2007) menggambarkan hal ini sebagai regionalisme pasca liberal, sementara José Antonio Sanahuja (2010) lebih memilih istilah integrasi regional pasca liberal. Diana Tussie dan Pia Riggirozzi (2012) menggunakan istilah regionalisme pasca hegemonik untuk menggambarkan perpecahan dengan narasi dan model tahun 1990-an.

Sebagaimana tersirat dalam istilah-istilah ini, regionalisme pada dekade tersebut dikaitkan dengan kemenangan neoliberalisme dan penyebaran globalisasi, dan gagasan regionalisme pasca hegemoni mengusulkan bahwa narasi-narasi baru di luar pasar bebas dan perdagangan bebas muncul di Amerika Latin pada dekade pertama milenium baru.

Namun hal ini tidak berarti bahwa semua skema regional di Amerika Latin bertentangan dengan neo liberalisme. Menurut Riggirozzi (2012: 35), munculnya regionalisme pasca hegemoni tidak berarti bahwa kapitalisme, liberalisme, dan bentuk integrasi terkait perdagangan tidak ada lagi atau menggerakkan agenda regional. Artinya, sentralitas mereka tergeser.

Meskipun tidak dapat disangkal bahwa regionalisme sebagian didorong oleh pertimbangan ekonomi, alasan utama dari proses baru di Amerika Latin tidak terbatas pada promosi perdagangan, atau perlawanan terhadap hegemoni AS. Dalam pendekatan ini, pasca liberal mengacu pada langkah-langkah kebijakan konkrit yang diterapkan oleh kelompok-kelompok regional untuk mengatasi bias neo liberal yang terjadi selama era regionalisme baru.

Pasca liberal mengacu pada kebijakan, dengan rencana strategis aksi sosial mercosur yang disetujui pada tahun 2011 sebagai contoh. Sebaliknya, post hegemonic adalah istilah heuristik yang digunakan untuk menjelaskan suatu periode dalam sejarah regionalisme Amerika Latin tanpa narasi unik mengenai apa yang dimaksud dengan integrasi dan kerja sama.

Misalnya, UNASUR muncul di era pasca hegemoni, dan mengadopsi kebijakan pasca-liberal seperti pendirian Bank of the South. Aliansi Pasifik juga lahir di era pasca-hegemoni, namun tetap berkomitmen pada neoliberalisme. Lanskap integrasi dan kerja sama regional di Amerika Latin juga mengalami transformasi di era pasca-hegemoni dan mengalami fragmentasi.

Ketika beberapa negara (seperti Kolombia, Chile, Meksiko, Peru dan sebagian besar negara bagian Amerika Tengah) tetap berkomitmen terhadap regionalisme terbuka dan perdagangan bebas, konsep baru mengenai integrasi ekonomi regional muncul di Argentina, Brazil, Bolivia, Ekuador dan Venezu-ela . Hasilnya, poros-poros integrasi ekonomi regional yang baru yang disebut Mercosur baru, ALBA, dan Aliansi Pasifik tercipta.

Ketiga sumbu ini merupakan wilayah integrasi ekonomi yang paling dinamis di Amerika Latin. Terlepas dari upaya mereka untuk mempertahankan kerja sama perdagangan dan politik, proses lama seperti Komunitas Andes dan (pada tingkat lebih rendah) Sistem Integrasi Amerika Tengah (SICA) kehilangan relevansinya dalam perdebatan akademis.

Tren menuju fragmentasi di bidang integrasi ekonomi ini dibarengi dengan menguatnya kerja sama politik dan fungsional di tingkat Amerika Selatan, Amerika Latin, dan Karibia, dengan pembentukan UNASUR pada tahun 2008 dan CELAC pada tahun 2011 sebagai contoh yang menonjol. Inisiatif-inisiatif ini melawan kecenderungan menuju fragmentasi regional.

Di satu sisi, proses bertahap membangun Amerika Selatan sebagai kawasan internasional telah berkembang. Proses ini dimulai pada tahun 1993, ketika presiden Brasil Itamar Franco mengusulkan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Selatan (SAFTA), yang dianggap sebagai penyeimbang terhadap Perjanjian Perdagangan Amerika Utara (NAFTA).

Pada tahun 2000, proses ini diluncurkan kembali ketika presiden Brasil Fernando Henrique Cardoso mengadakan pertemuan puncak pertama para Kepala Negara dan Pemerintahan Amerika Selatan, dan mengusulkan pembentukan Komunitas Bangsa-Bangsa Amerika Selatan, atau SACN (CASA dalam bahasa Portugis, CSN dalam bahasa Spanyol), yang secara resmi dilembagakan di Cuzco pada bulan Desember 2004.

Pada tahun 2008, SACN bertransformasi menjadi UNASUR, sebuah skema kerjasama regional yang ambisius dengan agenda maksimal dan dimensi politik yang kuat. CELAC, sebuah skema regional multilateral Amerika Latin dan Karibia, didirikan di Caracas pada bulan Desember 2011.

Berasal dari Konferensi Tingkat Tinggi Amerika Latin dan Karibia (CALCS) dan pertemuan Rio Group, CELAC merupakan upaya untuk menyediakan ruang bagi dialog dan kerja sama di antara semua negara Amerika Latin dan Karibia (lihat Costa Vaz 2010; Rojas Aravena 2012).

Integrasi ekonomi bukanlah tujuan CELAC; akibatnya, hal ini tidak dapat dianggap sebagai pelengkap dari Asosiasi Integrasi Amerika Latin (LAIA; ALADI dalam bahasa Spanyol dan Portugis). Tujuan CELAC adalah kerjasama politik, keamanan, dan pembelaan hak asasi manusia.

Terdapat perdebatan tentang bagaimana menyelaraskan fungsi CELAC dengan fungsi OAS, lembaga sentral kerja sama antar-Amerika, yang mendapat kritik keras setelah Perang Malvinas pada tahun 1982. Oleh karena itu, sejak pergantian milenium, regionalisme Amerika Latin ditandai dengan dinamika yang kontradiktif, yaitu hidup berdampingan antara kekuatan sentrifugal dan sentripetal yang mendorong persatuan dan fragmentasi.

Di bidang ekonomi, permasalahannya adalah bahwa berbagai sumbu tersebut mengikuti model integrasi ekonomi yang beragam (dan kadang kadang saling bertentangan). Lebih rumit lagi, sumbu integrasi ekonomi mengikuti jenis perilaku politik tertentu dengan kata lain, meskipun sebagian besar ditujukan untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu, hal ini tidak berarti bahwa politik tidak dilibatkan. Oleh karena itu, ketiga sumbu tersebut pada tingkat yang berbeda-beda bertepatan dengan upaya kerja sama politik, yang didorong oleh logika dan kepentingan yang beragam.

1. Politik Regional

A. Hubungan antara Negara-Negara

Politik regional di Amerika Latin memiliki banyak dinamika yang kompleks dan beragam. Wilayah ini terdiri dari sejumlah negara yang memiliki sejarah, budaya, dan juga kepentingan yang berbeda-beda. Banyak negara negara Amerika Latin yang berupaya mengatasi masalah masalah sosial dan ekonomi yang saat itu dihadapinya, dengan penyelesaian penyelesaiannya.

Ketika penyelesaian politik ini mengalami kegagalan, pemerintah disalahkan dan para pemimpinnya dilemparkan keluar dari kursi kekuasaannya. Seringkali perubahan perubahan di dalam pemerintah berlangsung secara damai, namun kadang kadang cara cara kekerasan juga digunakan. Sebagai contoh, antara tahun 1955 sampai tahun 1978, Argentina mengalami 14 kali perubahan pemerintahan dan sebagian besar dilakukan dengan cara cara kekerasan.

Alba merupakan bentuk kerja sama regional di kawasan Amerika Latin yang didirikan pada 2004 dengan Venezuela dan Kuba sebagai negara pelopor kerjasama tersebut. Bentuk kerjasama yang awalnya adalah di bidang sosial dan budaya, karena aspek satu kawasan yang sama, kini berkembang menjadi kerja sama yang berada pada ranah politik.

Di Bidang politik inilah kemudian Alba menjadi sebuah senter menyuarakan penentangannya terhadap neoliberalisme di kawasan Amerika Latin. Kawasan Amerika Latin merupakan kawasan yang sebagian besar negaranya adalah berpaham sosialisme. Tidak heran jika beberapa negara Amerika Latin ini menentang eksistensi neoliberalisme di kawasan tersebut.

Namun, hal menarik untuk diteliti adalah jika bentuk pertentangan tersebut diwujudkan dalam sebuah kerangka kerjasama regional, Yaitu Alba. Oleh karena itu, dengan memfokuskan pada sejauh mana negara negara yang tergabung dalam Alba tersebut melakukan resistensi terhadap eksistensi neoliberalisme di kawasan Amerika Latin.

Regionalisme AMerika Latin merupakan sebuah fenomena yang cukup penting dalam interaksi politik antar negara di wilayah tersebut. Amerika Latin adalah sebuah negara yang terdiri dari berbagai negara dengan budaya, sejarah, dan juga kepentingan yang beragama. Oleh karena itu, interaksi politik antar negara di Amerika Latin mencerminkan dinamika yang kompleks dan juga beragam.

Ada beberapa aspek penting dalam interaksi politik di Regionalisme Amerika Latin, yaitu:

a. Diplomasi, yang merupakan salah satu alat utama dalam hubungan antar negara di Amerika Latin. Negara negara di wilayah tersebut seringkali menggunakan diplomasi untuk menyelesaikan konflik dan mencapai kesepakatan konflik.

b. Keamanan, yang juga merupakan isu penting di Amerika Latin, terutama terkait dengan kejahatan terorganisir, narkoba, dan konflik bersenjata. Beberapa negara di wilayah ini menghadapi tantangan keamanan yang serius, seperti meksiko dengan perang melawan kartel narkoba dan venezuela dengan ketegangan internal.

c. Integrasi Politik, telah menciptakan berbagai organisasi regional yang bertujuan untuk meningkatkan integrasi politik di wilayah tersebut.

d. Konflik Regional, meskipun Amerika Latin tidak memiliki peran antar negara dalam skala besar dalam beberapa dekade terakhir, terdapat konflik regional dan sengketa perbatasan yang masih berlangsung.

e. Pengaruh Global, tempat persaingan pengaruh global, terutama antara Amerika dan Tiongkok. Amerika Serikat telah lama memiliki pengaruh besar di wilayah ini, sementara tiongkok semakin aktif dalam berinvestasi dan berdagang di Amerika Latin.

2. Ekonomi Regional Amerika Latin

A. Model Integrasi Ekonomi di Amerika Latin

José Briceño dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Times of Change in Latin American Regionalism, melihat bahwa ada tiga model ekonomi ideal yang telah diadopsi dalam model integrasi ekonomi di Kawasan Amerika Latin, yaitu regionalisme strategis, regionalisme sosial, dan ‘regionalisme produktif’ (berdasarkan integrasi produksi).

Regionalisme strategis adalah suatu bentuk regionalisasi yang ditandai dengan ‘kebijakan perdagangan strategis’, berdasarkan beberapa premis teori baru perdagangan internasional yang dikembangkan pada tahun 1980an. Hal ini adalah adanya bentuk-bentuk persaingan monopolistik tertentu, dan perlunya negara mendukung sektor-sektor ekonomi strategis tertentu.

Model ini berkembang pesat setelah gelombang integrasi ekonomi yang dimulai pada akhir tahun 1980an, dan dianggap sebagai manifestasi dari regionalisme baru. Salah satu pilarnya adalah masuknya kawasan terintegrasi ke dalam perekonomian global, yang digambarkan sebagai regionalisme terbuka.

Perdagangan bebas merupakan komponen penting dari model ini. Namun, seperti halnya kebijakan perdagangan strategis, sektor-sektor yang dianggap penting bagi pembangunan ekonomi tidak termasuk dalam rezim perdagangan bebas regional. Regionalisme strategis berkembang sebagai respons negara-negara, yang beraliansi dengan Perusahaan Transnasional (TNC), terhadap dunia global pasca perang dingin.

Regionalisme merupakan bagian dari strategi beberapa negara untuk ‘mengelola’ proses globalisasi dengan cara yang lebih koheren. Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan mengadopsi agenda integrasi mendalam, sebuah konsep yang dikembangkan oleh Robert Lawrence.

Perjanjian integrasi tradisional ditujukan untuk memfasilitasi akses ke pasar melalui penghapusan tarif dan penghapusan hambatan non tarif, namun hal ini hanyalah integrasi dangkal. Dalam konteks liberalisasi perdagangan dan globalisasi keuangan, bentuk integrasi tersebut sangat terbatas.

Itulah sebabnya Lawrence mengusulkan pendalaman agenda integrasi dengan memasukkan isu-isu yang berhubungan dengan perdagangan seperti investasi, kekayaan intelektual, pengadaan publik, dan tenaga kerja dan standar lingkungan hidup.

Namun, integrasi mendalam berbeda-beda antara perjanjian utara-selatan dan perjanjian selatan-selatan. Yang pertama mengacu pada inisiatif integrasi yang mencakup negara maju dan berkembang; dalam hal ini, negara-negara paling maju tertarik untuk mempromosikan agenda integrasi mendalam, dan mengharuskan negara-negara selatan untuk menyetujui peraturan mengenai investasi, jasa atau kekayaan intelektual sebagai imbalan atas akses yang lebih besar ke pasar mereka.

Perjanjian Selatan-Selatan, yaitu perjanjian yang hanya melibatkan negara-negara berkembang (bahkan negara-negara yang digambarkan sebagai ‘negara berkembang’), cenderung mengecualikan agenda integrasi mendalam. Ya (2005), Diakon dkk (2007) dan Riggirozzi (2014,2017) berpendapat bahwa regionalisme bukan sekadar mekanisme untuk mendorong perdagangan dan investasi, namun juga ruang untuk menyetujui dan melaksanakan kebijakan sosial regional.

Regionalisme dipahami sebagai mekanisme untuk menetapkan standar sosial di tingkat regional, mendorong kebijakan redistributif, dan bahkan menciptakan institusi yang memungkinkan warga negara untuk menuntut perlindungan hak-hak sosial mereka.

Oleh karena itu, implementasi kebijakan sosial regional ini mencakup langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatif liberalisasi perdagangan, dan mekanisme untuk mengurangi asimetri yang ada di dalam dan di dalam negara. Lebih dari sekadar argumen ini.

Riggirozzi mengusulkan bahwa regionalisme dapat menjadi mekanisme untuk memajukan agenda pengentasan kemiskinan, dan memanfaatkan pendekatan regional dalam dimensi yang penting bagi pembangunan manusia, seperti kesehatan, pendidikan, dan lingkungan’ (Riggirozzi 2017: 3). Model ini digambarkan sebagai regionalisme sosial.

Model ketiga adalah regionalisme produktif, yang mengacu pada penciptaan mekanisme untuk mengintegrasikan produksi negara-negara yang berpartisipasi dalam skema regional tertentu. Model ini menghidupkan kembali gagasan aliran strukturalis Komisi Ekonomi untuk Amerika Latin, atau ECLAC dan strukturalisme Perancis di mana integrasi ekonomi dipahami sebagai cara untuk mendorong perubahan pola produksi.

Pada awal tahun 1990-an, ECLAC mengemukakan gagasan tentang pola produksi baru yang berkeadilan sosial, yang dihubungkan dengan model insersi internasional berdasarkan regionalisme terbuka. Dalam beberapa tahun terakhir, usulan-usulan ini telah dihidupkan kembali oleh ECLAC sendiri serta lembaga-lembaga seperti Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan.

Tujuan dari model regionalisme produktif adalah integrasi produksi, pengembangan industri bersama, dan penyatuan perekonomian atas dasar solidaritas. Namun, model ini tidak berarti kembalinya strategi pertumbuhan ke dalam, melainkan apa yang dilakukan Osvaldo Sunkel (1991) digambarkan sebagai pertumbuhan dari dalam.

Hal ini berarti menggunakan kapasitas endogen dan sumber daya nasional untuk mendorong diversifikasi produktif, khususnya industrialisasi, namun didasarkan pada premis bahwa proses ini tidak bertentangan dengan peningkatan masuknya ke dalam pasar dunia, atau menarik investasi asing.

Oleh karena itu, model regionalisme produktif tidak lagi mengusulkan pengembangan proyek-proyek industri regional yang besar, namun penciptaan rantai nilai produktif di mana perusahaan-perusahaan lokal, nasional, regional dan transnasional berpartisipasi.

Ketiga model integrasi ekonomi ini ada dalam bentuk murni atau gabungan. Dengan demikian, proses integrasi regional dapat memilih model regionalisme strategis murni. NAFTA merupakan contoh paradigmatik regionalisme strategis Utara-Selatan, sedangkan Mercosur merupakan contoh model hibrid, yang elemen ketiga modelnya hidup berdampingan.

B. Mercosur sebagai Bentuk Kerjasama Ekonomi Regional Amerika Latin

Mercosur merupakan sebuah blok perdagangan Amerika Latin yang dibentuk melalui Perjanjian Assuncion 1991 yang beranggotakan Brazil, Argentina, Paraguay dan Uruguay di mana bertujuan untuk memudahkan pergerakan modal, barang dan jasa antar sesama anggota dan sektor perekonomian yang nantinya berdampak pada kesejahteraan regional tersebut.

Dalam proses pembentukan blok Mercosur, Brazil dan Argentina merupakan aktor yang sangat berpengaruh. Mercosur merupakan perkembangan dari kerjasama bilateral antara Argentina dan Brazil melalui deklarasi FOZ de Iguazu tahun 1985.

Perjanjian Buenos Aires 1990 dan Treaty of Asunction pada tahun 1991. Pada awalnya Mercosur merupakan blok perdagangan yang cukup berhasil dalam memajukan perekonomian negara anggota yang dibuktikan pada meningkatnya FDI sebesar 25% pada tahun 1998 dan pada tahun 1999 angka arus masuk tahunan FDI di amerika latin sebesar 50 miliar USD atau sebesar 17.7 %.

Namun, keberhasilan Mercosur tidak berlangsung lama dimana pada akhir tahun 90an krisis ekonomi 3 internasional mempengaruhi proses integrasi Mercosur dan menjadi tantangan blok perdagangan tersebut sampai saat ini. Menurut Gabriela Lomeu Campos, kegagalan Mercosur dalam melakukan integrasi dibagi disebabkan tiga hal yaitu: krisis ekonomi, lemahnya institusi Mercosur dan perbedaan kepemimpinan di negara anggota.

Krisis ekonomi yang melanda Mexico dan Rusia di akhir tahun 90an secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian negara anggota Mercosur. Krisis di Amerika Latin dimulai ketika Brazil melakukan devaluasi mata uang yang berdampak pada krisis ekonomi di Argentina.

Hal tersebut membuat negara anggota Mercosur khususnya Argentina dan Brazil melakukan penundaan terbentuknya custom market dan fokus kepada permasalahan ekonomi dalam negeri. Akibatnya, negara membentuk kebijakan ekonomi dan politik yang berbeda satu sama lain.

Argentina membuat kebijakan ekonomi yang tidak pro neoliberalisme sementara disisi lain Brazil membuat kebijakan yang pro neoliberalisme untuk melakukan pemulihan ekonomi sehingga hal tersebut berdampak pada proses integrasi karena perbedaan kebijakan ekonomi makro.

Masalah ekonomi tersebut tidak mampu diselesaikan oleh Mercosur dikarenakan berdasarkan artikel 40 Protocolo de Ouro Preto, sebelum mengimplementasikan kebijakan yang dibuat Mercosur, negara anggota harus melalui tiga proses: 1. Penyesuaian terhadap hukum domestik, 2. Melaporkan sekretariat Mercosur bahwa negara menyetujui keputusan dan 3. Menerapkan kebijakan tersebut terhitung 30 hari setelah laporan diterima oleh sekretariat Mercosur.

Fakta bahwa bentuk perekonomian dan perpolitikan di negara anggota berbeda satu sama lain dan hal itu menimbulkan benturan kepentingan nasional antara negara anggota. Sebagian besar, kebijakan Mercosur terhenti pada proses pertama dikarenakan setiap negara memiliki kepentingan nasional yang berbeda, dengan kata lain, Mercosur tidak berhasil dan cukup kuat dalam menciptakan integrasi kawasan.

Mercosur awalnya merupakan contoh regionalisme strategis. Tujuan Perjanjian Asunción adalah pencapaian kawasan perdagangan bebas dan tarif eksternal bersama sebagai mekanisme untuk meningkatkan masuknya blok tersebut ke dalam perekonomian global.

Namun, beberapa sektor yang dianggap strategis bagi Argentina dan Brasil, seperti industri otomotif dan gula, tidak dilibatkan dalam liberalisasi perdagangan. Peran perusahaan transnasional sangat penting dalam sektor otomotif, namun perusahaan Brasil dan, pada tingkat lebih rendah, perusahaan Argentina yang memperluas kegiatan ekonominya juga memainkan peran penting dalam awal pengembangan Mercosur.

Namun model regionalisme strategis ini setidaknya sebagian dimodifikasi pada era pasca hegemoni dengan memasukkan unsur regionalisme sosial dan produktif. Agar adil, transformasi ini berkembang secara bertahap sepanjang tahun 1990an, namun semakin mendalam setelah tahun 2003 ketika presiden sayap kiri mulai berkuasa.

Para pemimpin baru meninjau model regionalisme strategis tanpa secara resmi menolak perdagangan bebas, namun mereka melakukannya dengan keyakinan bahwa, karena kondisi struktural Kerucut Selatan, perdagangan bebas saja tidak cukup. Sebagai konsekuensinya, mereka melengkapi dimensi perdagangan Mercosur dengan dimensi sosial dan produktif.

Oleh karena itu, Dewan Menteri Pembangunan Sosial dibentuk pada tahun 2005, dan Institut Sosial Mercosur dibentuk pada tahun 2007. Sebuah Rencana Strategis Aksi Sosial yang ambisius disetujui pada tahun 2011, yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, mendistribusikan kembali kekayaan, memajukan keadilan sosial, dan mengatur institusi pasar.

Deklarasi Sosial-Perburuhan baru disetujui pada bulan Juli 2015. Demikian pula, Mercosur secara bertahap menghidupkan kembali gagasan untuk menggunakan integrasi regional untuk mendorong integrasi produksi, yaitu industrialisasi regional. Beberapa keputusan penting telah diambil, seperti pembentukan Dana untuk Konvergensi Struktural (FOCEM dalam bahasa Spanyol) pada tahun 2005, pembentukan Dana untuk Usaha Kecil dan Menengah pada tahun 2008, dan persetujuan Program Regional untuk Integrasi Produksi di Indonesia.

3. Tantangan dan Peluang

Pada tahun 2016, fenomena seperti Brexit dan terpilihnya Donald Trump – dan keputusannya untuk menarik diri dari Kemitraan Trans Pasifik dan menegosiasikan kembali Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara dengan Kanada dan Meksiko merupakan peristiwa yang merevitalisasi argumen bahwa integrasi regional telah berjalan terlalu buruk. jauh membatasi kekuasaan negara demi kepentingan institusi regional.

Regionalisme mendapat tekanan di Eropa dan Amerika Latin, dan Amerika Selatan menjadi bagian dari fenomena global seperti kebangkitan nasionalisme sayap kanan dan krisis tata kelola regional, yang menimbulkan pertanyaan mengenai peran organisasi regional dan mekanisme regional lainnya. Kawasan ini saat ini sedang mengalami disintegrasi perdagangan dan fragmentasi politik.

Disintegrasi perdagangan mengacu pada penurunan perdagangan antar kawasan: Amerika Selatan secara historis memiliki tingkat perdagangan intra-regional yang rendah, antara 15% dan 20% dari jumlah total. Dari tahun 2004 hingga 2017, ekspor Brazil ke Amerika Selatan mewakili 17% dari total ekspor, turun menjadi 15% pada tahun 2018 dan menjadi 12% pada tahun 2019. Pada tahun 2020, ekspor ke Amerika Selatan hanya mewakili 10% dari total ekspor Brasil. F

ragmentasi politik mengacu pada fragmentasi organisasi regional akibat pergeseran politik dan tidak adanya konsensus antar negara mengenai tujuan lembaga regional. Fenomena ini dimanfaatkan oleh menurunnya protagonisme di Brasil, yang berdampak besar pada badan pemerintahan daerah.

Regionalisme didefinisikan sebagai proses yang terutama dipimpin oleh negara dalam membangun dan mempertahankan institusi dan organisasi regional formal di antara setidaknya tiga negara. Sebagai sebuah proses, regionalisme menata ruang politik untuk mengatur agenda melalui institusi yang mumpuni.

Hal ini juga merupakan strategi tata kelola negara untuk memanfaatkan kekuatan agensi mereka: di Amerika Selatan, regionalisme telah menjadi proyek konstruksi regional dan ruang yang dilembagakan untuk pembuatan kebijakan dan koordinasi menghadapi peluang dan permintaan pasar. Pemerintahan daerah mengartikan daerah sebagai suatu subsistem yang membentuk hubungan antara sekelompok negara.

Analisis ini menunjukkan peran kebijakan luar negeri Brasil dalam membangun Unasur dan agendanya yang luas dan ambisius, yang juga mengkonsolidasikan protagonisnya di Amerika Selatan. Namun demikian, Partai Buruh mengalami kemunduran sejak tahun 2011 dan seterusnya, terutama setelah naiknya Michel Temer ke kursi kepresidenan (setelah pemakzulan Dilma Rousseff) dan pencalonan José Serra (2016-2017) sebagai Menteri Luar Negeri yang mengarah pada narasi yang dibangun bahwa Partai Buruh ( Kebijakan luar negeri PT) bersifat ideologis.

Hal ini diwujudkan dalam kritik terhadap Unasur dan negara-negara yang mengutuk proses pemakzulan, serta dalam tindakan bersama dengan Argentina dan Paraguay untuk menangguhkan Venezuela dari Mercosur pada tahun 2016. Ketegangan tersebut semakin meningkat pada pemerintahan berikutnya.

Oleh karena itu, punahnya Unasur dan tidak adanya lembaga yang efektif untuk memajukan pemerintahan daerah merupakan akibat dari fragmentasi politik. Seperti diketahui, tiga episode utama yang menandai proses disintegrasi Unasur adalah 1) kekosongan Sekretariat Jenderal sejak berakhirnya masa jabatan Ernesto Samper; 2) penghentian sementara keikutsertaan Unasur menyusul keluarnya Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, Paraguay, dan Peru dari Unasur; dan 3) pembentukan Prosedur pada tahun 2019 untuk menggantikan peran Unasur dalam pemerintahan daerah.

4. Peran Global

Beberapa skema integrasi regional pada periode pasca-hegemoni disebabkan oleh munculnya berbagai model integrasi ekonomi dan kerja sama politik. Secara khusus, dominasi neo-liberalisme dan hegemoni AS diperebutkan. Namun, neo-liberalisme dan hegemoni AS tidak hilang, dan pembentukan Aliansi Pasifik pada tahun 2011 memberikan bukti lebih lanjut bahwa narasi anti liberal dan anti AS pada gilirannya tidak menjadi hegemonik.

Keberagaman di kawasan ini lebih lanjut ditunjukkan oleh fakta bahwa tidak ada satupun model pasca-hegemoni yang dikembangkan di Amerika Tengah. Keterlibatan beberapa negara dalam kaitannya dengan regionalism di Amerika Latin menjadi perhatian penting.Pasalanya,negara-negara tersebut berpengaruh terhadap perkembangan dan dinamika regionalisme di Kawasan ini.

Sebut saja Amerika Serikat. Terpilihnya Donald Trump dan Brexit merupakan peristiwa yang membentuk skenario baru untuk membantu memahami kebijakan luar negeri Brasil dan hubungannya dengan kawasan pada masa kepresidenan Jair Bolsonaro AS terlibat dalam isu-isu regional khususnya krisis Venezuela dalam konteks melemahnya Unasur dan menguatnya tindakan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) terhadap Amerika Selatan.

Kebangkitan pasca-regionalisme diuntungkan oleh booming komoditas pada tahun 2000 an dan reorientasi geostrategis AS ke Asia-Pasifik dan Eurasia, yang mana pemerintah Amerika Selatan mempunyai pandangan positif terhadap strategi kebijakan luar negeri yang otonom untuk merevisi sistem internasional. Dalam hal ini, disintegrasi ekonomi saat ini disintegrasi Unasur, dan pemulihan hubungan AS dengan Amerika Selatan melalui OAS merupakan faktor-faktor yang menantang regionalisme pasca-hegemoni.

Penulis:
1. Ester Sitorus
2. Maria Patrisia Widi Astuty Manjur
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

ayudiana, s. (2023, September 19). Perundingan Indonesia-MERCOSUR CEPA kemungkinan dimulai pada 2024. ANTARA News. Retrieved January 18, 2024, from https://www.antaranews.com/berita/3732897/perundingan-indonesia-mercosur-cepa-kemungkinan-dimulai-pada-2024

Baros, P. (n.d.). Crisis in South American regionalism and Brazilian protagonism in Unasur, the Lima Group and Prosur. https://www.redalyc.org/journal/358/35866230012/html/

Briceño, J. (2018, desember). Times of Change in Latin American Regionalism, 40(3). https://doi.org/10.1590/S0102-8529.2018400300008

Pratama, A. (n.d.). Hegemoni dan Regionalisme: Subordinasi Brazil terhadap Argentina melalui Pembentukan Mercosur. Sentris, 2019(1). https://doi.org/10.26593/sentris.v1i1.4161.1-21

Puntiglano, A. (2020, December 4). ;’-‘;. ;’-‘; – YouTube. Retrieved January 18, 2024, from https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/lamp.12224

Raga, P. (n.d.). Dinamika Regionalisme Amerika Latin Tahun 1991-2018: Analisis Kegagalan Integrasi Mercando Comun Del Sur (Mercosur). https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9829/08%20Naskah%20Publikasi.pdf?sequence=10&isAllowed=y

Raga, P. (2018, August 16). Dinamika Regionalisme Amerika Latin Tahun 1991-2018: Analisis Kegagalan Integrasi Mercando Comun Del Sur (Mercosur). https ://dspace.uii.ac.id. Retrieved January 18, 2024, from https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9829

Buck, K. 2010. ‘The European and Latin American Integration Projects.’ In R Stemplowski (ed), Europe and Latin America: Looking At Each Other. Warsaw: Polish Institute of International Affairs, pp. 383-413.

Riggirozzi, P. 2010. Region, Regioness and Regionalism in Latin America. Towards a new Synthesis. LATN Working Paper no. 130. Buenos Aires: Latin America Trade Network.

 

 

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI